Parlemen Austria Setujui Larangan Jilbab di Sekolah Dasar

Parlemen Austria Setujui Larangan Jilbab di Sekolah Dasar

Siswi sekolah dasar saat menggunakan jilbab, foto: Dok. Istimewa

WINA (Suaramuslim.net) – Anggota parlemen Austria menyetujui undang-undang yang melarang jilbab di sekolah dasar. Menurut mereka, jilbab untuk anak perempuan merupakan bentuk pengekangan kebebasan.

Larangan jilbab untuk anak prasekolah sudah diberlakukan. Undang-undang terbaru kini menyasar anak usia enam hingga 10 tahun.

Dilansir The Guardian, Kamis (16/5), peraturan tersebut pertama kali diusulkan oleh partai pemerintah dari kelompok sayap kanan yang berkuasa, Austrian People’s Party (OeVP) dan partai sayap kanan Freedom Party of Austria (FPOe). Mereka menegaskan peraturan ini dikhusukan untuk umat Islam yang memakai hijab.

Untuk menghindari tuduhan undang-undang ini mendiskriminasi umat Islam, maka jilbab ditulis sebagai pakaian yang dipengaruhi secara ideologis atau agama yang dikaitkan dengan penutup kepala. Juru bicara pendidikan FPOe, Wendelin Moelzer mengatakan undang-undang itu adalah sinyal terhadap Islam politik.

Anggota parlemen dari OeVP, Rudolf Taschner mengatakan langkah itu diperlukan untuk membebaskan anak perempuan dari ‘penindasan’. Namun, pemerintah mengatakan undang-undang tersebut tidak berlaku untuk penutup kepala patka yang dikenakan anak laki-laki Sikh atau kippa Yahudi.

Organisasi komunitas Muslim resmi Austria, IGGOe sebelumnya mengutuk rancangan undang-undang tersebut dan menyebutnya sebagai tindakan tak tahu malu dan taktik pengalihan. IGGOe mengatakan aturan ini tidak akan berpengaruh besar kepada anak perempuan Muslim di Austria.

Hampir semua anggota parlemen oposisi menentang langkah tersebut. Beberapa menuduh pemerintah berfokus pada mengumpulkan berita utama yang positif daripada kesejahteraan anak.

Pemerintah mengakui undang-undang tersebut kemungkinan akan ditentang di pengadilan konstitusi Austria, baik dengan alasan diskriminasi agama atau karena undang-undang serupa yang mempengaruhi sekolah haruslah disetujui mayoritas dua pertiga anggota parlemen jika ingin disahkan.

Sumber: The Guardian
Editor: Muhammad Nashir

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment