SURABAYA (Suaramuslim.net) – Di masa pandemi seperti, peran media sosial masjid sangat penting untuk mengedukasi umat. Sebab masjid memiliki komunitas dan mempunyai pengaruh. Tugas dewan kemakmuran masjid (DKM) adalah mengemas pesan dengan informasi yang tidak hanya sekadar informasi yang baik, tetapi juga bermanfaat.
Menjembatani kebutuhan umat dan DKM, Suara Muslim Radio Network mengadakan pelatihan pengelolaan media sosial masjid bertemakan “Optimalisasi Media Sosial dan Konten Digital Untuk Masjid dan Lembaga Islam,” pada Ahad (28/6) menghadirkan pakar digital marketing Boy Hamidy dan diikuti DKM dari berbagai daerah di Indonesia.
Plt. Station Director Suara Muslim, Fajar Arifianto mengatakan, di tengah pandemi Suara Muslim memegang fungsi edukasi dan informasi yang solutif, tidak membuat orang cemas, tetapi membuat orang berpikir rasional.
“Kita jangan terlalu cemas, terlalu berani juga jangan. Sehingga pada posisi itulah media menjadi penting,” katanya.
Media-media sosial yang dikelola masjid, imbuh Fajar, diharapkan bisa memanfaatkan fungsi medianya dengan baik. Kita tahu masjid adalah pusat peradaban umat dan sebenarnya masjid juga bisa menjadi pusat konten, mungkin dari ibadah harian, kajian, dan kegiatan-kegiatan lain, itu semua bisa dijadikan konten.
Apa itu konten?
Boy Hamidy menyebut konten itu adalah sesuatu yang bisa dibagikan kepada masyarakat. Dengan media sosial, ucapnya, kita bisa memperluas layanan masjid. Saat ini eranya digital marketing. Semuanya via digital, terlebih di masa pandemi seperti saat ini.
Mengapa harus media sosial?
Sebagai pelayan dakwah dan pendidikan yang relevan saat kondisi seperti ini. Contoh, masjid mempunyai kegiatan rutin yaitu ibadah, kajian, dan lain-lain. Ini semua merupakan sumber konten. Kita bisa menggunakan Facebook, Whatsapp, dan Instagram lalu kita bagikan kepada jemaah. Apalagi jemaah masjid sekarang sudah aktif di media sosial.
“Dengan konten digital dan media sosial, saat bertemu masyarakat dan jemaah masjid bisa jadi 24 jam. Jadi masjid benar-benar menjadi pusat konten. Bayangkan kalau seluruh masjid di Indonesia media sosialnya lumayan baik, akan banyak sekali konten positif yang dapat beredar di masyarakat,” jelasnya.
Pengaruhnya sangat luar biasa terhadap peradaban. Meskipun tidak langsung berlangganan media sosial masjid tetapi materi-materi edukasinya akan sampai kepada mereka dengan cara apapun, termasuk yang bukan jemaah masjid, entah itu sharing Whatsapp, Facebook, dan Instagram.
Ini menjadi peluang untuk menguasai, mendominasi peradaban dan menjadi pintu hidayah di masyarakat Indonesia. Dengan pola ini meskipun mereka tidak datang ke masjid, mereka tetap mendapatkan pesan kebaikan. Dengan masjid tak ada lagi sekat, bisa masuk kapan pun dan di manapun di masyarakat.
Boy menjelaskan tim pengelola konten harus ada di setiap masjid. Setiap masjid harus punya perangkat ini. Media sosial bisa menjadi peluang dakwah karena kita mempunyai kewajiban untuk menjaga umat.
“Saat ini di Indonesia ada 772 juta pengguna media sosial. Setiap tahun pengguna media sosial kita bertambah 12 juta, pengguna internet bertambah 25 juta, pengguna mobile bertambah 15 juta. Kalau kita tidak mengikuti ini, kita akan kehilangan relevansi. Masjid dan DKM bisa menjadi makhluk asing,” ucapnya.
Masjid sebagai pusat peradaban dan menjadi pusat konten umat Islam, pengurus masjid harus membuat tim khusus yang memiliki konten digital. Kalau tidak bisa mungkin bisa kolaborasi antar masjid sekecamatan. Jadi tim media sosialnya cukup satu saja dari semua masjid itu.
Media sosial yang paling banyak digunakan di Indonesia pertama adalah Youtube, kemudian Whatsapp, Facebook, Instagram, dan Twitter. Jadi kalau bisa semua masjid punya tiga media sosial ini, Whatsapp, Facebook, Instagram.
Media sosial ini biasanya sifatnya receh. Anak-anak muda paling bisa membuat konten-konten seperti ini. Membuat konten yang tidak terlalu serius tapi manfaatnya dapat, edukasinya dapat. Jadi konten masjid disesuaikan dengan kebutuhan masjid.
Inilah karakteristik media sosial. Sebagai pengurus masjid dan pengurus media sosial, mereka menganggap itu hiburan. Media sosial saat ini sudah menjadi lifestyle buat kalangan muda.
Bentuk kontennya apa saja?
Untuk bentuk konten bisa berupa teks, grafis, video, atau audio. Ini tugasnya tim produksi.
“Kita bisa membentuk tim khusus produksi konten ini. Untuk fasilitasnya bisa video recording dan komputer. Kalau Facebook dan Instagram bisa menggunakan foto-foto dan video. Kontennya harus relevan, unik, dan paling terbaru,” papar Boy.
Apalagi jika kontennya viral, bisa menjadi amal jariyah dan ladang dakwah untuk masyarakat.
Perlukah membuat website?
Tidak semua masjid perlu membuat website. Menurut Boy Hamidy, cukup media sosial biasa saja. Karena kalau website membuatnya agak susah. Mulai saja dari Facebook, Youtube, Instagram, dan Whatsapp. Ini adalah fastabiqul khairat. Usaha berlomba-lomba dalam kebaikan.
“Dimulai saja dengan menciptakan konten yang baik. Jangan sampai tertinggal. Ini perjuangan. Sekarang kanal dakwah bukan lagi sekadar mimbar atau ruang pengajian di masjid saja, tapi bisa meluas ke media sosial,” ujarnya.
Memang yang sulit adalah saat memulai. Yang bisa dilakukan terlebih dahulu yaitu kesepahaman seluruh pengurus bahwa masjid perlu media sosial. Media sosial itu sarana dakwah yang bisa mengintensifkan dan memperluas jangkauan dakwah dari masjid.
Masjid perlu tim produksi dari anak-anak muda atau remaja masjid atau kalau perlu dibayar seperti marbot.
“Cari anak-anak muda masjid yang bisa memproduksi konten dan mengoperasikan media sosial. Cukup satu saja dulu. Jika semakin banyak yang tertarik dengan konten masjid, kita bisa menambah orang untuk dijadikan tim. Biasanya terdiri dari desain grafis, video, dan teks,” saran Boy.
“Insya Allah kalau sudah berjalan lancar, dakwah juga lancar. Kalau dakwah lancar insya Allah sumber rezekinya langsung dari Allah selama ikhlas dan tujuannya memakmurkan masjid secara digital,” tutupnya.
Reporter: Chamdika Alifa
Editor: Muhammad Nashir
Copyright@suaramuslim.net