Saat Hijab dan Hidayah Datang Beriringan

Saat Hijab dan Hidayah Datang Beriringan

Ilustrasi: Wanita Berhijab. (Ilustrator: Ana Fantofani)
Ilustrasi: Wanita Berhijab. (Ilustrator: Ana Fantofani)

Suaramuslim.net – Hidayah terkadang tiada terduga, datangnya bisa ditebak yang terbanyak sebaliknya, tidak bisa ditebak oleh siapa pun. Tetiba ingin menjadi baik, tetiba ingin berpakaian syar’i, tetiba ingin menjalankan kebaikan-kebaikan yang muncul dalam hati. Itulah hidayah.

Mira (nama samaran) menjalani proses hidayah yang demikian. Saat menginginkan mengenakan hijab, saat itulah hidayah mengikutinya. Dia bisa istiqamah menjalankan kebaikan.

Setelah lulus dari Sekolah Menengah Pertama sekitar tahun ini, keputusan hijrah yang luar biasa buat dirinya. Sebab, latar belakang pendidikannya bukan sekolah agama. Ia tak pernah diajarkan tentang kewajiban berhijab selama duduk di bangku sekolah. Yang ia pahami, menutup aurat hanya wajib ketika sedang shalat.

Keadaan ini diperparah oleh kurang simpatinya penampilan figur muslimah berhijab di kampungnya. Jilbab (hijab) diposisikan hanya sekadar tradisi. Pakaian luar itu tidak identik dengan kesucian batin dan keluhuran akhlak pemakainya.

Alhamdulillah, hidayah itu datang laksana fajar Subuh (mitslu falaqish shubh), membuka belenggu hati, melapangkan dadanya untuk menerima cahaya kebenaran.

Awal Datangnya Hidayah

Kisah ini disadur dari sebuah cerita nyata dalam salah satu edisi di laman Hidayatullah. Cerita ini bermula ketika lima siswi sekolah kebidanan membuat gebrakan tak biasa. Mereka memberanikan diri memakai hijab di sekolah.

Yang menarik, langkah berani ke lima siswi itu bukan sekadar ikut trend, apalagi membuat sensasi. Mereka melakukan itu untuk sebuah keyakinan. Dan, mereka terlihat sangat kuat memegang prinsip. Mereka tak takut dengan siapa pun meski Surat Keputusan tentang dibolehkannya memakai hijab di sekolah kesehatan belum turun.

Mereka terlihat sangat siap menanggung risiko tak diizinkan ikut ujian dan praktik lapangan, bahkan andai harus dikeluarkan dari sekolah sekali pun. Belum lagi harus menghadapi intimidasi, interogasi, pengucilan, pembunuhan karakter, dan dicitrakan ekstrem. Konsekuensi seberat apa pun mereka siap terima.

Mereka juga berhati-hati dalam bergaul dengan lawan jenis. Mereka berperilaku terpuji. Dan, yang mencengangkan, mereka unggul dalam prestasi akademik.

Fenomena ini menumbuhkan rasa simpati yang dalam pada diri Mira kepada lima sahabatnya ini. Rasa simpati ini kemudian berkembang menjadi keinginan yang besar untuk mengenal Islam lebih dalam lagi, utamanya syariat berhijab.

Keputusan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Dengan modal perhiasan pemberian orang tua, ia membeli satu jilbab dan kain untuk mengganti seragam sekolah. Pakaian muslimah yang hanya sepotong itu tentu saja tidak cukup. Ia terpaksa meminjam jilbab temannya jika jilbabnya kotor.

Awal mula memakai hijab terasa canggung. Maklum, hijab yang dipakai berukuran 150 cm. Ia tak biasa.

Namun, keyakinan di dalam lubuk hati mengalahkan semua itu. Nikmatnya iman telah mengubah pola pandang, orientasi hidup, dan perilaku.

Kenikmatan itu adalah ketenangan jiwa; terkontrolnya ucapan, sikap, dan perbuatan; tidak takut menghadapi ancaman dan teror yang dibuat manusia sekaligus penyerahan diri secara total kepada Allah Yang Maha Melindungi; terjaganya kesucian, kemuliaan, dan kehormatan; serta terangkatnya martabat.

Dia jadi teringat ungkapan bijak orang tua zaman dahulu: ajining rogo soko busono, ajining diri soko lathi (harga diri fisik seorang diukur dari cara berpakaian, kualitas kepribadian dinilai dari cara berbicara). Ia bisa memahami bahwa hijab tidak sekadar asesoris, hiasan lahiriah, tetapi berpengaruh juga pada kesucian batin pemakainya.

Sejak itu, pakaian muslimah yang dipakainya menjadi filter sikap, tutur kata, pergaulan, kesehariannya. Ia telah menemukan konsep kehidupan. Ia semakin rajin mengikuti berbagai kajian keislaman.

Halaqah-halaqah taklim telah membuka cakrawala pikirannya tentang kesempurnaan Islam. Ia semakin tidak khawatir dan tidak berduka setiap diterpa persoalan hidup. Ia mudah berpikir jernih dan tidak emosional. Berbagai ujian yang datang, ia pahami sebagai usaha untuk meningkatkan derajatnya dan mengurangi dosanya.

Berjuang Untuk Hijab

Setelah diri mendapat hidayah maka tugas berikutnya adalah mengajak orang lain untuk menggapai hidayah yang sama. Itulah dakwah. Mira paham betul bahwa ia juga punya tanggung jawab sosial untuk mendakwahnya syariat Islam kepada orang lain.

Dakwah yang paling sederhana adalah teladan. Itu telah ia tunjukkan dengan ucapan, perbuatan, juga prestasi.

Tak cuma itu, ia juga bertekad memperjuangkan syariat berjilbab di lembaga pendidikan kesehatan agar kelak adik-adik kelasnya bisa menjalankan syariat tanpa perasaan takut.

Mereka mencari dukungan para dokter di rumah sakit dan mendatangi Dinas Pendidikan Provinsi Jatim.

Alhamdulillah, pertolongan Allah datang. Surat Keputusan soal hijab turun beberapa hari sebelum ujian. Semua siswi berhijab lulus dengan predikat sangat memuaskan dan sekarang telah bertugas ke berbagai daerah.

Reporter: Teguh Imami
Editor: Muhammad Nashir

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment