BANDA ACEH (Suaramuslim.net) – Ulama asal Aceh Dr. Muhammad Yusran Hadi mendukung imbauan MUI Jatim mengenai fenomena salam lintas agama dalam sambutan acara-acara resmi yang isinya mengimbau kepada setiap muslim khususnya pejabat muslim untuk mengucapkan salam Islami dalam membuka sambutan atau pidato di acara-acara resmi.
“Imbauan ini sudah benar dan tepat. Tugas ulama untuk mengawal akidah umat Islam. Maka setiap muslim sepatutnya mengamalkan petunjuk para ulama, termasuk dalam persoalan salam, sesuai dengan perintah agama agar selamat di dunia dan akhirat,” ujar Yusran dalam rilis yang diterima Suaramuslim.net, Kamis (14/11).
Ia menyayangkan sikap orang-orang yang kontra dan menolak imbauan MUI Jatim ini, khususnya pejabat muslim. Seharusnya, lanjutnya, mereka mematuhi imbauan ulama sebagaimana diperintahkan agama.
“Ini menunjukkan ketidakpahaman mereka terhadap agama Islam dan berkembangnya paham plurarisme agama di Indonesia yang telah difatwakan kesesatannya oleh seluruh ulama sedunia, termasuk MUI Pusat,” lanjut Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Aceh ini.
Mengucapkan salam kepada nonmuslim dengan salam Islam dilarang berdasarkan hadis Nabi, imbuhnya, karena, memberikan salam mengandung doa keselamatan dan keberkahan.
“Jika mengucapkan dengan salam Islam kepada nonmuslim dilarang, maka terlebih lagi mengucapkan salam dengan salam agama lain. Karena, ucapan salam agama lain mengandung kesyirikan yang bisa merusak tauhid dan akidah seorang muslim,” katanya.
Menurut Anggota Ikatan Ulama dan Da’i Asia Tenggara ini, mengucapkan salam dengan ucapan salam agama lain sama saja saja mengamalkan ajaran agama tersebut. Ini dilarang dalam Islam.
“Islam melarang umatnya mengamalkan ibadah agama lain atau melakukan perbuatan yang menyerupai ibadah agama lain. Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum (kafir), maka dia bagian dari mereka,” jelas Yusran.
Mengucapkan salam dengan salam Islam bagi seorang pejabat muslim bukan berarti tidak bersikap toleransi beragama atau kebhinekaan. Justru itulah sikap toleransi agama dan kebhinekaan.
Toleransi agama tidak boleh dipahami dengan harus berbaur dan mengikuti ritual dan keyakinan agama lain. Ini toleransi yang kebablasan dan menyesatkan. Ini dilarang dalam Islam karena merusak tauhid dan akidah muslim.
“Yang benar, toleransi agama adalah menghargai dan menghormati kebebasan dalam beragama dan menjalankan agamanya masing-masing. Toleransi beragama juga bermakna menerima perbedaan dalam beragama dan menjalankan agama sesuai dengan agamanya masing-masing. Inilah toleransi sebenarnya yang harus dijaga dan diamalkan oleh setiap pemeluk agama sesuai dengan ajaran Islam, pancasila dan UUD 1945,” lanjutnya.
Yusran Hadi berharap kepada umat Islam khususnya para pejabat muslim agar mematuhi para ulama, khususnya imbauan MUI Jawa Timur dalam masalah salam lintas agama. Karena ulama itulah yang lebih paham dan otoritas dalam berbicara persoalan agama.
Reporter: Dani Rahmati
Editor: Muhammad Nashir