Mengenang ulama pejuang, Abdul Kahar Mudzakkir

Mengenang ulama pejuang, Abdul Kahar Mudzakkir

Suaramuslim.net – Sosoknya mungkin tak seterkenal Mohammad Hatta, Soekarno, Mohammad Yamin, dan para tokoh pendiri bangsa (founding fathers) lainnya. Apalagi, dalam buku-buku pelajaran sejarah di sekolah, namanya nyaris tak terdengar.

Banyak dugaan yang menjadi faktor soal itu, di antaranya keterlibatannya dalam Partai Masyumi, di mana para tokohnya seperti dipinggirkan dalam buku-buku sejarah nasional.

Abdul Kahar Mudzakkir pernah menjadi anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), dan anggota Tim Sembilan yang merumuskan dan menandatangani Piagam Jakarta 22 Juni 1945.

Abdul Kahar bin Kyai Mudzakkir bin Kyai Abdullah Rosyad bin Kyai Hasan Bashari, adalah tokoh Muhammadiyah kelahiran Yogyakarta, 16 April 1907. Ia tumbuh dan besar di Kota Gede, kota para ulama dan saudagar.

Ayahnya seorang guru agama di Masjid Gede Yogyakarta, sekaligus seorang pengusaha. Pamannya, KH Munawwir, adalah pendiri Pesantren Al-Munawwir di Krapyak, Yogyakarta. Pamannya yang lain, H Muchsin, adalah saudagar paling kaya di Kota Gede, sebelum meletusnya revolusi. H. Muchsin inilah yang membiayai Abdul Kahar Muzakir untuk belajar ke Saudi Arabia, kemudian ke Kairo, Mesir.

Istri ketiga H. Muchsin adalah keponakan KH Ahmad Dahlan, pendiri Persyarikatan Muhammadiyah. Inilah yang kemudian membawa H. Muchsin aktif di organisasi yang berdiri pada tahun 1912 itu. H. Muchsin yang dikenal kaya raya, membidangi urusan wakaf Muhammadiyah. Bahkan setiap tahun, tak kurang 500 gulden ia sumbangkan untuk organisasi ini.

Muchsin juga memiliki besan bernama Atmosudigdo, seorang yang terpandang di Kota Gede, ayah dari Saridi bin Atmosudigdo, yang kemudian hari terkenal dengan nama Haji Mohammad Rasjidi, Menteri Agama RI pertama. Bersama Rasjidi, Abdul Kahar Muzakkir kuliah di Mesir dan aktif dalam pergerakan mahasiswa di sana era tahun 1930-an.

Selain itu, bersama Mahmud Yunus, dkk, Abdul Kahar Muzakkir juga aktif menyuarakan kemerdekaan lewat buletin “Seruan Azhar”, di saat Indonesia belum merdeka.

Mengenang sahabat dan juga familinya ini, H.M. Rasjidi mengatakan, “Pemuda Abdul Kahar Mudzakkir pada tahun 1930-an merupakan lambang daripada Indonesia di Timur Tengah.”

Rasjidi melanjutkan, “Abdul Kahar Mudzakkir adalah personifikasi Indonesia tahun 1930-1937 di Kairo dan Timur Tengah. Orang mengenal Indonesia, bersimpati kepada Indonesia, karena aktivitas pemuda Abdul Kahar….”

Demikian testimoni itu disampaikan H.M. Rasjidi dalam mengenang wafatnya Abdul Kahar Mudzakkir pada tahun 1973, sebagaimana ditulis dalam Majalah Panji Masyarakat, No. 141 Tahun XV, 15 Desember 1973.

Dalam Refleksi 78 Tahun Kemerdekaan RI, umat Islam harus menyerukan: Jas Hijau! (Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama!)

Arta Abu Azzam
Jurnalis senior

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment