SURABAYA (Suaramuslim.net) – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam aksi sepihak Polrestabes Surabaya terkait aksi 1 Desember 2018 sebagai deklarasi kemerdekaan Papua Barat.
Aksi mahasiswa Papua yang mendapat tentangan dan penolakan sejumlah ormas karena dianggap tindakan separatis, berlanjut dengan pengepungan dan intimidasi ormas di asrama mahasiswa. Setelah dilakukan pembicaraan dengan polisi, mahasiswa akhirnya dipulangkan dan dievakuasi ke daerah masing-masing, terutama mahasiswa yang tidak berdomisili di Surabaya.
Kapolrestabes Surabaya, Kombes Pol Rudi Setiawan mengatakan, proses evakuasi dan pemulangan mahasiswa Papua dari luar Surabaya berjalan aman dan lancar, dengan jaminan keamanan dari aparat kepolisian.
“Proses evakuasi kelompok mahasiswa yang menamakan dirinya Aliansi Mahasiswa Papua telah berjalan dengan lancar dan kondusif. Tadi ada 1 bus berjumlah 50 orang sudah kita kembalikan ke daerah Malang, karena mereka berasal dari daerah Malang, mahasiswa Malang. Dan kurang lebih ada 103 itu kita kembalikan ke berbagai daerah, dari terminal bus Bungurasih (Purabaya). Sisanya yang berdomisili di Surabaya, tadi kita sudah saksikan juga, 83 sudah kembali ke rumahnya (kos-kosan) masing-masing,” ungkap Rudi (2/12/18).
Evakuasi dan pemulangan mahasiswa Papua dari luar Surabaya ke daerah domisilinya, menurut Rudi Setiawan untuk menghindari bentrok antara mahasiswa dan ormas. Polisi kata Rudi, akan bertindak tegas terhadap setiap tindakan yang mengganggu keamanan dan ketertiban kota Surabaya.
“Kami aparat akan menindak tegas siapa pun yang mengganggu ketertiban dan keamanan Kota Surabaya. Forpimda (forum pimpinan daerah) di sini kompak, akan melakukan penegakan hukum, menjaga ketertiban,” tambahnya.
Koordinator Badan Pekerja Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya, Fatkhul Khoir mengatakan, penjemputan paksa dan diamankannya mahasiswa Papua dari asrama mahasiswa ke Polrestabes Surabaya, merupakan tindakan sewenang-wenang aparat Kepolisian yang seharusnya dapat menjamin keamanan dan melindungi mahasiswa Papua dari ancaman kelompok lain.
“Pertama, tindakan yang sewenang-wenang ya, karena tidak jelas kenapa mahasiswa (Papua) harus dibawa, diamankan ke Polrestabes ya. Kalau memang dirasa ada ancaman dan sebagainya kan tinggal polisi berikan pengamanan di asrama (mahasiswa) Papua kan, tanpa harus kemudian membawa mereka seluruhnya ke Polrestabes,” kata Fatkhul (3/12/18).
Fatkhul Khoir juga menegaskan bahwa aksi mahasiswa pada 1 Desember kemarin, merupakan kebebasan menyampaikan pendapat yang dilindungi oleh Undang-Undang. KontraS Surabaya mendesak polisi memberikan perlindungan terhadap mahasiswa Papua, yang selama ini sering mendapat tekanan dan persekusi dari ormas maupun aparat keamanan.
“Polisi harus lebih fair ya dalam konteks ini, apalagi kan persekusi, dan ini sering terjadi terhadap mahasiswa Papua. Seharusnya aparat keamanan justru memberikan perlindungan terhadap mahasiswa Papua, agar mereka mendapatkan jaminan rasa aman terhadap semua aktivitas yang sedang dia lakukan. Karena apa yang dilakukan mahasiswa pada aksi kemarin (Sabtu, 1 Desember 2018) itu kan bagian dari bentuk penyampaian kebebasan berpendapat dan berpikir,” imbuh Fatkhul.
Reporter: Teguh Imami
Editor: Muhammad Nashir