Menguji Nyali KPK dalam Memberantas Korupsi

KPK Tolak Revisi UU KPK: Lembaga Ini Di Ujung Tanduk

Suaramuslim.net – Publik benar-benar menunggu keberanian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memberantas kasus korupsi yang menyeret petinggi Polri. Rusak dan hilangnya dokumen terkait dengan transaksi nilai miliaran telah menjadi sorotan publik. Kalau tidak segera ditangani, bukan hanya preseden buruk terhadap dunia hukum di Indonesia tetapi menjadi tragedi besar dalam penegakan hukum di negeri ini.

KPK seharusnya menjadi alat negara untuk membersihkan kasus korupsi tetapi hanya bernyali kecil. KPK seolah hanya menjadi alat atau kepentingan kelompok tertentu untuk memburu koruptor bernilai puluhan atau ratusan juta, tetapi abai dan tak berani bertindak terhadap koruptor yang nilainya puluhan miliar hingga triliunan rupiah.

Realitas ini bukan hanya merusak kepercayaan publik tetapi membohongi jutaan rakyat Indonesia yang menginginkan negeri ini bebas dari jeratan dan gurita korupsi. Pembiaran terhadap kondisi ini akan membingungkan masyarakat yang selama ini seolah sudah putus harapan melihat kasus korupsi yang tak segera berakhir. Dengan adanya kasus ini, bisa menjadi momentum paling tepat bagi KPK dalam memberantas korupsi yang telah melibatkan orang tertinggi di tubuh kepolisian ini.

Desakan Menegakkan Hukum

Setidaknya ada dua suara yang mewakili aspirasi masyarakat yang mendesak KPK agar bekerja secara profesional dan berharap memiliki nyali untuk menegakkan hukum bagi koruptor.

Pertama, desakan Ketua Majelis Hukum dan HAM Muhammadiyah Bali, Zulfikar Ramly. Dia mendesak KPK untuk memeriksa Kapolri Tito Karnavian. Desakan itu didasari oleh hasil investigasi IndonesiaLeaks terkait dugaan impor daging yang menyeret Tito dan dua mantan penyidik KPK, AKBP Roland Ronaldi dan Kompol Harun. Dia menyatakan bahwa hasil investigasi ini akan membuka tabir kasus korupsi di negeri ini yang menyeret kalangan penegak hukum bahkan institusi yang seharusnya memberantas korupsi. Dengan menegakkan hukum secara profesional, maka akan mengembalikan marwah penegakan hukum di Indonesia.

Kedua, desakan wakil ketua KPK, Bambang Widjojanto. Dia menantang pimpinan KPK untuk memeriksa Tito terkait dugaan menerima aliran dana dari pengusaha Basuki Hariman. Dia menyatakan bahwa saat ini pimpinan KPK tengah diuji dan publik seantero republik sedang mengamati, apakah masih punya sedikit “nyali” untuk membongkar kasus ini hingga tuntas. Setidaknya memanggil dan memeriksa yang kala itu menjabat berbagai jabatan penting di republik ini.

Bambang juga meminta untuk memeriksa dua orang mantan penyidik KPK yang saat ini dikembalikan ke Polri. Mereka berdua telah melakukan perusakan barang bukti dengan cara menghapusnya, dan kemudian membubuhkan tipp-ex pada nama-nama penerima atau pengguna uang, lalu merobeknya sehingga terpisah dari buku bank itu.

Dua desakan ini merepresentasikan harapan masyarakat terhadap KPK untuk bekerja secara maksimal. Sebagaimana berita yang beredar bahwa KPK kehilangan data awal untuk memproses tindakan korupsi yang melibatkan elite. Tim IndonesiaLeaks yang menyodorkan 8 lembar salinan dokumen pemeriksaan berkop KPK. Salinan itu memuat data atas hasil pemeriksaan terhadap bagian keuangan CV Sumber laut Perkasa Kumala,  Dewi Sumartono pada 9 Maret 2017.  Kumala adalah anak buah Basuki Hariman, yang terlibat kasus daging yang membuat Patrialis Akbar masuk penjara beberapa waktu yang lalu.

Dalam dokumen itu terdapat transaksi pengeluaran uang Basuki yang ditengarai buat para petinggi polisi. Catatan keuangan itu bersumber dari buku bank berwarna merah dan hitam yang disita KPK saat menggeledah kantor Basuki. Kumala mengakui bahwa catatan itu atas perintah Basuki dan atasannya, Ng Fenny, yang menjabat sebagai general manager. Dengan alasan tragedi kehilangan tas jinjing, catatan itu dihapus dengan cara men-tipp-ex daftar penerima uang, lalu merobeknya hingga terpisah dari buku bank itu.

Dengan robeknya catatan itu, maka daftar nama-nama pejabat yang menerima aliran dana beserta kode nama, dan instansinya menjadi kabur. Catatan itu berupa coretan uang masuk dan keluar dalam mata uang rupiah, dolar AS, dan dolar Singapura. Untuk menghilangkan jejak itu, oknum kepolisian itu berani menghapus dengan cara men-tipp-exnya.

Atas fakta penghapusan data itu, maka KPK hanya menyanksi Roland dengan memindahkan ke Mabes sebagai markas asalnya. Mengembalikan ke kantor asal (Mabes) sudah dianggap sebagai hukuman yang berat, tanpa memproses kesalahannya yang merusak dokumen super penting itu. Yang menarik, dalam catatan IndonesiaLeaks, terdapat transaksi berkali-kali dan terdapat nama Tito, dan dia disebut menerima uang paling banyak. Tito menerima dana itu saat menjadi Kapolda Metropolitan Jakarta Raya, dan kepala Badan Nasional penanggulangan terorisme, hingga saat menjabat Kapolri.

Desakan untuk menegakkan hukum yang melibatkan petinggi Polri ini perlu mendapat dukungan dari publik. Hal ini karena negara terus mendengungkan dan mensosialisasikan pentingnya aparat yang bersih dan berwibawa, dan berupaya mewujudkan negara yang bebas dari tindak korupsi. KPK merupakan lembaga yang dibentuk negara untuk membersihkan aparatur negara agar tidak menggerogoti keuangan negara.

Apabila KPK sudah tidak memiliki nyali dan tidak lagi bertindak waras, maka kemana lagi rakyat akan berharap. Sementara kejahatan sudah dilakukan secara sistemik dan berupaya untuk semakin menyempurnakan kejahatannya. Tidak memproses pelaku kejahatan yang dilakukan oleh petinggi Polri, sama saja menyembunyikan kebusukan dan meletakkan bom waktu. Sudah saatnya negara ini dikelola dengan jujur dan profesional, bukan dikendalikan oleh orang-orang yang berlepotan kebohongan, tetapi selalu mengaku sebagai pelopor pemberantasan kejahatan.*

Kontributor: Dr Slamet Muliono
Editor: Oki Aryono

*Ditulis di Surabaya, 10 Oktober 2018
*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.