Suaramuslim.net – Tahukah anda, di antara sekian banyak orang yang ditimpa musibah, di antaranya adalah orang-orang pilihan yakni mereka hamba-hamba Allah yang istimewa dan mendapat kedudukan serta derajat terbaik di sisi-Nya. Para Nabi Ulul Azmi dan utusan Allah misalnya.
“Ada juga Nabi Ayub, bahkan bukan sebulan dua bulan, tapi hampir 17 tahun diuji oleh Allah, seluruh anaknya meninggal dunia, kebun-kebunnya rusak, ternaknya meninggal, bahkan dirinya terjangkit penyakit yang belum pernah ada sebelum dan sesudahnya. Saking dahsyatnya penyakit ini ia harus rela terusir dari tempat tinggalnya karena masyarakat desa khawatir penyakit menular yang diderita oleh Nabi.” Jelas Ustadz Hasan mengawali ceramahnya di Masjid Salahuddin, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jatim II.
Nabi Muhammad pun tak luput dari ujian yang harus ditempuhnya, namun sebagai seorang utusan Allah demi kebahagiaan dan pelipur derita umatnya, Rasululluh berpesan;
“Apabila salah seorang di antara kamu ditimpa musibah, hendaklah dia mengingat musibahku. Niscaya musibah yang dialaminya akan terasa lebih ringan.” (Terjemah hadis riwayat Al-Baihaqi).
Yang demikian itu adalah kategori musibah sebagai pengangkat derajat keimanan manusia di sisi Allah.
Musibah sebagai teguran
Biasanya banyak dari kita yang semoga masuk dalam kategori ini.
“Yang model-model kita kebanyakan alias STMJ (Shalat Terus Maksiat Jalan)” jelas Ustadz Hasan disambut tawa jamaah.
Maka, ujian atau musibah semacam ini ditimpakan agar menjadi pengingat dan teguran supaya kita kembali. Bahkan menurut sebagian ulama, karena fungsi musibah itu adalah sebagai pengingat maka tak jarang mereka justru memohon kepada Allah agar musibah ini tidak segera dihilangkan.
Kalau tak ada musibah, orang akan lalai dan larut dalam bermaksiat terus menerus.
“Biasanya kita shalat grusak-grusuk, berat memenuhi panggilan, akibat ada musibah malah justru menjadikan ibadah shalat lebih nikmat, rakaat shalatnya lebih panjang dan cenderung berlama-lama dalam ibadah.”Ustadz Hasan menambahkan.
Kita harus menjadikan shalat sebagai solusi. Sebagaimana Nabi Muhammad menjadikan shalat sebagai media dalam mencari ketenangan dan solusi. Semakin besar cobaan dan rintangan yang beliau alami, semakin panjang waktu beliau habiskan dalam shalatnya.
Musibah adalah azab
Bagi mereka yang kufur dan tidak beriman, musibah bisa menjadi azab. Tak jarang kita menjumpai seseorang yang tampak lebih mapan secara ekonomi, jabatan dalam pekerjaannya tinggi, putra-putrinya sekolah di luar negeri dan secara duniawi diberikan kecukupan dan tidak memiliki rintangan berarti. Namun enggan dalam melaksanakan ketaatan.
Kita tidak perlu iri pada yang demikian karena Nabi Muhammad pernah berpesan:
“Bila kamu melihat Allah memberi pada hamba dari (perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj (jebakan berupa nikmat yang disegerakan) dari Allah.” (Terjemah hadis riwayat Ahmad).
Kalau orang Jawa bilang dilulu, alias terusno (perintah yang semestinya berarti pelarangan). Tobat lombok dan menyepelekan setiap kesalahan hingga terjerumus dalam nestapa yaitu tidak sadar bahwa ia tidak melakukan kesalahan.
Oleh karenanya kita senantiasa berhati-hati, dan bermuhasabah setiap ditimpa musibah. Apakah ini teguran saat kita melenceng dan dijadikanlah itu sebagai teguran agar kita kembali. Atau justru adalah azab yang menjadikan kita terlena dalam kenikmatan hingga terjerumus dalam kemaksiatan.
Semoga musibah itu justru menambah kedekatan kita kepada Allah dan meninggikan derajat kita di sisi-Nya.
Intisari Kajian Islam Buat Talenta Hebat (KIBLAT) di Masjid Salahuddin, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jatim II.
Yuk hadirkan kajian Islam di lingkungan kerjamu, bersama KIBLAT Griya Al Qur’an, kerja berkah hidup makin terarah.
Kontributor: Fahchrurrosi

