Suaramuslim.net – Saat ini, memang tak mudah posisi yang dialami PDIP. Saat mengusulkan RUU HIP, hampir semua fraksi mendukung. Setelah Maklumat MUI menolak RUU HIP, fraksi-fraksi itu balik badan. Meninggalkan PDIP sendirian.
Tak hanya sampai di situ. Karena dianggap menjadi inisiator RUU HIP, oleh banyak pihak PDIP dikecam telah berupaya mengusung komunisme. Terutama ketika TAPS MPRS No. 25 Tahun 1966 ditolak mentah-mentah untuk menjadi konsiderannya. Justru yang muncul adalah Trisila dan Ekasila mirip visi dan misi PDIP.
PDIP coba menjelaskan, tapi tak didengar. Ratusan kader PDIP turun ke jalan dan teriak: kami PDIP, kami bukan PKI. Tak ngaruh juga. Malah di medsos beredar video. (perlu dicek validitas video itu). Sejumlah orang di video itu memakai kaos dan atribut PDIP mengaku butuh PKI.
“Aku PDIPerjuangan. Aku butuh PKI. HTI juancuk. Khilafah….” Kalau gak keliru, itu penggalan kata-kata di video yang beredar itu. Tentu, ucapan di video itu tak bisa disimpulkan telah mewakili partai. Tapi, beredarnya video itu telah makin memojokkan posisi PDIP.
Sejumlah langkah yang dianggap berbau ancaman dari PDIP, justru kenyataannya malah menambah gelombang massa yang makin besar. Siap melakukan perlawanan.
Hidup mulia atau mati syahid. Kalimat ini sudah keluar dari pimpinan MUI. Dalam Islam, ini mantra jihad yang dapat memengaruhi psikologi umat Islam untuk siaga mengambil segala risiko. PDIP perlu memahami mantra ini, sehingga bisa bersikap dan bertindak lebih tepat dan bijak.
Tak mudah memang. Balas gertak dan demo, justru membangkitkan kemarahan umat yang selama ini merasa terzalimi dan dipojokkan. RUU HIP telah jadi momentum konsolidasi umat yang sangat efektif.
Sadar dizalimi, lalu mengadakan konsolidasi, ini akan mematangkan situasi. Tidakkah ini teori dari Marx sendiri? Bapak dan sekaligus suhu komunisme yang paling berpengaruh.
Bagi PDIP, diam tak akan mengubah apa-apa. Mundur dan batalkan RUU HIP, akan berdampak pada pertama, PDIP kehilangan muka. Partai pemenang dengan jumlah kader jutaan dan sekaligus pengusung penguasa dua periode ini harus menerima tekanan dari pihak luar.
Kedua, mengalah dan membatalkan RUU HIP, berarti menerima proses pengusutan terhadap orang-orang yang terlibat dalam menginisiasi dan menyusun draft RUU HIP. Pengusutan adalah satu di antara tuntutan yang sangat kuat diajukan oleh MUI maupun ormas-ormas Islam.
Boleh jadi dalam pengusutan ada kader PDIP yang tersangkut namanya. Sementara, PDIP dikenal paling gigih melindungi para kader dalam menghadapi berbagai masalah. Ingat kasus e-KTP yang dalam persidangan menyebut sejumlah nama kader PDIP, dan gagalnya penggeledahan KPK ke kantor partai kepala banteng ini. Faktor inilah yang mambuat soliditas dan militansi para kader PDIP sangat kuat. Selain PKS, tak ada kader yang lebih solid dan militan seperti PDIP.
Jika PDIP tetap bahas RUU HIP dan melakukan perlawanan, situasi di negeri ini bisa gak kondusif. Dan ini tak hanya merugikan bangsa, tapi petaka boleh jadi juga akan dirasakan oleh PDIP itu sendiri. Semuanya akan rugi.
Jauh lebih bijak PDIP legowo untuk hentikan pembahasan RUU HIP. Tak berarti kalah. Sebab kalah menang akan ditentukan pada pemilu, baik pilkada, pileg maupun pilpres. Kita akan lihat pilkada 2020 ini. Apakah calon-calon yang diusung PDIP terkena imbas RUU HIP?
Mari kita semua berkomitmen menyerahkan pada proses hukum. Sebagai partai besar, PDIP mestinya mampu memberikan keteladanan terhadap penegakan hukum di Indonesia. Biarlah pengusutan terhadap para oknum di balik RUU HIP berjalan sesuai hukum yang berlaku. Ada UU No. 27 Tahun 1999 yang bisa jadi dasar. Terutama pasal 107.
Toh di dalam proses penyelidikan, penyidikan dan di persidangan belum tentu ada putusan bersalah. Tetap saat ini harus mengacu pada prinsip praduga
tak bersalah.
Begitu juga terkait pembakar bendera PDIP. Jika memang ada pasal-pasal KUHP yang cukup kuat untuk mengusut, biarlah proses hukum yang akan berjalan.
Sebagai negara hukum, berikan kewenangan pihak yang berwajib untuk bekerja profesional dan independen. Jangan lagi ada intervensi politik kepada para penegak hukum. Sebab, ini justru akan jadi bumerang. Karena selama ini, kepercayaan umat kepada penegakan hukum sudah sangat rendah sekali. Kasus RUU HIP diharapkan mampu mengembalikan kepercayaan umat terhadap penegakan hukum di Indonesia.
Jakarta, 29 Juni 2020
Tony Rosyid
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa