Suaramuslim.net – Ombudsman Republik Indonesia melakulan kajian cepat (Rapid Assessment) tentang tata kelola zakat di Indonesia. Berdasarkan kajian ini, Ombudsman menemukan adanya potensi conflict of interest Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) memiliki fungsi ganda yakni sebagai regulator sekaligus operator dalam pelaksanaan tata kelola zakat.
Anggota Ombudsman RI, Ahmad Suaedy mengatakan, sebagai operator, Baznas dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) memiliki kedudukan yang sama. Namun dalam proses perizinan operasional LAZ, Kementerian Agama mempersyarakatkan adanya rekomendasi dari Baznas.
“Hal ini berpotensi conflict of interest dan menimbulkan ketidaknyamanan serta ketidakpastian pelayanan yang berakibat tidak jelasnya status operasional beberapa LAZ,” ujarnya, Jumat (5/2/2021) di Jakarta.
Sebelumnya, pada Rabu, 3 Februari 2021 telah dilaksanakan penyampaian hasil Rapid Assesment tentang Tata Kelola Zakat di Indonesia oleh Anggota Ombudsman RI, Ahmad Suaedy kepada Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama, Prof. KH. Kamaruddin Amin, Ph.D dan Ketua BAZNAS, Prof. Dr. KH. Noor Achmad, MA.
Ombudsman juga menemukan bahwa kewajiban bagi LAZ untuk menyampaikan laporan berkala kepada BAZNAS dan Kementerian Agama terkesan membebani LAZ karena menyampaikan laporan kepada dua lembaga. Sedangkan BAZNAS merupakan lembaga dependen dari Kementerian Agama.
“Padahal secara yuridis, fungsi pembinaan dan pengawasan dilakukan oleh Kementerian Agama, sebagai institusi yang memberikan izin kepada LAZ,” imbuh Suaedy.
Selain itu, Ombudsman menilai Kementerian Agama belum optimal dalam melaksanakan fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap BAZNAS baik di tingkat pusat dan daerah serta LAZ.
Suaedy menambahkan, LAZ yang dijalankan secara tradisional dan komunitas tersebut mayoritas belum mempunyai izin, sehingga berdampak kepada tidak dapat dilakukannya pembinaan dan pengawasan secara administratif oleh Kementerian Agama.
Berdasarkan hasil kajian tersebut, Ombudsman RI menyampaikan sejumlah saran perbaikan kepada Menteri Agama.
“Saran perbaikan bagi Menteri Agama adalah untuk dilakukan pengaturan tentang perizinan bagi LAZ dengan sistem satu pintu serta terintegrasi termasuk dalam proses rekomendasi BAZNAS,” ujar Suaedy.
Ombudsman menyarankan agar perlu penyiapan mekanisme akreditasi bagi LAZ yang dilakukan oleh lembaga akreditasi mandiri di luar BAZNAS.
Tak hanya itu, Suaedy mengatakan Kementerian Agama bersama BAZNAS perlu secara khusus melakukan pendataan dan memberi pendampingan kepada LAZ tradisional dan komunitas yang belum memiliki izin hingga memenuhi persyaratan untuk diberikan izin yang ditentukan oleh Kementerian Agama.
Kepada Ketua Baznas, Ombudsman memberikan saran perbaikan yakni agar memberikan perhatian dan afirmasi terhadap LAZ tradisional atau komunitas dengan dilakukan bimbingan dalam hal tata kelola zakat agar semakin berkembang dalam manajemen dan SDM.
Selain itu, Ombudsman meminta agar Baznas dapat memproses terhadap setiap permohonan rekomendasi izin LAZ dan membentuk UPZ dengan memperhatikan pasal 16 ayat (1) Undang Undang Nomor 23 Tahun 2011, termasuk rekomendasi bagi LAZ yang berafiliasi dengan karyawan perusahaan dan atau badan swasta lainnya.
“Terakhir, Baznas perlu membuat komitmen dalam pelayanan permohonan rekomendasi untuk LAZ sesuai peraturan yang berlaku dalam aspek kesesuaian waktu, kepastian hukum, transparansi dan imparsial,” tutup Suaedy.