Suaramuslim.net – Feeling saya seandainya Persija kalah, pasti Anies akan dipanggil mendampingi Jokowi menyerahkan piala pada Persija. Harapan bagi orang-orang yang belum move on atas kekalahan Ahok-Jarot yang sangat menemukan hati pendukungnya mengharap ketika Anies turun dari tribun ke podium akan ada suara teriakan dari Jack Mania atau dari eks Ahoker cs huhuhuhuhuhu. Tapi karena Persija menang pasti Jack Mania akan teriak Anies… Anies… Anies… Anies … Dan nama Jokowi bisa tenggelam, inilah yang dikhawatirkan Maruarar Sirait, ini hanya analis saya belum tentu juga benar.
Semestinya final Piala Presiden semalam menjadi hiburan sportivitas jauh dari kognitif politik. Tapi sayangnya blunder yang dilakukan oleh Maruarar Sirait cs tidak menyebut nama Anies dan tidak meminta Anies untuk mendampingi Jokowi justru telah menggelincirkan Jokowi jauh dari kesan sportivitas dan menjauhkan Jokowi di hadapan pencita sepak bola nasional. Hanya orang-orang picik saja yang mengemas final Piala Presiden semalam untuk menjatuhkan Anies. Justru Jokowi telah dijatuhkan oleh panitia final Piala Presiden semalam. Saya yakin Jokowi tidak tahu menahu soal ini.
Jangan lagi mengulangi sejarah kelam. Ketika Megawati menjadi Presiden 2004, SBY sebagai Menkopolkam mengalami loncatan kepopuleran luar biasa. Tentu sangat mengkhawatirkan bagi Megawati sebab dia masih ingin maju kembali pilpres 2004. Untuk mengerem laju popularitas SBY maka beberapa kewenangan SBY dipreteli dan diambil alih Presiden Megawati. Akibat curhatnya SBY pada wartawan almarhum Taufik Kiemas menyebut SBY Jendral kekanak-kanakan. Puncaknya 11 Maret 2004 SBY mengundurkan diri dari kabinet Presiden Megawati. Kenyataannya meskipun Megawati berpasangan dengan Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi berhadapan dengan Pasangan SBY- JK. Suara SBY-JK 69 juta atau 60.4% sementara Megawati-Hasyim Muzadi 44,6 juta atau 39,3%. Apakah sejarah akan berulang? Mungkinkah Jokowi akan mengalami hal yang sama seperti yang pernah dialami Megawati 2004?
Berpolitik itu butuh kecerdasan spiritual karena dari sini lah politik itu diurai untuk membangun hubungan ilahiyah dan insaniyah.
Sayangnya, perpolitikan Indonesia saat ini menjauh dari kecerdasan spritual akibatnya Indonesia berada di persimpangan jalan.
Oleh: Habil Marathi