Menolak Upaya Pendelegitimasian Mahkamah Konstitusi 

Menolak Upaya Pendelegitimasian Mahkamah Konstitusi 

MUI Lebak Minta Elite Tidak Provokasi Rakyat Agar Tak Percaya MK
Gedung Mahkamah Konstitusi (Foto: Istimewa)

Suaramuslim.net – Harapan masyarakat untuk memperoleh keadilan dengan jalan damai seolah terhalang dengan adanya isu bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) tidak memiliki wewenang untuk mendiskualifikasi salah satu Pasangan Calon (Paslon) yang terbukti curang. Menggunakan jalur  MK tidak lepas dari kekecewaaan masyarakat terhadap kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dalam opini masyarakat, kinerja KPU dianggap buruk dan dianggap sebagai bagian dari kecurangan.

Hal ini tidak lepas dari banyak ditemukannya kecurangan sistemik, sehingga banyak pihak menyarankan untuk menggunakan jalur MK. MK dipandang sebagai jalan tengah untuk mewujudkan keadilan. Namun ketika MK dipercaya sebagai jalur resmi untuk menyalurkan aspirasi secara damai, tetapi justru muncul opini bahwa MK tidak memiliki wewenang untuk mendiskualifikasi. Hal ini menyusul ditemukannya bukti-bukti di persidangan bahwa salah satu calon telah melakukan kecurangan massif, sistematis, dan terstruktur.

MK dan Kuburan Politik

Tengarai adanya pemilu yang penuh kecurangan bukan hanya menjadi sebuah isu, tetapi sudah menjadi fakta yang membuat masyarakat luas tergerak untuk melakukan berbagai aksi. Maka muncullah kekecewaan masyarakat, sehingga melahirkan gagasan untuk melakukan aksi demonstrasi 21-22 Mei 2019. Hal ini untuk menekan KPU untuk mengumumkan hasil Pilpres secara adil. Alih-alih mengumumkan secara terbuka, jujur, dan transparan, KPU justru mencuri waktu dengan mengumumkan hasil penghitungan suara di waktu dini hari, dan memenangkan kubu Petahana.

Pasca diumumkankannya hasil penghitungan suara itu, terjadilah gejolak di masyarakat sehingga muncul aksi pada tanggal 22 Mei yang berujung kerusuhan. Hal ini menimbulkan situasi semakin tak menentu karena banyak jatuh korban. Tragisnya, pasca aksi itu terjadi aksi teror baru yang dilakukan oleh negara dengan menggunakan tangan aparat keamanan. Maka bergulirlah bergulir isu makar.

Isu makar dialamatkan kepada pensiunan TNI dan Polri karena gerakan-gerakan yang dianggap membehayakan negara. Kondisi ini semakin memperluas dan memanaskan situasi, dan banyak opini berkembang yang menyudutkan pihak-pihak yang kalah dalam Pilpres, dalam hal ini pihak 02.

Dalam situasi seperti ini, banyak pihak menyarankan kepada pihak yang kalah, untuk mengadukan kecurangan yang dilakukan oleh pihak 01. Kecurangan secara massif, terstruktur dan sistematis dilakukan pihak 01, hendaknya diadukan melalui jalur MK. Jalur MK dianggap sebagai jalur konstitusional untuk menyampaikan aspirasi. Meskipun berat hati, pihak 02 mengikuti saran itu dan menggunakan jalur MK.

Ketika pihak 02 sudah percaya dan melayangkan keberatan atas praktek kecurangan, dengan menggunakan MK, maka muncul opini bahwa MK tidak berhak memutuskan atau mendiskualifikasi Paslon yang terbukti curang. Pihak 02 sudah menunjukkan berbagai bukti dan mendatangkan saksi-saksi yang cukup meyakinkan adanya kecurangan sistemik. Namun harapan terhadap MK masih tertutup mendung karena tidak adanya kejelasan sikap MK yang mau bertindak tegas sesuai dengan fakta lapangan.

Kedaulatan Rakyat dan Kegamangan Mahkamah Konstitusi

Banyak fakta baru dalam persidangan sengketa Pilpres di MK yang menunjukkan adanya kecurangan sistemik dan masyarakat bisa melihatnya secara terbuka. Beberapa kecurangan itu di antaranya.

Pertama, sumbangan dana kampanye Jokowi dinilai bermasalah. Sang Petahana menyumbangkan dana Pilpres sebesar 19 miliar sementara harta yang dimiliki sebagaimana yang tertulis dalam Laporan Harta Kekayaan Negara hanya sebesar 6 M, maka kemudian muncul pertanyaan dari mana pertambahan angka 13 miliar itu. Disii terungkap bahwa presiden telah melakukan manipulasi atau kecurangan.

Kedua, Ma’ruf Amin terbukti tercatat sebagai pejabat di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hal ini jelas-jelas sebuah pelanggaran, dimana seorang Ma’ruf Amin seharusnya mundur dari bank milik negara ketika dicalonkan sebagai Cawapres.

Ketiga, adanya indikasi membolehkan kecurangan sebagai bagian dari demokrasi. Pernyataan diakui oleh seorang saksi yang menyatakan hal ini dengan mengutip pernyataan Moeldoko dalam sebuah pelatihan untuk pemenangan Pilpres.

Keempat, pernyataan Jaswar Koto adanya kecurangan sistemik. Penjelasan ahli forensik IT yang memiliki keahilan dalam membedah praktek kecurangan Pemilu ini menjelaskan secara akademik dan detail bahwa kubu 01 telah terbukti secara nyata melakukan kecurangan secara sistemik.

Dengan fakta dan bukti di atas sudah cukup kuat sebagai bukti adanya kecurangan massif, sistematis, dan terstruktur sehingga sebagai penguat bagi Mahkamah Konstitusi untuk memutuskan dan mendiskualifikasi Paslon yang melakukan kecurangan. Namun dengan adanya penggiringan opini bahwa MK tidak memiliki wewenang untuk mendiskualifikasi, maka menghempaskan nilai-nilai keadilan dan kejujuran.

Sedemikian menipisnya harapan pada Mahkamah Konstitusi, maka pihak pemohon atau penuntut keadilan, dalam hal ini 02, hingga mengutip ayat Al-Qur’an yang berbunyi sebagai berikut :

“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan (kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Mahateliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan.” (QS An-Nisa’ :135)

Pengutipan ayat Al Quran ini untuk menggugah hati nurani para hakim MK untuk menegakkan keadilan setelah mendengar dan mengetahui bukti kecurangan. Memutuskan sesuai dengan bukti dan fakta ini sebagai bagian dari kemaslahatan umat. Dengan ayat ini diharapkan adanya sentuhan agar para hakim MK tidak memperturutkan hawa nafsu sehingga berani memutarbalikkan fakta, dan berujung memenangkan pihak yang salah. Menghadirkan Allah sebagai Yang Maha Teliti sebagai bentuk ikhtiar terakhir untuk menakut-nakuti para hakim MK bahwa mereka akan diadili oleh Sang Maha Adil di akherat kelak.*

*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment