Saat Ceramah dari Radio Mengantarkanku Berhijrah

Saat Ceramah dari Radio Mengantarkanku Berhijrah

Ilustrasi Mendengarkan Radio (Ilustrator: Ana Fantofani)
Ilustrasi Mendengarkan Radio (Ilustrator: Ana Fantofani)

Suaramuslim.net – Hidayah selalu datang tidak disangka. Terkadang melalui kisah yang pilu baru kemudian tergerak bertaubat. Terkadang secara tiba-tiba terdapat gerakan dalam hati sehingga memilih jalan baru untuk hijrah. Semuanya mempunyai jalannya masing-masing.

Begitulah yang terjadi pada Gilang, seorang pemuda asal Wonosobo Jawa Tengah yang kini berusia 28 tahun. Baginya proses hijrahnya terbilang lucu, tidak disangka, dan tiba-tiba. Saat dia sering tidak disengaja mendengarkan ceramah di radio saat bekerja, ternyata saat itulah hidayah menjemputnya untuk hijrah.

Redaksi SMNET bertemu dengannya untuk wawancara kemudian menuliskan kisahnya. Awalnya redaksi kaget sekaligus shock, pasalnya seluruh tubuhnya tidak ada yang bersih dari guratan tato. Semua kulit mengguratkan ukiran-ukiran tato di sekujur tubuhnya.

Mulai dari kaki, tangan, anggota badan, leher, bahkan seluruh wajahnya penuh dengan tato. Perawakannya kekar, tangannya keras, pandangannya tajam, bak aktor di film laga yang sangat bengis. Apalagi ketika jalan, persis menunjukkan bahwa dulunya dia mantan preman.

Namun siapa sangka, saat kami mulai memberanikan diri untuk mendekati dan mengajaknya berkenalan, dia sangat berbeda dari sosok perawakannya sebagai seorang preman. Dia murah senyum, sopan, dan selalu menundukkan pandangannya. Setelah berkenalan, dia mengajak untuk ke masjid, untuk menceritakan kisahnya, menceritakan masa lalunya.

“Saya datang ke Surabaya ini untuk mengikuti event Hapus Tato yang diadakan Hidayatullah, mas. Saya ke Surabaya 1 hari sebelum acara dan nginep di masjid, tujuan saya agar lebih mantab hijrahnya. Kedua, sebisa mungkin ya kalau mau bersih dari hatinya, terus dari penampilan juga, karena Allah suka keindahan,” ujarnya sembari memulai berbincang tentang masa lalunya.

Kenakalan Remaja dan Hidup Sebagai Preman

Sesekali sambil mengingat masa lalunya, Gilang terus bercerita tentang kenakalannya semasa remaja.

“Saya dulu sangat nakal, suka mabok-mabokan, bahkan saya memulai punya tato di sekujur tubuh dari kelas 1 SMA, sambil sekolah di dalam tubuh saya banyak tato,” kenangnya.

“Awalnya tatonya di dalam badan, sewaktu lulus SMA, kemudian menjalar ke seluruh tubuh, kaki, tangan, wajah, hingga saya hitung prosesnya ada 2 tahun,” tambahnya.

Bagi Gilang, kenakalan di waktu remajanya dimulai saat dia di Cilacap untuk mengikuti orang tuanya yang bekerja di sana. Wonosobo hanyalah tempat lahirnya yang kemudian besar dan mendapat pengaruh luas di Cilacap.

“Saya di Cilacap ini menemukan kenakalan remaja, mulai mabok, membikin tato, dan kenakalan-kenakalan lain. Namun setelah kembali lagi dari Cilacap dan menetap di Wonosobo saya tidak terlalu nakal, karena lingkungannya juga cenderung baik,” tuturnya.

Saat kembali ke Wonosobo, meski dengan tato yang menjulur di tubuhnya, Gilang memutuskan bekerja memenuhi kehidupannya. Kehidupan bekerja ia jalani hingga beberapa tahun dan menjalani hari-harinya di kampung halamannya.

Hidayah, kita tiada mengira kapan dan dimana akan menemuinya. Ungkapan ini yang cocok menggambarkan bagaimana Gilang mendapat hidayah yang tidak disangka tersebut. Saat kerja, dengan ketidaksengajaannya Gilang mendengar ceramah seorang ustaz di radio yang menyinggung tentang kesehariannya: tato, minum khamr, dan kenakalan.

“Awalnya saya marah, kok ada orang bilang gini, tentang keseharian, memangnya dia siapa, berani-beraninya. Satu-dua kali saya masih jijik mendengarnya, namun entah, lama-kelamaan kok dalam hati saya ada sesuatu kebenaran dengan apa yang diucapkan orang ini, hingga seakan sering saya setelah mendengar seperti ingin menangis, ingin bersedih,” kenang Gilang sambil tersenyum tipis.

Hidayah Datang Menghampiri

Setelah mendengar beberapa kali ceramah di radio, Gilang mulai muncul rasa takut, dosa.

“Saya juga takut bagaimana nanti seumpama saya menghadap Allah itu bagaimana? Kita dalam keadaan muslim atau dalam keadaan sebaliknya, jauh dari Islam, dari situ saya tergerak untuk menjadi lebih baik,” ujarnya.

Hidayah yang datang dalam dirinya, tidak ia sia-siakan. Dia kemudian mencari jalan kebaikan, dan mencari hidayah yang diberi Allah swt melalui dirinya, kemudian dia mengikuti banyak majelis taklim untuk memperkuat belajar Islamnya.

“Saat itu saya mulai sering ikut kajian, di mana pun ada kajian, saya ikut untuk beramal. Saya juga sering melihat youtube kajiannya Habib Rizieq, Khalid Basalamah, Syafiq Riza, Abdul Somad, Adi Hidayat. Kemudian saya memantabkan diri untuk hijrah,” tegasnya.

Jalan baru yang ditempuh Gilang, tidak membuatnya terlepas dari ujian. Ssetelah hijrah, ujian yang datang silih berganti dan semakin besar. Mulai terasing di tengah masyarakat, mulai asing dengan teman lama, banyak juga di uji masalah ekonomi.

Namun semua ujian itu ia lalui dengan sabar. Ia percaya bahwa ujiannya akan membawanya dalam kebaikan dan akan ditolong oleh Allah SWT.

Untuk beristiqamah di jalan kebaikan, Gilang mencari teman dan kawan sesama muslim yang baru, yang mau menemaninya dan merangkul dalam belajar Islam.

“Alhamduliilah semua saudara muslim saya yang ketemu, kebanyakan mereka tidak menghardik, sebaliknya mereka merangkul saya untuk berbuat kebaikan,” pungkasnya.

Reporter: Teguh Imami
Editor: Muhammad Nashir

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment