SURABAYA (Suaramuslim.net) – Hari kesehatan mental dunia diperingati setiap tanggal 10 Oktober. Di tahun ini hari kesehatan mental dunia mengusung tema “Kesehatan Mental di Dunia yang Tidak Setara”.
Tema tersebut mengingatkan ketidaksetaraan dalam kesehatan jiwa untuk semua orang. Melalui tema ini diharapkan seluruh negara dapat memberikan akses layanan yang lebih luas agar kesehatan mental lebih terjamin dan setara dengan kesehatan fisik lainnya.
Gerakan untuk memperingati hari kesehatan mental sedunia tujuannya adalah sebagai upaya sarana mengedukasi publik mengenai kesehatan mental yang sama pentingnya dengan kesehatan lain. Banyak negara di dunia yang selalu fokus mengangkat isu-isu kesehatan fisik seperti jantung, metabolik, dan lain sebagainya.
Talkshow Ranah Publik Suara Muslim Radio Network yang menghadirkan dr. Azimatul Karimah Sp.KJ(K) dari RSUD dr. Soetomo menjelaskan kondisi kesehatan mental di Indonesia bisa dibilang mengejutkan.
“Survei pernah dilakukan di tahun 2020 terhadap masyarakat Indonesia yang bisa mengakses internet dengan 4.000 lebih responden. Hasil survei menunjukkan lebih dari 60% mengalami kondisi psikologis di masa pandemi,” ujar wanita yang akrab disapa dokter Uci ini, Senin (11/10/21).
Dokter Uci menyebutkan sama seperti pertolongan pertama untuk penyakit-penyakit fisik pada umumnya yaitu P3K, penyakit jiwa pun memiliki istilah serupa.
Pertolongan pertama psikologis biasa disebut psychological first aid (PFA) adalah sebuah tindakan yang bisa dilakukan oleh semua orang untuk membantu seseorang yang mengalami krisis.
Peristiwa krisis itu sendiri bisa terjadi tidak hanya individual tetapi juga kelompok. Ada yang mengalami krisis ekonomi, kesehatan, pendidikan, keamanan dan lain sebagainya.
“PFA memiliki tiga teknik, terdiri dari pertama look (amati) yaitu melihat kondisi emosi dan fisik orang yang mengalami krisis. Kedua, listen (dengar) yaitu mendengarkan aktif untuk memahami apa yang mereka rasakan. Ketiga, connect (hubungkan) penolong juga dapat memberikan informasi yang mereka ketahui dan mencoba menghubungkan dengan keluarga maupun orang-orang terdekat yang dirasa nyaman oleh mereka,” jelad dokter Uci.
Namun menurutnya, PFA tidak bisa diterapkan kepada seluruh orang yang mengalami krisis. Hal ini tergantung dari setiap orang yang mengalami krisis. Sebagian orang ada yang terbuka dengan masalah yang dialami dan ada juga yang memiliki trust issues.
“Sebagai penolong, sangat penting untuk memperhatikan kebutuhan masing-masing individu dengan tidak memaksakan kehendak mereka,” ujarnya.
Tidak jarang ada sebagian orang memberikan respons denial atau menyangkal kondisi kesehatan mentalnya.
“Setiap orang itu akan berproses dengan timeline-nya. Akan tiba waktunya mereka memiliki kesadaran menerima kondisi mentalnya kemudian mereka akan sukarela meminta untuk diantar untuk mendapatkan layanan kesehatan,” terangnya.
Oleh karena itu pentingnya peringatan Hari Kesehatan Mental Sedunia 2021 yaitu menyadarkan untuk memahami betapa pelayanan kesehatan mental perlu diperhatikan serius oleh semua negara dan masyarakat.