Suaramuslim.net – Pesta demokrasi 17 April 2019 telah usai digelar, perhitungan hasil suara oleh lembaga resmi (KPU) masih dalam proses. Rakyat harap-harap cemas menanti hasil finalnya. Di sisi lain ada sebagian yang mengkhawatirkan kompleksitas ekses dari pemilu terhadap kehidupan sosial, ekonomi dan keamanan mereka.
Semua rakyat yang bernurani dan berakal sehat pasti mendambakan pilpres 2019 berjalan dengan transparan, jujur dan adil bahkan berkeadaban. Jurdil, transparan dari sejak proses awal, di saat pelaksanaan (hari H), begitu juga jurdil dan transparan pada proses perhitungan hasil.
Semua mendambakan dari proses awal hingga akhir tidak cacat oleh tindakan kecurangan yang meruntuhkan prinsip jurdil dan berkeadaban. Dengan demikian akan melahirkan kepemimpinan baru yang legitimed dan bermartabat.
Namun sayang, jika kita mau objektif melakukan monitoring dan kajian yang elaboratif terhadap semua proses di atas maka akan kita temukan adanya indikasi-indikasi persoalan. Persoalan tersebut bisa terkait kinerja, integritas dan kapabilitas KPU, Bawaslu/Panwaslu begitu pun menyangkut oknum-oknum di luar lembaga resmi penyelenggara pemilu terindikasi melakukan aksi-aksi curang yang mencederai proses.
KPU adalah lembaga negara, posisinya sangat krusial karena dari proses yang KPU handle negara ini akan melahirkan sosok pemimpin baru bagi seluruh rakyat Indonesia. Dan siapa pun yang mencundangi KPU dari proses kerja yang dilakukan itu sama artinya mencederai bahkan meruntuhkan kedaulatan NKRI.
Dalam tulisan singkat ini, kita ingin fokus menyadarkan semua komponen bangsa bahwa bicara kedaulatan itu juga bicara ancaman apa yang bisa membahayakan atau meruntuhkannya. Misalkan banyak tindak kejahatan terjadi, tapi tidak semua tindak kejahatan itu bisa menggoyang kedaulatan.
Korelasinya dengan pilpres 2019, kita sesadar-sadarnya dihadapkan pada kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yaitu kejahatan siber (cyber crime).
KPU di Bawah Bayang-Bayang Kejahatan Siber
Kenapa cyber crime adalah kejahatan luar biasa? Jika kita korelasikan dengan KPU dan Pilpres jelas jika kejahatan ini tidak bisa dicegah, diatasi, diamputasi maka kejahatan ini menjadi “tuan penentu” siapa yang menang dan siapa yang kalah, siapa yang akan jadi pemimpin dan siapa yang akan dipimpin. Artinya urusan puncak politik berbangsa dan bernegara diacak-acak oleh segerombolan penjahat.
Semua pihak yang pakar dibidang IT dan cyber crime atau kejahatan siber sangat paham bahwa sebelum dan sejak perhitungan hasil pilpres 17 April 2019 para hacker yang menjadi penjahat mencoba untuk mengambil alih IT KPU.
Semua juga paham, penjahat siber ini prabayar artinya bekerja karena order dari pihak tertentu. Dan penjahat ini berjejaring artinya layaknya mafia skala internasional, mereka bekerja bisa dengan save house di berbagai negara dunia mulai dari Tiongkok, Rusia, Amerika, Hongkong, atau negara-negara lainnya. Dan realitas empiris saat ini KPU dalam bahaya besar, di bawah bayang-bayang kejahatan siber.
Logikanya, perhitungan resmi di tangan KPU. Dan tabulasi resmi yang bisa publik saksikan adalah tabulasi KPU. Namun jika paparan tabulasi resmi tersebut ternyata produk “sihir” dari mafia pelaku kejahatan siber itu artinya kedaulatan NKRI runtuh. Para penjahat menjadi penentu hasil akhir.
Maka dari sini KPU sebagai lembaga negara harusnya juga dibackup atau bersinergi dengan lembaga negara lainnya yang berkompeten untuk mengamankan IT KPU. Indonesia ada Lemsaneg (Lembaga sandi negara), ada BSN (Badan Siber Nasional), ada TNI, POLRI, BIN, dan Kemenkominfo yang masing-masing juga punya desk cyber dengan teknologi mutakhir mahal.
Kalau IT KPU jebol itu artinya kedaulatan NKRI runtuh. Dan alat atau lembaga-lembaga negara yang berfungsi untuk menjaga keamanan dan kedaulatan NKRI apakah hanya bisa berpangku tangan menjadi penonton tanpa sigap bekerja demi rakyat dan negara tercinta?
Pelaku kejahatan siber harus ditangkap dan diadili. Karena kejahatan mereka pada proses perhitungan pemilu 2019 akan mampu menggoncang keamanan Indonesia.
Rakyat berharap alat negara yang bertugas menjaga kedaulatan juga memastikan kerja KPU aman dari rongrongan pihak mana pun. KPU transparan menjamin hasil akhir dari kontestasi pilpres 2019 adalah produk kerja jurdil, transparan, berkeadaban dan minus intervensi para penjahat siber yang diorder oleh pembajak demokrasi!
Kisaran 25 Triliun rupiah dianggarkan untuk pemilu 2019, tapi jika nilai akhir adalah produk kecurangan dan kejahatan sistematis maka sangat mungkin rakyat akan bangkit melawan.*
Jakarta, Kamis 18 April 2018.
Harits Abu Ulya – Pengamat Intelijen & Terorisme
*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net