Nabi Muhammad: Sosok manusia didikan langsung Allah

Nabi Muhammad: Sosok manusia didikan langsung Allah

Pengorbanan Nabi Muhammad pada Umatnya
Liontin hati bertuliskan kaligrafi kata Muhammad. (Foot: Study.com)

Suaramuslim.net – Allah mendidik Nabi Muhammad secara langsung, tanpa ada celah untuk menemukan kekurangannya. Oleh karenanya, sudah sepantasnya kaum muslimin menjadikan beliau sebagai rujukan bagi pribadi yang sempurna dan berkarakter unggul.

Sangat tidak sehat akalnya, ketika sebagian kaum muslimin mengidolakan orang lain dengan menyingkirkan nabinya. Julukan al-Amin (terpercaya) yang terucap dari mulut orang-orang kafir merupakan buah dari pendidikan dan penjagaan dari Sang Maha Pencipta dan Maha Bijaksana. Tidak ada cacat setitik noda pun yang melekat pada diri rasul ini sehingga pantas bagi kaum muslimin untuk meneladaninya.

Rekam jejak nabi

Sosok Nabi Muhammad sejak dalam kandungan sudah ditinggal ayahnya. Begitu lahir langsung diasuh Halimah Assa’diyah selama 4 tahun. Ibunya sempat merawatnya selama 2 tahun sebelum meninggal dunia, sehingga anak yang membawa berkah itu diserahkan kepada kakeknya, Abdul Muththalib.

Waktu berjalan 2 tahun, sang kakek pun meninggal dunia, sang paman, Abu Thalib membesarkannya. Sang Paman pun berhasil membesarkan hingga dewasa, namun tidak mampu meraih petunjuk terbaik darinya.

Realitas di atas menunjukkan bahwa Nabi Muhammad mendapatkan didikan dan pengawasan langsung dari Allah melalui malaikat Jibril. Nabi Muhammad memiliki sejarah panjang dan setiap fase kehidupannya tercatat di memori masing-masing teman sejawatnya.

Keberkahan hidup merawat Muhammad dirasakan Halimah As-Sa’diyah sejak dia menggendongnya. Betapa tidak, air susunya tidak keluar karena tidak adanya makanan yang dia makan, sehingga bayi yang digendongnya menangis sepanjang malam. Namun sejak memutuskan merawat Muhammad, Halimah merasakan berbagai mukjizatnya. Air susunya keluar sehingga anaknya kenyang menyusunya. Bahkan keledainya yang ringkih saat berangkat, bisa berlari kencang ketika pulang.

Keberkahan berlanjut ketika hidupnya mengasuh Muhammad. Binatang gembalaannya tidak pernah berhenti mengeluarkan air susu, sehingga kehidupannya senantiasa cukup sementara gembalaan tetangganya tidak merasakan kenikmatan itu karena musim kering yang melanda wilayahnya.

Keberkahan hidup juga dirasakan oleh pamannya, Abu Thalib. Hidup dengan anak yang banyak dengan ekonomi yang pas-pasan, namun mampu membesarkan anak-anaknya hingga dewasa. Hal itu karena memelihara Muhammad, sang keponakan yang penuh keberkahan.

Bukti bahwa Abu Thalib hidup dalam keadaan pas-pasan, dibuktikan dengan keikutsertaan Ali bin Abi Thalib ketika Nabi menikah dengan Khadijah.

Muhammad sebagai utusan

Keberkahan hidup Muhammad semakin bersinar ketika diangkat sebagai Nabi dan Rasul. Namun keberkahan itu tidak membuat bangsa Quraisy mendapatkan hidayah. Hal itu didasarkan adanya penolakan dan perlawanan hampir seluruh pemuka Quraisy.

Alih-alih mendapat hidayah, para pembesar Quraisy merasa iri dan ingin menghilangkan nyawa Nabi Muhammad. Abu Jahal dan Abu Lahab demikian gigih dan secara sistematis-terstruktur menghadang dakwah keturunan Bani Hasyim itu.

Perlawanan itu tidak bisa meredam skenario Allah, sehingga kenabian Muhammad mengalami perkembangan yang sangat pesat membalikkan hati para pembesar Quraisy hingga membuat Jazirah Arab tunduk dan takluk di bawah kekuasaan sang nabi akhir zaman.

Kejayaan pun terwujud dengan berdatangannya para penduduk Makkah dan semenanjung Arab. Mereka benar-benar mengambil apa yang disampaikan Nabi Muhammad dan menjauhi apa yang dilarangnya. Hal ini berdasarkan apa yang difirmankan Allah sebagai berikut:

   ۗ وَمَاۤ اٰتٰٮكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهٰٮكُمْ عَنْهُ فَا نْتَهُوْا ۚ وَا تَّقُوا اللّٰهَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَا بِ

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya.” (Q.S. Al-Hasyr: 7).

Quraisy menjadi bangsa yang diperhitungkan setelah menundukkan hatinya di bawah petunjuk yang dibawa Nabi Muhammad. Ucapan dan perkataan mereka tidak berani melebihi apa yang disuarakan Al-Qur’an. Artinya hati-hati mereka benar-benar terpesona dengan apa yang disampaikan Nabi Muhammad. Hal ini tergambar dari firman Allah yang berbunyi:

يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَرْفَعُوْۤا اَصْوَا تَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوْا لَهٗ بِا لْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ اَنْ تَحْبَطَ اَعْمَا لُكُمْ وَاَ نْـتُمْ لَا تَشْعُرُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap yang lain, nanti (pahala) segala amalmu bisa terhapus sedangkan kamu tidak menyadari.” (Q.S. Al-Hujurat: 2).

Ketika hati mereka benar-benar tunduk dan patuh pada Al-Qur’an, maka dosa-dosanya terhapus, sehingga derajat mereka terangkat hingga kewibawaannya muncul. Ketika kewibawaan tampil, maka Allah memudahkan untuk menggenggam dunia.

Ketika mereka memperlakukan Nabi Muhammad secara mulia dan memenuhi seluruh panggilan dan perintahnya. Mereka tak berani melanggar perintah-Nya, sehingga Allah pun menghilangkan cobaan serta membebaskan dari cengkeraman dan kekuasaan bangsa lain. Hal ini berdasarkan pada firman Allah sebagai berikut:

لَا تَجْعَلُوْا دُعَآءَ الرَّسُوْلِ بَيْنَكُمْ كَدُعَآءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا ۗ قَدْ يَعْلَمُ اللّٰهُ الَّذِيْنَ يَتَسَلَّلُوْنَ مِنْكُمْ لِوَا ذًا ۚ فَلْيَحْذَرِ الَّذِيْنَ يُخَا لِفُوْنَ عَنْ اَمْرِهٖۤ اَنْ تُصِيْبَهُمْ فِتْنَةٌ اَوْ يُصِيْبَهُمْ عَذَا بٌ اَ لِيْمٌ

“Janganlah kamu jadikan panggilan rasul (Muhammad) di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain). Sungguh, Allah mengetahui orang-orang yang keluar (secara) sembunyi-sembunyi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah rasul-Nya takut akan mendapat cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (Q.S. An-Nur: 63).

Ketika hati dan kepentingan tunduk pada aturan Allah, maka Allah pun membebaskan dari berbagai himpitan dan cobaan. Dengan kata lain, lapang dada dalam menerima perintah Allah, maka Allah akan memuliakan suatu kaum. Sebaliknya ketika ingkar dan melawan aturan-Nya, sama artinya mengundang musibah.

Surabaya, 23 Januari 2023

Dr. Slamet Muliono R.
Dosen Prodi Pemikiran Politik Islam
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
UIN Sunan Ampel Surabaya

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment