JAKARTA (Suaramuslim.net) – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Said Aqil Siroj mengecam keras atas eksekusi mati yang dilakukan Pemerintah Arab Saudi terhadap tenaga kerja wanita (TKW) asal Indonesia, Tuti Tursilawati.
Tidak adanya notifikasi dan juga pemberitahuan resmi kepada pihak Perwakilan RI di Arab Saudi juga menjadi persoalan yang menurut Said Aqil harus disikapi dengan tegas dan serius.
Ia berpendapat bahwa situasi tersebut menunjukkan kepada dunia internasional tentang adanya ketertutupan informasi terkait berbagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di negara yang dipimpin Bani Saud itu.
“Ada ketidaktransparansian. Ada yang ditutup-tutupi. Inilah yang harus diungkapkan,” ujar Kiai Said seperti keterangan pers yang diterima Suaramuslimdotnet (31/10).
Dalam pandangannya, Pemerintah Indonesia harus segera mengambil langkah-langkah strategis diplomasi guna melancarkan protes keras atas sikap Pemerintah Saudi.
Lebih lanjut Kiai Said menilai bahwa sikap Saudi dari dulu tetap tidak berubah secara signifikan dalam konteks penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kepatuhan pada tata krama diplomasi internasional.
“Kami berduka dan menyampaikan bela sungkawa yang mendalam kepada keluarga korban. Namun yang tidak kalah penting adalah bagaimana kita menyikapi persoalan ini. Ini persoalan yang sangat serius,” tegas Kiai Said.
Terkait upaya penyikapan terhadap peristiwa tersebut, Kiai Said menjelaskan PBNU akan mendorong dan mendukung pemerintah untuk mencari jalan keluar terbaik bagi persoalan ini.
“Ya, kami akan komunikasi dengan pemerintah,” imbuhnya.
Tuti Tursilawati merupakan tenaga kerja Indonesia asal Desa Cikeusik, Majalengka, Jawa Barat. Tuti divonis mati oleh pengadilan di Arab Saudi pada Juni 2011 dengan tuduhan membunuh majikannya.
Nisma Abdullah, dari Serikat Buruh Migran Indonesia yang mendampingi kasus itu sejak awal mengatakan, pembunuhan itu tak disengaja lantaran Tuti membela diri dari upaya pemerkosaan majikannya. Selama bekerja di rumah majikan itu, menurut Nisma, Tuty kerap mendapat pelecehan seksual hingga pemerkosaan
Reporter: Teguh Imami
Editor: Muhammad Nashir