Suaramuslim.net – Mengunjungi gunung dan pantai sudah menjadi tempat wisata yang umum, kali ini mencoba mencari destinasi yang lebih menantang yaitu Suku Baduy. Tak sekadar menikmati pemandangan dan menghilangkan penatnya kota, di perjalanan kali ini aku ingin mendapatkan sesuatu yang bermakna dan kembali dengan pengetahuan.
Berawal dari rasa penasaran tentang suku dengan peraturan adat yang kental, serta lokasinya yang pelosok dan kehidupan sehari-harinya.
Modernisasi kehidupan membuat kita lupa kalau masih ada lokasi yang sulit terjamah oleh kebanyakan manusia, dan di situlah kehidupannya menarik untuk diulas.
Untuk memasuki daerah Baduy Dalam diperlukan perjalanan panjang dengan pendakian yang cukup menguji nyali. Di awal-awal tracking menuju Cibeo (Baduy Dalam) semuanya berjalan aman, tak lama kemudian menemukan tanjakan yang terlihat sangat curam. Naik turun perlintasan begitu melelahkan, perjalanan dari Baduy Luar menuju Baduy Dalam kurang lebih memakan waktu sekitar 6 jam.
Selama di perjalanan akan bertemu 5 jembatan yang terbuat dari bambu, kealamian suku Baduy begitu terasa. Pada jembatan ke 5 ini sudah memasuki perbatasan antara Baduy Luar dan Baduy Dalam. Setelah melewati jembatan ke 5 ini berarti kita sudah harus menaati semua peraturan yang berlaku di Baduy Dalam.
Ketika berada di Baduy Dalam ada beberapa peraturan yang harus dijalankan, lalu kalau tidak menaati peraturan apa yang akan terjadi ? Dampak apa yang akan terjadi kalau tidak menaati peraturan ini, saya juga kurang memahami tapi alangkah baiknya kita mengikuti peraturan yang ada, berkunjung di rumah orang itu ada etika dan sopan santun jadi selayaknya itu kita juga harus mengikuti setiap peraturan yang ada agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Berada di Baduy dalam tidak boleh foto dan video, dengan tujuan untuk tidak terekspose lebih luas lagi desa yang mereka singgahi. Selama di Baduy Dalam kita juga tidak boleh mandi atau pun bersih-bersih dengan sabun, shampo, pasta gigi demi menjaga keasrian hutan-hutan di sana.
Gimana rasanya mandi tanpa pembersih? Untungnya air di sana dingin yang berasal dari sumbernya langsung jadi tidak terlalu berpengaruh jika mandi tidak menggunakan pembersih, hanya saja ketika menyikat gigi tidak menggunakan pasta itu yang rasanya sangat aneh.
Untuk mandi warga suku Baduy hanya memiliki satu bilik yang letaknya di seberang kali. Lumayan jika harus mondar-mandir menuju bilik untuk keperluan mandi, buang air atau sekadar mengambil air wudu. Dan di bilik tidak ada pintu sebagai penanda apakah ada orang atau tidak dengan digantungkan sehelai kain di gantungan yang sudah tersedia sebagai penanda.
Banyak keunikan yang bisa digali di sana, aktivitas warga Baduy pada umumnya adalah berkebun. Mereka pergi ke hutan mulai jam 8 pagi untuk mencari kayu dan bahan makanan. Tapi mereka tidak monoton hanya berkebun, mereka juga penjual madu yang dikelola langsung oleh warga Baduy untuk dijual di kota. Uniknya warga Baduy setiap menuju kota seperti Jakarta dan Bogor tidak pernah naik kendaraan. Kepercayaan mereka tidak boleh keluar dengan kendaraan, jika mereka melanggar peraturan tersebut maka akan terjadi hal buruk pada diri mereka seperti sakit atau hal lain.
Mereka hanya berjalan kaki tanpa menggunakan alas kaki. Waktu yang mereka tempuh hanya sekitar 3-4 jam. Sangat tidak masuk akal dengan jarak dan waktu tempuh begitu singkatnya, harus diakui kekuatan warga Baduy. Perjalanan normal dari Baduy luar menuju Baduy dalam ditempuh dengan waktu 6 jam tapi warga Baduy hanya menempuh dengan 1 jam atau mungkin kurang dari 1 jam.
Telapak kaki warga Baduy memang memiliki bentuk yang berbeda dengan kaki kita yaitu jari yang berjarak dan kulit tebal mungkin itu yang membuat mereka kuat berjalan ribuan kilometer.
Lanjut ke halaman 2