Rencana Impor Gas Dari Singapura, Mubazirkah?

Rencana Impor Gas Dari Singapura, Mubazirkah?

Ketua Pusat Studi Energi ITS DR Ali Musyafa bersama Pimred lensaindonesia.com Arif Rahman dalam Program Ranah Publik "Menyoal Impor Gas dari Singapura" di Radio Suara Muslim Surabaya

SURABAYA (suaramuslim.net) – Indonesia adalah salah satu Negara dengan cadangan energi terbesar di dunia. Tercatat menurut data BP Statistik pada tahun 2014, Indonesia memiliki cadangan gas alam mencapai 103.3 Trilliun kaki kubik atau menempati posisi terbesar ke 14 dunia. Dengan jumlah cadangan gas alam tersebut bisa bertahan untuk digunakan hingga 50 tahun. Ironisnya, meski memiliki cadangan energi yang cukup besar, belakangan kita dikejutkan dengan rencana pemerintah untuk mengimpor gas alam cair dari Singapura. Wacana impor gas dari Singapura tersebut digulirkan dalam rangka menyiapkan suplai gas untuk pembangkit listrik 35.000 Megawatt yang mulai beroperasi pada tahun 2019.

Ketua Pusat Studi Energi ITS DR Ali Musyafa bersama Pimred lensaindonesia.com Arif Rahman dalam Program Ranah Publik “Menyoal Impor Gas dari Singapura” di Radio Suara Muslim Surabaya

Ketua Pusat Studi Energi ITS, DR Ali Musyafa dalam program Ranah Publik di Radio Suara Muslim, Rabu 30 Agustus 2017 mengatakan dalam persoalan energi terutama gas, pola bisnis ekspor-impornya berbeda dengan komoditas lainnya karena memerlukan proses eksplorasi dan tidak bisa bertahan lama sehingga harus segera digunakan. Kontrak kerjasama dalam bisnis ekspor-impor gas alam cair adalah kontrak jangka panjang karena pasarnya harus ditentukan sebelum diproduksi. Posisi Indonesia dengan gas alam yang melimpah pasarnya telah jelas dan mayoritas penggunaanya untuk pasar ekspor. Untuk memindahkannya ke dalam prioritas penggunaan dalam negeri perlu menunggu kontrak ekspor dengan pembeli berakhir. Artinya impor gas dilakukan karena kebutuhan yang mendesak agar pembangkit listrik 35.000 Megawatt bisa segera beroperasi pada tahun 2019.

Sementara Arif Rahman Pimpinan Redaksi lensaindonesia.com dalam program Ranah Publik, menanggapi rencana impor gas tersebut menyatakan bahwa soal impor gas dari Singapura ini tidak bisa serta merta dilihat an sich impor biasa semata. Jika dirunut ke belakang bagaimana mafia migas memonopoli dan memainkan bisnis impor migas ini. Terlebih kita tahu bagaimana dahulu di Singapura ada PETRAL (Pertamina Energi Trading Ltd) yang memainkan bisnis migas dan terkena skandal dan kini telah dibubarkan. Nah adanya impor gas alam dengan Singapura ini perlu dicurigai karena bisa saja terkait dengan pemain lama dan pemburu rente yang kehilangan bisnisnya setelah PETRAL dibubarkan.

Dalam tataran pengambil kebijakan, Anggota Komisi VII DPR RI Rofi’ Munawar menyatakan tidak sepakat dengan rencana impor gas tersebut. Rencana Impor ini menurut Rofi’ aneh karena Indonesia mengekspor gas ke Singapura, lalu bagaimana bisa Indonesia yang mengekspor gas ke Singapura mengimpor lagi gas tersebut ke Indonesia?.

Selain Rofi’ Munawar, penolakan terhadap impor gas dari Singapura ini juga ditolak oleh Serikat Pekerja PLN. Dan impor ini kembali menjadi Ironi, sebab PLN yang merupakan operator dari pembangkit listrik 35.000 Megawatt yang dijadikan alasan peruntukan impor gas tersebut, Serikat Pekerja-nya justru menolak. Ketua Umum SP PLN, Jumadis Abda mengatakan, Singapura makmur karena kita mengirimkan energi murah ke sana. Ekonomi mereka berkembang dan menjadi negara maju. Nah sekarang justru kita mau beli lagi gas alam itu dalam bentuk LNG dari sana. jika saat ini Singapura sudah kelebihan pasokan gas alam. Maka solusi terbaiknya adalah pemerintah sebaiknya menghentikan ekspor LNG. Dan Gas alamnya dialihkan untuk kebutuhan domestik yang masih sangat membutuhkan gas alam murah itu. Untuk kebutuhan pembangkit listrik PLN yang baru 25% fuel mix-nya, untuk transportasi, rumah tangga menggantikan LPG yang mahal, industri, dan pupuk.

Di akhir diskusi Ranah Publik menyoal rencana impor gas dari Singapura, DR Ali Musyafa mengatakan sebenarnya impor gas tersebut cenderung mubazir, karena dalam memindahkannya dalam proses ekspor-impor perlu didinginkan dan dikompres baru kemudian dikirim. Dan proses tersebut membutuhkan teknologi dan biaya yang tak kecil mencapai trilliunan rupiah. Ali menegaskan, dalam soal energi yang perlu dipastikan adalah soal ketahanan energi, bagaimana pasokan energi yang sesuai kebutuhan dapat terus dipastikan baik dengan cara eksplorasi maupun impor. Jika terpaksa impor maka harus dipastikan diiringi dengan pertumbuhan ekonomi, juga dengan perencanaan energi yang jelas untuk memastikan cadangan energi tersedia untuk jangka panjang. (ajq/smn)

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment