Suaramuslim.net – Surat berikut dinamai Al Falaq karena kata tersebut terdapat dalam ayat pertama, yang bermakna waktu subuh atau makhluk.
Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh (1). Dari kejahatan makhluk-Nya (2). Dan dari kejahatan malam apabila Telah gelap gulita (3). Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul (4) [a] Dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki (5)”
[a] Biasanya tukang-tukang sihir dalam melakukan sihirnya membuat buhul-buhul dari tali lalu membacakan jampi-jampi dengan menghembus-hembuskan nafasnya ke buhul tersebut.
Surat Al-Falaq merupakan salah satu surat Al Mu’awwidzaat (surat-surat perlindungan, yakni Al Ikhlash, Al Falaq dan An Naas), atau Al Mu’awwidzatain (dua surat perlindungan, yakni Al Falaq dan An Naas), dimana Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan dan memberi arahan kepada orang-orang yang beriman agar senantiasa memohon penjagaan dan perlindungan kepada-Nya dari segala kejahatan dan keburukan, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi, yang diketahui ataupun yang tidak diketahui, secara umum dan global ataupun secara khusus.
Urgensi Isti’adzah
Perlu diketahui bahwa, doa permohonan kita kepada Allah secara umum dibagi menjadi tiga: isti’anah (permohonan pertolongan), isti’adzah (permohonan perlindungan), dan istighatsah (permohonan keselamatan).
Isti’anah adalah doa permohonan kepada Allah agar menolong dan memberikan kepada kita hal-hal baik dan syar’i yang kita inginkan. Isti’adzah adalah doa permohonan kepada Allah agar melindungi kita, dan menjauhkan serta menghindarkan kita dari hal-hal buruk atau bahaya-bahaya yang bisa dan mungkin menimpa diri kita.
Sedangkan istighatsah adalah doa permohonan kepada Allah Ta’ala agar melepaskan, membebaskan dan menyelamatkan kita dari hal-hal buruk atau bahaya-bahaya yang telah atau sedang terjadi dan menimpa.
Ketiga bentuk doa permohonan tersebut hanya boleh kita tujukan kepada Allah semata, dan tidak kepada selain-Nya. Karena doa adalah ibadah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Doa adalah ibadah” (HR. Muslim).
Sementara itu setiap ibadah hanya sah dan dibenarkan jika kita tujukan kepada Allah saja, sebagai bukti dan wujud kemurnian tauhid dan keikhlasan iman kita kepada-Nya.
Isti’adzah sebagai salah satu bentuk permohonan kita kepada Allah, merupakan ekspresi sikap dasar kita dalam menghadapi berbagai potensi keburukan dan kejahatan. Ini berarti setiap kali kita mendapati kemungkinan ditimpa keburukan atau kejahatan dari manapun asal dan sumbernya, kita hendaknya segera berlindung diri kepada Allah Yang Maha Melindungi, disetai sikap dan tindakan menghindar serta menjauh darinya atau menjauhkannya dari diri kita.
Hal itu sebagai bukti kesungguhan dan keseriusan kita dalam berdoa dan ber-isti’adzah, dimana kesungguhan dan keseriusan adalah salah satu syarat terkabulnya setiap doa. Dan orang yang tidak menyertai atau mengikuti doanya dengan upaya sungguh-sungguh dan dan langkah riil yang optimal sesuai dengan isi dan tujuan doanya, adalah orang yang tidak bersungguh-sungguh dan tidak serius dalam berdoa.
Sehingga dengan demikian, berdasarkan kaidah dan konsep isti’adzah tersebut, tidak dibenarkan misalnya kita berada dekat-dekat dengan setiap sumber, tempat dan situasi bahaya, keburukan dan kejahatan yang bisa dan mungkin membahayakan diri kita. Lebih-lebih lagi jangan sampai misalnya kita malah menantang-nantang bahaya atau bahkan mencari-cari sumber keburukan dan kejahatan! Ini selaras dengan himbauan dan arahan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya (yang artinya):
“Janganlah kalian mengharap-harap bertemu musuh. Akan tetapi jika kalian telah benar-benar berhadapan dengannya, maka bersikaplah tegar dan sabar” (HR. Muttafaq ‘alaih).
Keutamaan Surat Al-Falaq
Banyak sekali riwayat yang menegaskan tentang keutamaan surat ini dan surat sesudahnya, antara lain riwayat dari ‘Uqbah bin Amir bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
”Tidakkah engkau tahu bahwa pada malam ini telah diturunkan ayat-ayat yang tidak ada yang membandinginya (dalam keutamaannya), yakni Qul a’udzu birabbil falaq (QS Al-Falaq) dan Qul a’udzu birabbin naas (QS. An Naas)?” (HR Muslim).
Dalam riwayat lain, dari ‘Uqbah bin Amir, beliau berkata,”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyuruhku membaca surat-surat perlindungan (Al Mu’awwidzaat: QS. Al Ikhlas, QS. Al Falaq, QS. An Naas) setiap selesai shalat”. (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Nasai).
Dan dalam riwayat yang lain lagi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyuruh ‘Uqbah bin Amir untuk membaca dua surat: QS. Al Falaq dan QS. An Naas setiap kali tidur dan setiap kali bangun (HR. Ahmad dan Nasai).
Dalam riwayat Al Baihaqi, diceritakan bahwa kedua surat tersebut diturunkan sebagai ruqyah bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saat disihir oleh seorang Yahudi yang bernama Labid bin al-A’sham dengan sebelas buhul (simpul tali), dimana setiap kali dibacakan satu demi satu ayat-ayat dari kedua surat tersebut maka terlepaslah buhul-buhul itu satu persatu. Kisah tentang disihirnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ini sendiri terdapat dalam Shahih Al-Bukhari.
Kandungan Surat
Dalam surat ini Allah memerintahkan kepada kita sebagai makhluk yang lemah (QS. An Nisaa’: 28) untuk banyak-banyak melakukan isti’adzah (permohonan perlindungan) kepada-Nya dari segala bentuk kejahatan, yang telah tercakup dalam empat jenis kejahatan yang disebutkan didalamnya. Adapun keempat jenis kejahatan tersebut adalah sebagai berikut:
Kejahatan yang bersifat global, yang timbul dari seluruh makhluk-Nya. Yang demikian ini karena setiap makhluk memiliki sisi-sisi keburukan dan kejahatan disamping sisi-sisi kebaikan dan kemanfaatan, ketika berinteraksi antara satu dengan yang lainnya.
Di sini, permohonan perlindungan kepada Allah bertujuan untuk menghindarkan diri dari sisi-sisi keburukan dan kejahatan tersebut saja, agar yang tersisa hanyalah sisi-sisi kebaikan dan kemanfaatannya. Dan Allah Sang Pencipta tentu maha mampu untuk mengatur dan mengarahkan makhluk-Nya kepada kondisi yang menampilkan kebaikannya dan menghindarkan keburukannya.
Pada ayat kedua, kita diperintahkan untuk memohon perlindungan dari keburukan dan kejahatan segenap makhluk-Nya secara global. Pada ayat-ayat berikutnya, permohonan perlindungan diarahkan kepada kejahatan-kejahatan yang lebih khusus, yang mana hal ini menunjukkan penekanan bahwa kejahatan-kejahatan khusus tersebut secara umum bersifat lebih jahat dan berbahaya, lebih lekat dengan kehidupan manusia, dan lebih sulit dihindari.
Pada ayat ketiga, Allah memerintahkan kepada kita untuk memohon perlindungan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita. Yang demikian ini karena malam itu mengandung berbagai kemungkinan timbulnya kejahatan, yang meliputi kejahatan manusia, jin dan syaithan, binatang buas, dan sebagainya.
Pada ayat keempat, Allah memerintahkan kepada kita untuk memohon perlindungan dari kejahatan para penyihir, karena sihir merupakan kejahatan yang sangat tersembunyi sehingga sulit diketahui dan dihindari.
Oleh karena itu, kita harus senantiasa dalam kondisi terjaga dari kejahatan sihir tersebut dengan cara memiliki perisai tetap. Diantara perisai itu adalah surat Al-Falaq ini, disamping doa-doa isti’adzah yang lain.
Para penyihir yang disebutkan dalam ayat ini adalah para penyihir wanita. Hal ini bukan berarti para penyihir laki-laki tidak jahat dan berbahaya, akan tetapi, sebagaimana dinyatakan oleh para ulama, secara umum sihir yang dilakukan oleh para penyihir wanita memang lebih kuat dan dahsyat.
Pada ayat terakhir, Allah memerintahkan kepada kita untuk memohon perlindungan dari kejahatan orang yang hasad (dengki), khususnya ketika sedang mendengki. Disebutkannya kejahatan dengki secara khusus dalam akhir surat ini dikarenakan dengki termasuk kejahatan yang sangat sulit untuk dihindari, disamping karena banyaknya bentuk-bentuk kejahatan yang muncul karenanya, seperti menolak kebenaran, memfitnah, kejahatan pandangan mata (al-‘ain), upaya mencelakakan orang lain, bahkan membunuh, serta kejahatan-kejahatan yang lainnya.
Akhirnya, kita bisa melihat bahwa kandungan surat ini merupakan salah satu manifestasi tauhid uluhiyah, dimana seorang mukmin harus senantiasa meminta dan berlindung hanya kepada Allah SWT semata.
Penulis: Dr. H. Miftahul Huda*
Editor: Muhammad Nashir
*Pengasuh Kajian Iman Menurut Alquran Surabaya
*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net