Suaramuslim.net – Konflik antara yang haq dan yang bathil sudah menjadi sunatullah sepanjang zaman. Al Quran membahasakannya dengan, “Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian umat manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini.” (QS Al-Baqarah [2] : 251). Keganasan yang diakibatkan oleh pelaku kebatilan, pada gilirannya akan dinetralisir oleh pelaku al-haq.
Pertempuran Badar Kubra adalah babak penting dari konflik antara yang haq dan bathil. Begitu pentingnya sampai pada saat perang sudah berkecamuk, Rasulullah SAW menengadah kepada Allah SWT, “Ya Allah, jika Engkau hancurkan golongan (umat Islam) ini, maka Engkau tak disembah (lagi). Ya Allah jika Engkau menghendaki demikian, maka sesudah hari ini Engkau tidak disembah lagi.” (Mubarakfuri, 1427: 197).
Perang Badar yang legendaris ini diabadikan Al Quran dengan ungkapan yaumal furqaan (QS Al-Anfal [8] : 41). Diksi Al Quran ini begitu tepat dan menarik. Konflik antara kedua kubu ini adalah sebagai furqaan (pemisah, pembeda) antara yang haq dan bathil. Perbedaan yang sangat tajam antara keduanya bisa digali spiritnya agar terhindar dari kesalahan yang sama.
Pertama, sisi keimanan.
Pejuang kebenaran memiliki keimanan yang kuat. Tauhidnya murni hanya untuk Allah. Sedangkan pembela kebatilan, sesembahannya adalah berhala-berhala serta idola-idola yang sesua dengan hawa nafsu.
Kedua, sisi jumlah.
Pejuang al-haq jumlahnya relatif sedikit dengan bekal senjata ala kadarnya. Pada saat itu jumlah pasukan penolong kebatilan tiga kali lipatnya dengan membawa logistik dan persenjataan yang jauh lebih lengkap.
Ketiga, sisi orientasi.
Pembela al-haq mengorientasikan konfliknya hanya demi dan untuk Allah semata. Sedangkan pengusung kebatilan, orientasinya adalah dunia dan kepentingan pribadi dan golongannya.
Keempat, dalam menghadapi perang, pembela al-haq selalu intens hubungannya dengan Allah. Memperbanyak doa dan dzikir.
Sedangkan orang penyuka kebatilan, malah berfoya-foya dengan arak dan wanita. Hidup mereka selalu lalai dan memprioritaskan hawa nafsu.
Kelima, orang ahlul haq memiliki strategi matang.
Waktu itu, Rasulullah bersama sahabatnya bermukim di daerah yang dekat dengan sumur Badar, sehingga pasokan air bisa dikuasai. Di samping itu, dibuatkan tenda khusus untuk komando Rasulullah yang beriring penjaga. Dalam taktik perang pun, Rasulullah menggunakan strategi baris-berbaris yang tidak umum. Beliau merapikan barisan pasukan dengan sangat rapi serta menyusunnya berdasarkan kualifikasi pasukan yang ada.
Pendukung kebatilan, betapapun kuatnya finansial dan bekal mereka, strateginya masih kalah canggih dengan pembela kebenaran. Markas mereka jauh dari sumber air, sehingga mereka pasti kekurangan air. Strategi perangnya sangat tradisional yang dalam dunia Arab kala itu disebut karr wa faar. Sebuah strategi grudukan yang sangat mudah dikalahkan karena bertumpu pada serangan secara berbarengan kemudian kalau kalah mereka lari tunggang langgang.
Keenam, para pejuang al-haq didukung jundullah (tentara Allah) yang sama sekali tak diperkirakan musuh.
Para malaikat, angin, dan lainnya adalah salah satu pendukung mereka. Sedangkan orang kafir, pendukungnya adalah semata harta dan fisik yang mereka bangga-banggakan.
Menariknya, dari semua itu, ending-nya atau hasil akhirnya, pasukan al-haq selalu dimenangkan Allah SWT. Sedangkan pasukan yang bathil berakhir tragis.