Suaramuslim.net – Setiap orang -bisa jadi- punya masa lalu yang kelam. Namun, itu tidak untuk diratapi, tapi dijadikan pelajaran bagi masa depan yang lebih baik. Anda tentu tahu siapa Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu sebelum masuk Islam? Beliau pernah mengubur anak perempuannya hidup-hidup dan juga peminum khamer.
Pembaca mungkin juga tahu siapa Khalid bin Walid radhiyallahu ‘anhu. Sebelum masuk Islam, beliau bersama orang kafir Quraisy pernah menyerang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beserta sahabat-sahabat yang lain pada pertempuran Uhud dan masih banyak lagi contoh lainnya. Justru yang menarik dari semua itu ialah bahwa meski mereka memiliki masa lalu kelam, mereka dengan senang hati dan lapang dada mau menerima cahaya Islam yang mau mencerahkan kegelapan di hati mereka.
Semangat perubahan berupa “taubat” ini pada akhirnya dapat merubah kekelaman mereka menjadi cerah. Hidup yang sebelumnya penuh dengan penyesalan dan kesedihan akhirnya penuh dengan harapan dan keimanan.
Senada dengan pernyataan di atas ialah ada ungkapan, “al-islām yajubbu mā qablahu” (Islam menghapus masa lalu yang kelam). Dengan demikian para sahabat dan orang-orang setelahnya bisa merasa tenang karena tidak berlama-lama terjerembab pada penyesalan masa silam yang menghalangi dirinya menggapai perubahan hidup yang lebih cerah dan terarah; karena, berlebihan dalam menyikapi dan menyesali masa silam malah akan berdampak negatif terhadap perubahan-perubahan ke depan.
Islam sebagai agama yang sempurna dan paripurna mempunyai konsep taubat yang memberikan kesempatan bagi orang yang mempunyai masa silam yang kelam menjadi lebih baik. Manusia pasti punya kesalahan dan sebaik-baik orang yang salah ialah yang mau bertaubat. Tentu saja bukan taubat sambal, tapi taubat ‘nashūha’ yang benar-benar serius dan tidak mengulanginya lagi.
Kisah sahabat berikut bisa dijadikan contoh. Wahsyi bin Harb radhiyallahu ‘anhu seorang mantan budak Jubair bin Muth`im yang berasal dari Ethiopia. Ketika sudah masuk Islam, tetapi dirinya tetap dihantui oleh masa lalunya yang kelam. Ia selalu menyesal dan merasa bersalah, meski ia juga sadar kalau Islam itu menghapus kesalahan masa lalu ketika sudah masuk Islam. Kesalahannya sebelum Islam adalah membunuh paman Nabi Muhammad yaitu Hamzah bin Abdul Muthallib radhiyallahu ‘anhu yang berjuluk singa Allah pada perang Uhud. Penyesalannya mungkin tak pernah hilang hingga ia wafat.
Apalagi, ketika masuk Islam dan bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dia disuruh memalingkan muka, karena secara manusiawi siapa yang tega melihat orang yang membunuh pamannya sendiri. Masa lalu yang kelam ini membangun semacam kesadaran spiritual yang dahsyat bagi Wahsyi bin Harb. Sampai pada akhirnya ia membuat komitmen dan tekad yang luar biasa untuk menebus kesalahan-kesalahannya di masa lampau.
Pada perang Yamamah (632 M), ia menebus kesalahannya dengan membunuh Musailamah al-Kaddzab. Sebelum Islam Wahsyi membunuh orang terbaik dan setelah Islam ia tebus dengan membunuh orang yang terjahat yang mengaku-ngaku menjadi Nabi.
Demikian satu di antara contoh di mana masa kelam disikapi secara positif; dijadikan titik tolak untuk taubat dan semangat perubahan yang lebih baik. Sehingga, Wahsyi mampu merubah masa lalu yang kelabu, menjadi masa depan yang cerah.
Setiap kita tentu dan pasti mempunyai masa lalu. Bila masa lalu kita kelam, alangkah baiknya dijadikan sebagai kesadaran dahsyat yang melahirkan komitmen untuk berubah menjadi lebih baik. Sebagaimana yang dialami Wahsyi.
Kontributor: Mahmud Budi Setiawan
Editor: Oki Aryono