JAKARTA (Suaramuslim.net) – Kementerian Koordinator PMK mengungkapkan 20 provinsi di Indonesia mencatatkan persentase perkawinan di bawah usia 18 tahun masih di atas angka rata-rata nasional, yakni sebesar 11,2 persen. Tertinggi di Sulawesi Barat dengan angka 19,4 persen.
Demikian disampaikan Deputi VI Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Ghafur Akbar Dharma Putra, di Jakarta, Jumat (22/11).
“Di 20 provinsi angka perkawinan anak masih berada di atas rata-rata nasional. Berarti ini kan menyeluruh. Karenanya ini menjadi perhatian Pak Menko PMK,” katanya.
Dari data yang ada, lanjutnya, tampak perkawinan anak yang tertinggi terjadi di Sulbar dengan 19,4 persen. Di urutan kedua, terjadi di Kalimantan Tengah dengan 19,1 persen. Selanjutnya secara berurutan di Provinsi Sultra, Kalsel, Kalbar, Sulteng, NTB, Gorontalo, Sulut, Bengkulu, Babel, Sulsel, Malut, Jabar, Jatim, Jambi, Kaltara, Sumsel, Kaltim, dan Papua.
Dari fenomena tersebut, Akbar menyebutkan, ada sejumlah penyebab terjadinya praktik perkawinan anak.
Antara lain, sambung dia, dilatarbelakangi faktor ekonomi, nilai budaya, regulasi, globalisasi, dan ketidaksetaraan gender.
“Dalam hal regulasi, misalnya, pada UU tentang Perkawinan 1/1974 Pasal 7 Ayat (1) tentang batas minimum usia perkawinan, pada anak perempuan disebutkan usia 16 tahun. Aturan itu sudah tidak memadai dan diskriminatif. Bersyukur dalam beleid yang baru, sudah disamakan menjadi 19 tahun,” katanya.
Hanya saja, Akbar menegaskan, pelaksanaan UU No. 16 Tahun 2019 masih perlu peraturan lebih lanjut. Demi mendukung upaya pemerintah melakukan sosialisasi dan pembinaaan kepada masyarakat mengenai pencegahan perkawinan anak, bahaya seks bebas dan perkawinan tidak tercatat.
“Jadi semua ini dilakukan demi mempersiapkan keluarga muda untuk Indonesia unggul-Indonesia maju,” katanya.
Reporter: Ali Hasibuan
Editor: Muhammad Nashir