Suaramuslim.net – Setiap orang pasti pernah melakukan proses jual beli yang merupakan salah satu contoh aktivitas ekonomi. Dalam Islam aktivitas ekonomi disebut dengan muamalah.
Sedangkan prinsip muamalah dalam agama Islam adalah tidak adanya kebatilan. Artinya suatu hal yang tidak bertentangan dengan aturan-aturan agama Islam. Allah telah berfirman dalam QS. Al Baqarah: 188
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya: “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”.
Arti Riba dalam Al Quran
Pengertian riba secara bahasa adalah az-Ziyadah artinya kelebihan. Sedangkan menurut istilah riba mempunyai arti tambahan yang diberikan debitor kepada kreditor yang disebabkan oleh penangguhan waktu atau oleh berbedanya jenis barang.
Dalam Al Quran, kata riba ditemukan 8 kali dalam 4 surat yaitu
1. Dalam QS. Al Baqarah ayat 278-279
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ() فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”.
Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa orang yang beriman, bertakwa diperintahkan oleh Allah untuk meninggalkan riba. Bahkan, jika kita menolak meninggalkan riba maka kita termasuk golongan yang akan diperangi oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
2. Dalam QS. Ali Imron ayat 130
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”.
Allah subhanahu wa ta’ala juga telah berjanji kepada orang-orang mukmin bahwasannya Allah subhanahu wa ta’ala akan memberikan keberuntungan kepada orang-orang yang tidak memakan riba atau melipatgandakannya.
3. Dalam QS. An Nisa’ ayat 161
وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ ۚ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا
Artinya: “Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih”.
Orang mukmin yang melakukan riba, memakan harta yang batil (yang bukan haknya) maka Allah subhanahu wa ta’ala telah menyediakan kepada orang-orang tersebut berupa siksa yang pedih.
4. Dalam QS. Ar Rum Ayat 39
وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ ۖ وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ
Artinya: “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”.
Harta yang dititipkan Allah subhanahu wa ta’ala kepada manusia bukanlah semua milik manusia itu sendiri artinya di dalam harta yang kita miliki terdapat hak milik orang lain. Maka dari itu, Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan kita untuk berzakat, bersedekah, berinfak, dan berwakaf.
Harta yang telah diberikan kepada orang lain itulah harta yang dilipatgandakan oleh Allah bukan harta yang diribakan. Dari penjelasan tersebut, kita dapat ambil pelajaran bahwa semua perintah Allah itu terdapat hikmah tersendiri bagi ciptaan-Nya.
Hukum Bunga Bank
Menurut mayoritas ulama hukum bunga bank adalah haram karena identik dengan yang namanya riba walaupun ada juga ulama yang melihat bahwa bunga bank bukanlah riba. MUI sendiri mengeluarkan fatwa tentang keharaman riba pada tahun 2003. Sedangkan organisasi Muhammadiyyah mengeluarkan fatwa tentang haramnya riba tahun 2010. Adapun organisasi Nahdlatul Ulama (NU) pada tahun 1982 dalam Bahtsul Masail di Lampung yang menyatakan bahwa hukum bunga bank ada 3 yaitu haram, boleh, dan syubhat.
Ulama yang memperbolehkan bunga bank mempunyai illat (hukum dasar) bahwa keharaman riba itu adalah karena “ad’afan mudho’afan (berlipat ganda)” dan “La Tadhlimun wa la Tudhlamaun (kamu tidak menganiaya dan tidak dianiaya)”. Menurut mereka tidak ada yang dirugikan dalam transaksi dengan bank konvensional baik dari pihak bank sendiri ataupun dari nasabah.
Sedangkan para ulama yang mengharamkan riba mempunyai pandangan bahwa haramnya riba itu seperti haramnya khamr, diawali dengan unsur negatif yang ada dalam riba (QS. Ar rum: 38), isyarat tentang haramnya riba (QS. An Nisa: 161), salah satu bentuk perilaku yang haram untuk dilakukan (QS. Ali Imran: 130) dan pengaharaman semua hal yang berkaitan dengan perilaku riba (QS. Al Baqarah: 278).
Demikian pembahasan tentang riba dalam perspektif Al Quran dan kita sebagai umat muslim sudah seharusnya tidak berlebihan dalam memandang hal-hal yang ada di dunia ini.
Kontributor: Mannatus Salwa
Editor: Oki Aryono