SURABAYA (Suaramuslim.net) – MUI Jatim mengeluarkan fatwa dan imbuan kepada umat Islam agar menghindari menggunakan salam semua agama saat sambutan acara. Hal ini diterbitkan dalam surat bernomor 110/MUI/JTM/2019.
“Mengucapkan salam pembuka dari semua agama yang dilakukan oleh umat Islam adalah perbuatan baru yang merupakan bid’ah, yang tidak pernah ada di masa lalu. Minimal mengandung nilai syubhat (samar kehalalannya) yang patut dihindari,” kata KH Abdussomad Buchori, selaku ketua MUI Jatim, dalam keterangannya, Ahad (10/11).
Menurut Kiai Abdussomad, ucapan salam pembuka bagi umat Islam adalah doa, yang merupakan inti dari ibadah. Sehingga, bagi umat Islam, setiap ucapan salam pembuka bukan merupakan basa-basi, melainkan bagian dari ibadah.
“Untuk itu, umat Islam cukup mengucap kalimat Assalamualaikum. Dengan demikian bagi umat Islam akan terhindar dari perbuatan syubhat yang dapat merusak kemurnian agama yang dianutnya,” imbuhnya.
Berikut delapan poin imbauan MUI Jatim terkait pengucapan salam pembuka semua agama:
1. Bahwa agama adalah sistem keyakinan yang di dalamnya mengandung ajaran yang berkaitan dengan masalah akidah dan sistem peribadatan yang bersifat eksklusif bagi pemeluknya, sehingga meniscayakan adanya perbedaan-perbedaan antara agama satu dengan agama yang lain.
2. Dalam kehidupan bersama di suatu masyarakat majemuk, lebih-lebih Indonesia yang mempunyai semboyan bhinneka tunggal ika, adanya perbedaan menuntut adanya toleransi dalam menyikapi perbedaan.
3. Dalam mengimplementasikan toleransi antar umat beragama, perlu ada kriteria dan batasannya agar tidak merusak kemurnian ajaran agama. Prinsip tolerasi pada dasarnya bukan menggabungkan, menyeragamkan atau menyamakan yang berbeda, tetapi toleransi adalah kesiapan menerima adanya perbedaan dengan cara bersedia untuk hidup bersama di masyarakat dengan prinsip menghormati masing-masing pihak yang berbeda.
4. Islam pada dasarnya sangat menjunjung tinggi prinsip toleransi, yang antara lain diwujudkan dalam ajaran tidak ada paksaan dalam agama (QS. al-Baqarah: 256); prinsip tidak mencampur aduk ajaran agama dalam konsep “untukmu lah agamamu, dan untukku lah, agamaku sendiri” (QS. al-Kafirun: 6), prinsip kebolehan berinteraksi dan berbuat baik dalam lingkup muamalah (QS. al-Mumtahanah: 8), dan prinsip berlaku adil kepada siapapun (QS. al-Ma’idah: 8).
5. Jika dicermati, salam adalah ungkapan doa yang merujuk pada keyakinan dari agama tertentu. Sebagai contoh, salam umat Islam, “Assalaamu’alaikum” yang artinya “semoga Allah mencurahkan keselamatan kepada kalian”. Ungkapan ini adalah doa yang ditujukan kepada Allah Swt, Tuhan yang Maha Esa, yang tidak ada Tuhan selain Dia. Salam umat Budha, “Namo buddaya”, artinya terpujilah Sang Budha satu ungkapan yang tidak terpisahkan dengan keyakinan umat Budha tentang Sidarta Gautama. Ungkapan pembuka dari agama Hindu, “Om swasti astu”. Om, adalah panggilan umat Hindu khususnya di Bali kepada Tuhan yang mereka yakini yaitu “Sang Yang Widhi”. “Om”, seruan ini untuk memanjatkan doa atau puja dan puji pada Tuhan yang tidak lain dalam keyakinan Hindu adalah Sang Yang Widhi tersebut. Lalu kata swasti, dari kata su yang artinya baik, dan asti artinya bahagia. Sedangkan Astu artinya semoga. Dengan demikian ungkapan Om swasti astu kurang lebih artinya, “Semoga Sang Yang Widhi mencurahkan kebaikan dan kebahagiaan.”
6. Bahwa doa adalah bagian yang tidak terpisahkan dari ibadah. Bahkan di dalam Islam doa adalah inti dari ibadah. Pengucapan salam pembuka menurut Islam bukan sekedar basa basi tetapi doa.
7. Mengucapkan salam pembuka dari semua agama yang dilakukan oleh umat Islam adalah perbuatan baru yang merupakan bid’ah yang tidak pernah ada di masa yang lalu, minimal mengandung nilai syubhat yang patut dihindari.
8. Dewan Pimpinan MUI Provinsi Jawa Timur menyerukan kepada umat Islam khususnya dan kepada pemangku kebijakan agar dalam persoalan salam pembuka dilakukan sesuai dengan ajaran agama masing-masing. Untuk umat Islam cukup mengucapkan kalimat, “Assalaamu’alaikum. Wr. Wb.” Dengan demikian bagi umat Islam akan dapat terhindar dari perbuatan syubhat yang dapat merusak kemurnian dari agama yang dianutnya.
Reporter: Teguh Imami
Editor: Muhammad Nashir