Suaramuslim.net – Sekelebatan Jokowi sedang berusaha membuat terobosan ketika dia mengajak bangsa Indonesia untuk melaksanakan revolusi mental. Supaya bangsa Indonesia cepat menjadi bangsa yang unggul. Dalam kaitan ini sebagian rakyat langsung memuji ajakan revolusi mental itu, walaupun mereka sendiri sesungguhnya belum tahu persis apa yang dimaksud dengan revolusi mental itu.
Jokowi sendiri, sang pemilik gagasan sloganistik itu, tidak pernah menguraikan apa yang dimaksud dengan revolusi mental itu. Sampai sekarang tidak ada dokumen otentik dari Pemerintahan Jokowi tentang revolusi mental yang sempat mencuri perhatian anak-anak bangsa. Dari berbagai pidato Jokowi dan pernyataan para pembantunya, ada sekitar 5 tema revolusi mental itu.
Lima Tema Besar Revolusi Mental
Pertama, Gerakan Indonesia Melayani. Timbul pertanyaan, melayani siapa? Jangan-jangan Indonesia harus melayani kepentingan luar daripada kepentingan bangsa sendiri. Melayani kelompok konglomerat asing dan aseng lebih daripada melayani kepentingan rakyat sendiri. Skandal penyelesaian BLBI (di zaman Megawati), skandal Reklamasi Teluk Jakarta, skandal mega proyek Meikarta, skandal Kereta Api cepat Jakarta – Bandung, skandal tol laut yang dikawinkan dengan Jalur Laut Sutera Tiongkok, masuknya tenaga kerja Tiongkok yang cukup masif jumlahnya, dsb. memunculkan sebuah pertanyaan yang sangat mendasar. Siapa saja, kelompok bangsa yang mana dan negara mana yang sesungguhnya sedang dilayani oleh Indonesia di masa 4 tahun pemerintahan Jokowi?
Unsur ke dua revolusi mental adalah Gerakan Indonesia Bersih. Mungkin sekali maksudnya jalan-jalan harus bersih, kantor-kantor bersih dan perkampungan bersih, dll. Tentu kita setuju. Namun soal bersih dari korupsi, soal ini lebih penting. Karena berkaitan dengan kekuatan dan kewibawaan bangsa dan negara.
Kita menyaksikan korupsi di zaman Jokowi masih tetap marak. Yang cukup menyedihkan korupsi paling kolosal justru dilakukan oleh kekuasaan sendiri. Korupsi berskala-mega yang marak di jaman Jokowi, saya yakin, adalah korupsi yang tergolong white collar crime, kejahatan kerah putih.
Kejahatan kerah putih adalah korupsi yang melibatkan para pejabat tinggi dan tertinggi di sebuah negara. Para pejabat tinggi ini berkolaborasi dengan korporasi berskala regional dan global. Volume uang yang dipertaruhkan bukan lagi ratusan miliar, tetapi meliputi puluhan dan ratusan triliun rupiah.
Korupsi dahsyat yang berupa kejahatan kerah putih ini, di 4 tahun pemerintahan Jokowi, sayangnya luput dari perhatian masyarakat. Saya yakin KPK cukup paham bahaya destruktif kejahatan kerah putih ini, tetapi KPK mustahil punya keberanian moril (moral courage) untuk mengejar korupsi yang paling menghancurkan ini. Karena itu kalau menggunakan logika akal sehat, sesungguhnya KPK punya potensi besar menjadi pihak yang paling di depan melakukan obstruction of justice. KPK dengan posisinya sebagai lembaga super dan tidak mau diawasi, justru membenamkan tegaknya keadilan untuk kasus-kasus tertentu. Mengapa? Karena bila kasus-kasus itu dibongkar dan dikejar akan menghancurkan legitimasi (keabsahan) rezim. Korupsi berskala mega di perpajakan, pertambangan, perbankan, dan pembangunan infrastruktur sejauh ini tidak terjangkau oleh aparat penegak hukum, termasuk KPK.
Gerakan Indonesia Tertib adalah unsur ketiga revolusi mental. Dari berbagai jenis tertib, tentu tertib hukum adalah yang paling penting. Sebagai contoh, kalau ada seseorang dapat memegang dua jabatan di Lembaga Tinggi Negara, sebagai Ketua DPD dan juga Wakil Ketua MPR, masyarakat bertanya dimana tertib hukum itu?
Tertib hukum berarti setiap pejabat dan tokoh-tokoh pemerintahan harus tunduk pada hukum yang berlaku. Namun para pejabat atau penguasa di lapisan elite merasa berada di luar jangkauan hukum. Apalagi bila pejabat itu bagian paling inti dari kekuasaan, maka ada jaminan otomatis bahwa kasus hukum mereka langsung masuk ke dalam safety box KPK. Aman, tidak perlu khawatir karena berada dalam ikatan koncoisme dengan puncak pimpinan rezim.
Gerakan Indonesia Mandiri adalah unsur ke-empat revolusi mental. Ini sebuah slogan abal-abal. Apanya yang mandiri? Besar kemungkinan bila rezim yang sekarang berkuasa sampai berkuasa lagi – insyaallah tidak – Indonesia dapat jatuh ke perangkap utang (debt trap) Tiongkok.
Seperti kita lihat Tiongkok sudah meminta konsesi wilayah, penguasaan pelabuhan serta dapat mendikte ekonomi negara-negara yang sudah kecemplung dalam perangkap utangnya. Kenya, Ethiopia, Madagaskar, Djibouti, Sri Lanka, bahkan sampai batas tertentu, Pakistan, sudah dililit utang Tiongkok, sehingga pembangunan ekonomi mereka berada di bawah komando Tiongkok.
Indonesia sesungguhnya sedang bergerak ke perangkap utang Tiongkok itu. Namun ada seorang tokoh penting yang dengan suka cita berkata: “Kita dan Tiongkok sedang mesra-mesranya”.
Bahwa neraca dagang kita dengan Tiongkok jauh lebih menguntungkan mereka dan merugikan bangsa sendiri, tentu tidak perlu dipermasalahkan. Tokoh yang sama juga mengatakan: “Kita mesra dengan siapa saja yang bawa duit”. Ini adalah ekspresi menggelikan bila dilihat dari slogan revolusi mental Gerakan Indonesia Mandiri.
Slogan kelima revolusi mental adalah Gerakan Indonesia Bersatu. Lagi-lagi yang terjadi di alam nyata sangat jauh berbeda dan buat sebagian besar rakyat amat menyakitkan. Nampak secara sistematik rezim yang berkuasa melakukan politik pecah-belah terhadap kekuatan-kekuatan sosial-politik-keagamaan. Dengan berbagai cara, kekuatan oposisi dilemahkan lewat politik pecah belah. Ada partai politik yang diadu-domba lewat musyawarah luar biasa ini dan musyawarah luar biasa itu. Rezim penguasa justru menikmati dengan perhitungan bila beberapa partai politik pecah ke dalam, rezim penguasa mengira akan semakin kuat.
Rezim penguasa bukannya melakukan pembinaan pada partai-partai yang bertikai itu, tetapi malah memperparah dengan pola permainan pecah belah. Ada satu hal berbahaya dilupakan oleh rezim Jokowi. Sudah jamak dalam hukum alam, tangan-tangan yang suka memecah belah kekuatan yang ada di luar dirinya, pasti pada saatnya, akan mengalami perpecahan ke dalam dirinya sendiri. Kita sedang menyaksikan hal itu.
Revitalisasi Revolusi Mental?
Pimpinan rezim tidak menyadari bahwa yang sedang terjadi di Indonesia adalah kegagalan revolusi mental yang tanpa arah dan kosong makna, karena hanya terdiri dari rangkaian slogan yang enak didengar dan sepi pelaksanaan. Ada sarkasme politik yang mengatakan bahwa dewasa ini makin banyak orang Indonesia yang sakit mata dan sakit telinga sekaligus, karena yang dilihat jauh berbeda dengan apa yang didengar. Dua puluh tahun lalu, ada seorang tokoh yang mengingatkan jangan sampai penyakit “muntaber” makin merata di tengah masyarakat, yakni manusia munafik tapi berhasil. Berhasil mengumpulkan kekayaan haram namun hancur secara kejiwaan.
Revolusi mental yang setelah 4 tahun tidak jelas juntrungannya itu, anehnya kini diadopsi lagi sebagai program andalan Jokowi – Ma’ruf Amin. Nama resminya: Revitalisasi Revolusi Mental. Mudah-mudahan kenyataan ini tidak mencerminkan kebingungan rezim. Ada sebuah website yang menilai bahwa revolusi mental yang tidak jelas capaian dan juntrungannya itu tidak lebih dari Revolusi Mental Haha Hihi.
Dikutip dari e-book karya Prof. M. Amien Rais berjudul “Hijrah; Selamat Tinggal Revolusi Mental Selamat Datang Revolusi Moral.”
*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net