Mengembalikan Lahan HGU dan Blunder Politik

Mengembalikan Lahan HGU dan Blunder Politik

Mengembalikan Lahan HGU dan Blunder Politik
Ilustrasi lahan karet (Foto: Merdeka.com)

Suaramuslim.net – “Ayo pak @jokowi ambil ballpoint teken sekarang juga. Bila perlu tulis tangan aja kalau gak ada tukang ketik. Simpel pak, berani ya? Mumpung pak @prabowo sudah setuju kembalikan lahan. Pak @jokowi tinggal teken PERPPU pengembalian HGU dari semua pengusaha lahan. Ayo pak @jokowi ambil ballpoint teken sekarang juga. Bila perlu tulis tangan aja kalau gak ada tukang ketik. Simpel pak, berani ya?. #PerpuHGU” (Akun Twitter Fahri Hamzah)

Membongkar Pemilik Lahan HGU

Cuitan Fahri Hamzah di atas merupakan respon terhadap pernyataan Jokowi atas kepemilikan lahan Hak Guna Usaha (HGU) Prabowo Subianto saat debat Capres  (17/2/2019). Pernyataan Jokowi ini, dalam pandangan publik, dianggap sebagai “serangan” yang bersifat pribadi terhadap Prabowo yang dinilai memiliki lahan dari negara. Wacana semakin bergulir dan meminta kepada siapapun yang memiliki lahan HGU untuk segera mengembalikan kepada negara. Hal ini seiring dengan pernyataan Prabowo yang siap mengembalikan lahan tersebut bila negara membutuhkannya.

Merespon niat baik Prabowo tersebut, publik kemudian meminta kepada Jokowi selaku presiden untuk menggunakan momentum ini untuk meminta kepada pihak-pihak yang memiliki lahan HGU untuk mengembalikan kepada negara dan diperuntukkan kepada rakyat secara lebih proporsional. Permintaan publik ini sangat relevan dengan kondisi masyarakat yang mengalami ketimpangan dalam kepemilikan lahan, di mana satu orang memiliki ratusan ribu hektar sementara masyarakat biasa banyak yang tidak memiliki lahan.

Publik menilai bahwa dalam debat Capres itu, Jokowi saat menyebut Prabowo memiliki lahan ratusan ribu hektar, semata untuk menyerang Pribadinya dan ingin menaikkan elektabilitasnya. Sementara Prabowo sendiri tidak mengelak hal itu, dan justru mengakui hal itu, serta menyatakan bahwa proses memperoleh tanah itu resmi dan diketahui negara. Apa yang dilakukannya semata-mata untuk menyelamatkan lahan itu dari penguasaan asing, dan dirinya siap untuk mengembalikan bilamana negara membutuhkannya. Setelah diklarifikasi, ternyata benar bahwa lahan itu berada di Aceh dan Kalimantan.

Adanya kesiapan Prabowo mengembalikan lahan itu, merupakan sebuah kejujuran sekaligus memberi contoh. Oleh karena itu, di mata publik, merupakan momentum yang tepat bila presiden melakukan langkah-langkah konkret untuk mewujudkan janji-janji menyejahterakan rakyat dan hal itu sebagai cerminan dan itikad baik dari pemimpin bangsa untuk berkorban demi kepentingan bangsa dan negara.

Alih-alih melakukan langkah konkret, hingga saat ini belum ada satu pihak pun yang siap melakukan langkah-langkah konkret, baik dalam bentuk ucapan maupun tulisan, untuk siap mengembalikan lahan HGU kepada negara. Setelah ditelusuri ternyata para pemilik lahan HGU adalah para pendukung Jokowi. Sehingga kecil kemungkinan untuk merealisasikan pengembalian lahan HGU kepada negara.

Oleh karena itu, publik tetap menunggu langkah konkret dari Petahana untuk meyakinkan kepada masyarakat bahwa dirinya bekerja bersungguh-sungguh demi kepentingan rakyatnya. Maka di sinilah relevansi perlunya presiden meneken sebuah pernyataan dan siap mengambil lahan milik negara yang sudah dimiliki oleh para pemilik lahan. Hal ini cukup sulit direalisasikan karena, kalau dihitung secara riil, bahwa kepemilikan Prabowo sangat kecil dibanding dengan orang-orang yang berada di belakang Jokowi.

Menarik Lahan HGU : Blunder Politik

Tantangan Fahri Hamzah tidak lebih sebagai pembuktian apakah sebagai kepala negara benar-benar dan bersungguh-sungguh bekerja untuk kepentingan bangsa dan negara, atau tetap diam dan tak melakukan apa-apa. Apabila Jokowi mau meneken surat dengan meminta kepada siapapun yang memiliki lahan HGU untuk mengembalikan kepada negara dan akan mengelolanya untuk kepentingan rakyat, maka dia benar-benar pemimpin yang bekerja untuk negara dan kesejahteraan rakyatnya. Sebaliknya, ketika tidak melakukan apa-apa dan mendiamkan kepemilikan lahan HGU oleh orang-orang di belakangnya, maka publik tidak lagi percaya kepada kepada kepemimpinannya.

Sadar atau tidak sadar, kepemilihan lahan HGU yang demikian luas ini tidak lebih untuk kepentingan diri sendiri, dan kepmilikan itu lebih banyak dimiliki oleh pendukung Jokowi. Bila hal ini benar, maka negara ini hanya dikuasai oleh segelintir orang yang menghisap kekayaan alam Indonesia. Sementara pada saat yang sama rakyat kebanyakan hanya sebagai penonton dari perilaku menyimpang dari para pemilik lahan itu.

Oleh karena itu, tuntutan publik kepada Joko Widodo agar menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) sebagai wujud bagi pemerintah yang selama ini mengkampanyekan sebagai pemimpin yang bersungguh-sungguh bekerja untuk rakyat.

Harapan keluarnya Perppu tentang pengembalian lahan HGU itu sangat besar, dan rakyat hanya akan menunggu harapan kosong itu. Hal ini disebabkan bahwa Jokowi akan sulit mewujudkan langkah pengembalian lahan HGU kepada negara karena realitas menunjukkan bahwa lahan HGU itu lebih banyak dimiliki oleh para pendukungnya, yang tidak lain para aseng.

Keraguan publik itu sangat mungkin karena kebijakan meminta lahan HGU justru akan memukul balik dirinya karena merekalah yang memback up dan mengambil keuntungan dalam kepemimpinan Jokowi selama ini. Publik sangat yakin bahwa keberanian Jokowi untuk menerbitkan Perppu, hanya akan menjadi blunder yang akan menjatuhkan dirinya.

Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment