Pemilih rasional, emosional dan irrasional

Pemilih rasional, emosional dan irrasional

Pemilu yang Memilukan
Ilustrasi kotak suara.

Suaramuslim.net – James S. Coleman adalah seorang teoritikus Sosiologi abad modern. Lahir di Bedford Indiana Amerika (1926) dan meninggal juga di Amerika (1995). Beliau terkenal dengan teori Pilihan Rasional atau Rational Choice.

Tentu di belahan manapun di dunia ini para Sosiolog tidak terlepas dari pengaruh seorang yang bernama Max Weber, dedengkot Sosiologi kelahiran Jerman (1852) yang kemudian berwarganegara Belanda dan wafat di sana (1937). Demikian juga kuat pengaruh itu bagi Coleman.

Teori Pilihan Rasional memperoleh akarnya dari Teori Rasionalisasi Weberian. Konsep Weber tentang modernisasi diterangkan sebagai proses rasionalisasi. Demokrasi misalnya sebagai sistem politik modern adalah hasil pikiran rasional, hasil pikiran akal sehat.

Apakah dikotomi atau katakanlah ‘lawan’ dari suatu pilihan rasional? Ternyata tidak ada! Di kamus mungkin bisa kita temui istilah irasional. Namun, di teori Sosiologi tidak dikenal yang namanya ‘Irrational Choice’ sebagai lawan kata bagi Rational Choice.

Apa sebab? Karena individu yang normal atau masyarakat yang normal tidak mungkin irrasional. Hewan saja sesungguhnya tidak ada yang bersifat irrasional. Insting mereka dipandu oleh mekanisme rasional untuk mempertahankan diri dari sistem alam kehewanannya.

Tindakan seekor kucing jantan yang membunuh bayi kucing, meskipun bayi kucing itu adalah hasil perbuatannya, adalah tindakan yang rasional untuk mempertahankan hubungan sosialnya dengan sang induk.

Di kehidupan sosial manusia, perilaku politik itu adalah pilihan rasional. Jadi, mestinya apa yang mendorong tindakan politik seseorang adalah pilihan yang rasional atau pilihan yang logis, atau pilihan akal sehat.

Oleh sebab tidak ada lawan kata untuk rasional bagi manusia normal dan masyarakat normal, maka jika seseorang individu atau masyarakat melakukan tindakan yang tidak rasional atau irasional, atau tidak logis, atau melawan akal sehat, tidak lain individu ini atau masyarakat ini sedang tidak normal, atau berperilaku menyimpang.

Sekarang kita masuk ke dunia fenomena politik bangsa kita. Indonesia sedang memasuki tahap politik pemilihan umum, khususnya Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Oleh karena ini menyangkut sikap dan perilaku pilih memilih pemimpin negara, hendaklah seharusnya pilihan kita itu didasari oleh pilihan yang rasional.

Jika kita tidak berlandaskan pada pilihan rasional, berarti secara teoretis kita bersikap irasional, tidak berakal sehat, tidak normal, atau  mungkin sikap dan perilaku kita menyimpang.

Gejala pilih memilih Presiden dan Wakilnya ini berulang kali telah menunjukkan keanehan. Kecenderungan memilih calon presiden umumnya bagi masyarakat kita, jika tidak mau disebut irasional pastilah emosional.

Bangsa kita ini mudah dininabobokkan oleh emosi pribadi yang bersifat subyektif ketimbang obyektif. Kebanyakan kita jika menyukai calon presiden bagaikan menyukai calon istri atau suami.

Cinta di ranah privat atau pribadi dicurahkan sepenuhnya ke ranah politik. Ini sikap yang berbahaya. Sebenarnya ini bukan tindakan yang irasional, tetapi tindakan yang emosional. Tindakan yang emosional ini jelas juga bukan tindakan yang rasional.

Anda haruslah pandai membedakan suka atau cinta kepada istri atau suami, dengan suka atau cinta kepada calon Presiden yang anda akan pilih.

Calon Presiden itu bukan calon suamimu, atau yang akan jadi iparmu, atau akan jadi pamanmu kelak. Bukan, ia hanya akan jadi pemimpin sementara saja, lima atau sepuluh tahun saja. Setelah itu kita tidak tahu ia jadi apa dan mungkin putus sama sekali hubungan dengan kita.

Buanglah emosi yang berlebihan hai rakyat pemilih. Berpikirlah rasional jangan emosional apalagi irasional. Jika pilihanmu rasional, hasilnya pastilah sesuai dengan cita-cita bangsa yang normal.

Prof. Dr. Bustami Rahman
KAHMI Jember, Mantan Rektor Univ. Bangka Belitung

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment