Pembatal dan Hal-Hal Mubah bagi Orang yang Beriktikaf

Pembatal dan Hal-Hal Mubah bagi Orang yang Beriktikaf

Pembatal dan Hal-Hal Mubah bagi Orang yang Beritikaf
Ilustrasi menghidupkan malam-malam ramadhan dengan itikaf di masjid. (Ils: Henrik Abonyi/Dribbble)

Suaramuslim.net – Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beriktikaf demi meningkatkan ibadah kepada Allah, karena inilah hari-hari yang paling utama di bulan Ramadhan. Terutama waktu malamnya, lebih utama lagi pada Lailatul Qadar yang lebih baik dari 1000 bulan. Namun, ada beberapa hal yang mubah dilakukan saat iktikaf. Berikut di antaranya:

1. Keluar masjid untuk menunaikan hajat 

Keluar masjid untuk menunaikan hajat yang mesti dilakukan, baik secara tabiat maupun syari’at, seperti:

Keluar untuk buang hajat, makan dan minum apabila tidak tersedia di masjid, berwudhu atau mandi wajib, shalat Jumat, bersaksi jika diwajibkan atasnya, khawatir ‘fitnah’ yang mengancam diri, keluarga, anak atau harta serta keluar untuk melakukan sesuatu yang wajib atau meninggalkan yang haram.

Tidak batal iktikaf seseorang apabila keluarnya karena alasan-alasan di atas, dan hendaklah segera kembali ke masjid apabila hajat telah selesai. Ummul Mukminin Aisyah berkata,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، إِذَا اعْتَكَفَ، يُدْنِي إِلَيَّ رَأْسَهُ فَأُرَجِّلُهُ، وَكَانَ لَا يَدْخُلُ الْبَيْتَ إِلَّا لِحَاجَةِ الْإِنْسَانِ

“Dahulu Nabi apabila beriktikaf, beliau mendekatkan kepalanya kepadaku (tanpa keluar dari masjid) dan aku menyisir rambut beliau, dan beliau tidak masuk ke rumah kecuali karena hajat sebagai manusia”. (HR Al-Bukhari dan Muslim)

2. Masjid atau kemah kecil untuk iktikaf

Boleh melazimi satu tempat di masjid untuk beriktikaf dan boleh membuat kemah kecil untuk beriktikaf di dalamnya. Ummul Mukminin Aisyah berkata,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَعْتَكِفُ فِي العَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ، فَكُنْتُ أَضْرِبُ لَهُ خِبَاءً فَيُصَلِّي الصُّبْحَ ثُمَّ يَدْخُلُهُ

“Dahulu Nabi beriktikaf di sepuluh hari terakhir Ramadhan, maka aku membuatkan untuk beliau sebuah kemah, beliau shalat Shubuh kemudian masuk ke dalamnya”. (HR Al-Bukhari dan Muslim)

3. Boleh dikunjungi dan berbicara

Boleh dikunjungi keluarga dan berbicara dengan mereka serta mengantar kembali pulang apabila dibutuhkan, sebagaimana dalam hadis Ummul Mukminin Shafiyyah radhiyallahu ’anha,

أَنَّهَا جَاءَتْ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَزُورُهُ فِي اعْتِكَافِهِ فِي المَسْجِدِ فِي العَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ، فَتَحَدَّثَتْ عِنْدَهُ سَاعَةً، ثُمَّ قَامَتْ تَنْقَلِبُ، فَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَعَهَا يَقْلِبُهَا

“Bahwasanya beliau mengunjungi Rasulullah ketika sedang beriktikaf di masjid pada sepuluh hari terakhir Ramadhan, maka beliau berbicara bersama Rasulullah beberapa saat, kemudian bangkit untuk kembali pulang, maka Nabi shallallahu ’alayhi wa sallam pun bangkit bersamanya untuk mengantarnya”. (HR Al-Bukhari dan Muslim)

4. Boleh makan dan minum

Boleh makan dan minum di masjid dengan tetap menjaga kebersihan. Sahabat yang mulia Abdullah bin Al-Harits bin Jaz’in Az-Zubaidi berkata,

كُنَّا نَأْكُلُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَسْجِدِ الْخُبْزَ وَاللَّحْمَ

“Dahulu kami makan roti dan daging pada masa Rasulullah, di masjid”. (HR Ibnu Majah, Shahih Ibni Majah, 3/126)

Pembatal-pembatal Iktikaf

1) Keluar masjid dengan sengaja tanpa keperluan

2) Berhubungan suami istri

3) Murtad, keluar dari Islam. Murtad membatalkan iktikaf, bahkan menghapus seluruh ibadah yang telah dikerjakan dan menghalangi diterimanya ibadah yang akan dikerjakan.

*Disadur dari Kitab Madrasah Ramadlan karya Ust. Sofyan Chalid Ruray

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment