Mengenal Wakalah dalam Lembaga Keuangan Syariah

Mengenal Wakalah dalam Lembaga Keuangan Syariah

Mengenal Wakalah dalam Lembaga Keuangan Syariah
Ilustrasi dua laki-laki berjabat tangan. (Ils: Dribbble/ JON)

Suaramuslim.net – Dalam rangka mencapai suatu tujuan sering diperlukan pihak lain untuk mewakilinya melalui akad wakalah, yaitu pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Praktik wakalah pada LKS (Lembaga Keuangan Syariah) dilakukan sebagai salah satu bentuk pelayanan jasa perbankan kepada nasabah. Agar praktik wakalah tersebut dilakukan sesuai dengan ajaran Islam, Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang wakalah untuk dijadikan pedoman oleh LKS, sebagai berikut.

Mengingat

  1. Firman Allah Surat Al-Kahfi Ayat 19

“Dan demikianlah Kami bangkitkan mereka agar saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkata salah seorang di antara mereka: ‘Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini)?’ Mereka menjawab: ‘Kita sudah berada (di sini) satu atau setengah hari.’ Berkata (yang lain lagi): ‘Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lama kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah ia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah lembut, dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seseorang pun.” 

  1. Firman Allah Surat Yusuf Ayat 55 tentang ucapan Yusuf kepada raja

“Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir). Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengalaman.” 

  1. Firman Allah Surat Al-Baqarah Ayat 283

“…Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya…” 

  1. Firman Allah Surat Al-Maidah Ayat 2

“Dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong-menolong dalam (mengerjakan) dosa dan pelanggaran.”

  1. Hadis-Hadis Nabi

“Rasulullah SAW mewakilkan kepada Abu Rafi’ dan seorang Anshar untuk mengawinkan (qabul perkawinan Nabi dengan) Maimunah r.ha.” (Malik dalam al-Muwaththa’).

“Seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW untuk menagih utang kepada beliau dengan cara kasar, sehingga para sahabat berniat untuk “menanganinya.” Beliau bersabda, ‘Biarkan ia, sebab pemilik hak berhak untuk berbicara,’ lalu sabdanya, ‘Berikanlah (bayarkanlah) kepada orang ini unta umur setahun seperti untanya (yang diutang itu)’. Mereka menjawab, ‘Kami tidak mendapatkannya kecuali yang lebih tua.’ Rasulullah kemudian bersabda: ‘Berikanlah kepadanya. Sesungguhnya orang yang paling baik di antara kalian adalah orang yang paling baik di dalam membayar.” (Al-Bukhari).

“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” (At-Tirmizi).

  1. Umat Islam ijma atas kebolehan wakalah, bahkan memandangnya sebagai sunah, karena hal itu termasuk jenis ta’awun (tolong-menolong) atas dasar kebaikan dan takwa, yang dianjurkan oleh Al-Qur’an dan hadis.
  1. Kaidah fikih 

“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”

Memperhatikan: Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syariah Nasional pada

hari Kamis, tanggal 8 Muharram 1421 H/13 April 2000. 

Menetapkan: FATWA TENTANG WAKALAH

Pertama, Ketentuan tentang Wakalah

  1. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad).
  2. Wakalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak.

Kedua, Rukun dan Syarat Wakalah

  1. Syarat-syarat muwakkil (yang mewakilkan)
  2. Pemilik sah yang dapat bertindak terhadap sesuatu yang
  3. Orang mukallaf atau anak mumayyiz dalam batas-batas tertentu, yakni dalam hal-hal yang bermanfaat baginya seperti mewakilkan untuk menerima hibah, menerima sedekah dan sebagainya.
  4. Syarat-syarat wakil (yang mewakili)
  5. Cakap hukum.
  6. Dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan kepadanya.
  7. Wakil adalah orang yang diberi amanat.
  8. Hal-hal yang diwakilkan
  9. Diketahui dengan jelas oleh orang yang mewakili.
  10. Tidak bertentangan dengan syariah Islam.
  11. Dapat diwakilkan menurut syariah Islam.

 

Ketiga, Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment