Judul Buku : Gelombang Ketiga Indonesia: Peta Jalan Menuju Masa Depan
Pengarang : Muhammad Anis Matta, Lc.
Penerbit : The Future Institute
Edisi Cetakan : Cetakan Pertama
Bulan/Tahun Terbit : Maret 2014
Tebal Buku : 128 Halaman
Suaramuslim.net – Membincang perpolitikan di Indonesia sepanjang sejarah pertumbuhan dan perkembangannya, merupakan perbincangan yang menarik sekaligus pelik. Di dalamnya banyak dijumpai realitas yang menggambarkan kerumitan dan kepelikannya.
Sewaktu bangsa Indonesia masih dalam dominasi kolonial Belanda, cita-cita politik rakyat hanya satu yaitu, merebut kemerdekaan. Namun ketika sudah diraih, maka konflik horizontal antar pejuang kemerdekaan, khususnya dalam dunia politik Indonesia tak dapat dielakkan.
Pada masa ini, bangsa-negara Indonesia berusaha mencari ideologi yang kompatibel untuk dijadikan asas bersama dalam suatu negara. Realitas sejarah pada masa ini memberikan ‘gambaran getir’ betapa ada ketegangan serius antara agama dan negara; antara agama dan kemodernan, sehingga konflik-konflik fisik maupun non fisik pun tak bisa dihindarkan untuk menentukan ideologi setepat-tepatnya.
Di dalamnya ada Orde Lama yang terlalu fokus pada masalah kedaulatan negara sehingga kesejahteraan tak begitu terurus; ada Orde Baru yang terlalu fokus pada kesejahteraan dan pembangunan sehingga kedaulatan dan kebebasan terpasung, sampai pada Masa Reformasi yang menempatkan rakyat dan media sebagai ‘pemeran utama’, sehingga terjadi keseimbangan, atau boleh dikatakan ‘proses penyeimbangan’ antara kedaulatan politik dan kesejahteraan rakyat. Kesemuanya merupakan entitas sejarah perpolitikan Indonesia.
Pertanyaan yang mendasar yang perlu dijawab dengan segera ialah mau diarahkan kemana negara Indonesia masa depan? Apakah kemodernan, keindonesiaan, dan agama bisa disatukan untuk menciptakan negara yang sejahtera adil dan berperadaban tinggi? atau sebaliknya malah menjadi momok bagi terciptanya orientasi luhur itu? Apakah antara agama dan kemodernan bisa bersinergi jadi satu? Dan lain sebagainya.
Dalam tulisan ini, penulis berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan jawaban-jawaban yang kaya diskursus dan perlu didiskusikan secara mendalam untuk memperkaya khazanah perpolitikan Indonesia sekaligus sebagai semacam usaha untuk memetakan masa depan Indonesia gemilang.
Buku yang berjudul “Gelombang Ketiga Indonesia” ini, ditulis oleh Muhammad Anis Matta yang lahir di Bone, Sulawesi Selatan, 7 Desember 1968. Beliau menjabat sebagai presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sejak diangkat pada 1 Februari 2013. Sebelumnya, ia adalah sekretaris jenderal partai tersebut sejak berdiri dengan nama Partai Keadilan pada 1998.
Anis menjadi anggota DPR RI pada periode 2004-2009 dan 2009-2014 (Ia menjadi wakil ketua DPR RI pada periode kedua yang mengoordinasi bidang ekonomi dan keuangan). Pendidikan S-1 ia rampungkan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA), Jakarta pada 1992. Pernah menjadi dosen agama Islam di program Ekstension FE Universitas Indonesia. Pernah diundang menjadi peserta program pemimpin muda oleh American Council dor Young Political Leader (ACYPL) di Amerika Serikat, lalu mengikuti pendidikan di Kursus Singkat Angkatan ke-9 Lemhana (2001). Diantara karya tulisnya ialah Membentuk Karakter Cara Islam (2003), Mencari Pahlawan Indonesia (2004), Dari Gerakan Menuju Negara (2006), Integrasi Politik dan Dakwah (2007), Serial Cinta (2008) dan Delapan Mata Air Kecermelangan (2009).
Buku, ‘Gelombang Ketiga Indonesia’ ini merupakan catatan perenungan, kegelisahan, ketegangan, bahkan perbenturan penulis sepanjang menjadi aktivis dakwah sampai akhirnya masuk ke dunia politik. Sejak kecil hingga aktif di dunia politik, Ia sudah mengalami pengalaman yang begitu banyak. Ia pernah berinteraksi dengan banyak komunitas yang plural sejak kecilnya; seperti kristen, NU, Muhammadiyah, ‘Wahabi’, dan lain sebagainya.
Di satu sisi, pengalaman interaksi yang begitu heterogen ini membuatnya ‘kaya sudut pandang’ dalam memahami realitas bangsa Indonesia yang begitu beragam; di sisi lain, pada saat yang sama, ia juga merasakan kegelisahan, ketegangan bahkan perbenturan selama ia menjalani interaksi.
Kegelisahan dan ketegangan yang ia rasakan, berkaitan dengan agama, kemodernan dan keindonesiaan. Kegelisahan-kegelisahan itu akhirnya dapat tertuang dalam karya terbarunya ini dengan prespektif baru, perspektif unik, cara pandang segar yang dibungkus dengan bingkai perenungan yang bernas, mendalam dan menarik untuk didiskusikan. Ia melihat Indonesia dengan ‘sudut pandang sejarah’ yang anyar.
Menurut Ustaz Anis, perjalanan negara-bangsa Indonesia dalam prespektif sejarah, bisa dibagi menjadi tiga gelombang yaitu: menjadi Indonesia, menjadi negara-bangsa modern, dan yang terakhir ialah yang ia sebut sebagai Gelombang Ketiga Indonesia -namanya masih dalam penelitian- yang memiliki nilai-nilai orientasi kemanusiaan, pencarian makna kualitas hidup, dan melampaui individualisme. Anis sangat optimis dalam menatap masa depan Indonesia.
Gelombang Ketiga Indonesia merupakan`narasi cerdas` yang membincangkan Indonesia sebagai bangsa dan negara yang bukan hanya mempunyai orientasi politis-kenegaraan tetapi juga kemanusiaan-peradaban. Anis mempunyai obsesi besar, bahwa potensi bangsa yang demikian besar ini jangan hanya diarahkan pada sekadar kepentingan teritorial negara dan bangsa Indonesia saja, tetapi harus bermetamorfosa sebagai negara yang berorientasi peradaban untuk kesejahteraan manusia. Saatnya Indonesia bangkit melalui gelombang ketiga untuk membuat perubahan signifikan menuju Indonesia gemilang, sejahtera dan berperadaban.
Buku ini ditulis dengan gaya tulisan ilmiah dan diperkaya dengan realita-realita sejarah dengan sudut pandang berbeda. Secara umum buku ini sangat bagus dan cocok bagi para pecinta tema politik, atau yang secara langsung terjun dalam politik praktis. Anis Matta menggunakan ‘pisau analisa sejarah’ untuk menggambarkan gelombang perubahan perpolitikan Indonesia.
Memang sebagaimana kata penulis, buku ini masih banyak kekurangan, dan belum bisa dikatakan sempurna. Namun paling tidak bisa dijadikan sebagai wacana untuk memetakan orientasi perpolitikan Indonesia ke depan, yang mendapatkan keuntungan faktor demografis.
Sejatinya pada gelombang ketiga nanti, -sebagaimana persepsi penulis- ketegangan-ketegangan yang selama ini terjadi akan reda dan bisa dijadikan sebagai energi perubahan yang positif bagi bangsa dan negara; ketegangan-ketegangan yang selama ini terjadi antara agama, negara dan kemodernan sudah tak relevan lagi untuk dipertentangkan pada gelombang ketiga.
Pada epilog buku penulis memungkasi, “Kini, kerja keras kita harus difokuskan untuk mentransformasikan Indonesia menjadi entitas peradaban sehingga kita dapat menjadi kekuatan arus utama yang ikut berperan menata masalah umat manusia di muka bumi ini. Insyaallah”.
Ya, saatnya kita memupuk kesadaran untuk menjadi katalisator bagi masa depan Indonesia yang lebih maju, sejahtera, agamis dan berperadaban tinggi. Maukah anda menjadi bagian dari katalisator perubahan gelombang ketiga Indonesia? Silakan membaca dan silakan berjuang untuk mewujudkannya.