Cara Menjemput Restu Orangtua dalam Pernikahan

Cara Menjemput Restu Orangtua dalam Pernikahan

Cara Menjemput Restu Orangtua dalam Pernikahan

Suaramuslim.net – Tidak semua orang tua bisa memahami keinginan anaknya sendiri, terlebih dalam hal pernikahan. Banyak kasus di luar sana di mana saat seorang anak sudah menentukan pilihan hati namun orang tua tidak merestui atau sebaliknya, saat  orang tua yang mencarikan jodoh namun anak yang tidak tertarik hati.

Nah, untuk mendapatkan restu sebenarnya dari orangtua, ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan, seperti berikut ini:

Kata “Tidak” bukan berarti tak sayang

Pasti ada beberapa orang yang  sangat takut dengan penolakan. Kata “tidak”, “nggak setuju”, “jangan” dan semacamnya, seolah membuat sebagian orang merasa tidak dipercaya. Kita tidak dipercaya dengan apa yang ingin kita lakukan, kita merasa tidak diakui keberadaan kita, sehingga cenderung menjauh dari orang yang memberikan penolakan tersebut. Karena saking seringnya ditolak dan bahkan  dinasehati, lambat laun akan memupuk rasa prasangka-prasangka negatif kepada orang tua kita sendiri.

Jadi “bom waktu” yang sudah mulai berjalan secara tidak sengaja sejak kita masih kecil akan meledak dipicu dengan kata “tidak” akan restu pernikahan. Sehingga kita akan sulit mencari motif di balik kata “tidak”.

Akan tetapi kata “tidak” bukan berarti orang tua kita tak sayang, bisa jadi sebaliknya, karena saking sayangnya mereka kepada kita. Kita hanya perlu menyediakan kesempatan untuk berdiskusi dan telinga untuk mendengarkan kekhawatiran mereka. Lalu kita jawab semua kekhawatiran itu dengan bukti nyata. Misalkan orang tua yang masih menganut kepercayaan kejawen, tentang tanggal lahir, urutan anak lahir  ke berapa, dan letak rumah.

Semua hal-hal yang diluar ajaran Islam tentang syarat pernikahan  bisa kita musyawarahkan secara baik-baik dengan orang tua kita. Kita dudukkan mereka, kita panggil orang ketiga sebagai penengah, misal Paman, Imam masjid atau orang yang bisa kita percaya untuk memberikan jalan keluar. Dengan begitu mungkin orang tua kita bisa lebih menerima dengan baik.

Kita boleh berbeda pandangan dengan orang tua

Menjadi anak yang berbakti bukan berarti melakukan keinginan orangtua 100%, bukan?.  Jika orangtua berharap kita kerja sebagai PNS, kita boleh menolak karena kita lebih tertarik menjadi wirausaha misalnya. Orang tua berharap kita menikah dengan seseorang yang menurut kriteria mereka perfect, kita boleh menolak, Karena apa? Karena kita sendirilah yang bertanggung atas hidup kita sendiri. Menjadi anak berbakti bukan berarti menjadi “boneka” bagi orang tua kita. You have free choice with consequences and responsibilities behind it.

Kita  boleh menolak usulan orang tua, kita boleh berbeda pendapat dengan orang tua, bahkan kita juga boleh marah kepada orang tua, Hal itu tak akan membuat kita menjadi anak durhaka, asalkan mengekspresikannya tidak dengan cara yang salah yang destruktif, entah itu membentak, membanting barang dan mengeluarkan kata-kata binatang yang bisa menyakiti perasaan orang tua kita.

Jika belum mendapat restu orangtua, mungkin karena mereka tidak suka dengan calon kita, kita masih boleh memperjuangkannya, meyakinkan orangtua dengan cara yang lembut, jangan sampai mengambil langkah yang salah seperti kawin lari dsb.

Bahkan ketika sudah menikahpun, pasti akan ada perbedaan pola hidup dengan orangtua kita, misal cara mengasuh anak, hal masak-memasak, namun tetap ekpresikan semua ketidaksetujuan kita secara halus, lembut dan santun. Meski berbeda paham, tetap saling cinta, saling sayang dan coba saling memahami antara orangtua dan anak.

Hati orang tua bukan milik kita

Kita tak punya kuasa sedikitpun untuk mengubah perasaan dan pikiran orangtua kita. Yang bisa kita lakukan hanyalah MEMPENGARUHI mereka. (Titik)

Mempengaruhi inilah salah satu tujuan utama berkomunikasi, jika cara  berkomunikasi kita buruk mungkin orangtua kita tidak akan pernah paham dengan maksud dan keinginan kita. Maka percantiklah cara komunikasi kita dengan orangtua, tingkatkan intensitas komunikasi dan mulai dari hati kita sendiri. Selalu siapkan hati untuk menerima kondisi apapun. Tetap berjuang communicating, mempengaruhi dengan jalan dan cara  yang baik, karena meskipun komunikasi yang baik bukan jaminan bahwa hal itu akan mengubah pikiran dan perasaan mereka, sehingga restu bisa naik turun. Sebab fungsi komunikasi hanyalah mempengaruhi bukan membolak-balikan hati.

Semoga dengan tiga langkah tersebut, restu orangtua untuk pernikahan kita berjalan lancar, jangan lelah berjuang untuk melaksanakan separuh dari agama.

Kontributor: Khusnul Fatimah
Editor: Muhammad Nashir

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment