Saatnya tata kelola haji Indonesia berkelas dunia: Integritas, digital, dan spiritual

Suaramuslim.net – Salam hangat untuk semua pembaca, terutama untuk jajaran Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj) yang baru. Dalam rangka memberikan masukan dan rekomendasi konstruktif bagi reformasi dan transformasi tata kelola haji yang lebih profesional dan berkeadaban, kami dari Bidang Litbang DPP AMPHURI telah melakukan kajian mendalam dengan judul: “Reformasi Administrasi Publik Bidang Keagamaan: Tinjauan Komparatif dari Indonesia, Malaysia, dan Arab Saudi.”

Kajian ini bukan hanya bertujuan untuk kepentingan akademik, tetapi juga dimaksudkan sebagai masukan kebijakan bagi Kemenhaj. Tujuannya jelas: membantu membangun tata kelola haji yang menggabungkan prinsip good governance dengan semangat spiritual, iman, dan ibadah.

Tahun ini, Indonesia resmi memiliki Kemenhaj, menggantikan posisi Kemenag dalam penyelenggaraan haji. Ini tentu saja bukan sekadar pergantian nama, melainkan momentum penting untuk menata sistem, integritas, dan pelayanan publik dengan perspektif baru.

Kajian komparatif yang kami lakukan menunjukkan tiga model tata kelola haji yang berbeda namun saling menginspirasi.

Pertama, model Indonesia; Indonesia selama ini berjalan dengan sistem ganda: Kemenag dan BPKH, yang kadang tumpang tindih kewenangan dan digitalisasinya masih parsial.

Kedua, model Malaysia. Malaysia memperlihatkan harmoni luar biasa melalui Tabung Haji, mengintegrasikan manajemen ibadah dan keuangan syariah sehingga pelayanan publik dan investasi berjalan bersamaan, transparan, dan akuntabel.

Ketiga, gaya Arab Saudi. Arab Saudi memimpin dalam modernisasi dan digitalisasi; melalui program seperti Nusuk dan sistem berbasis AI, efisiensi dan pengawasan real-time menjadi nyata, meski partisipasi publik masih terbatas.

Dari temuan ini muncul lima pesan penting bagi Kemenhaj baru.

Integrasi kelembagaan

Satukan Kemenhaj dan BPKH dalam satu struktur yang jelas. Fragmentasi selama ini kerap menimbulkan kebingungan operasional dan melemahkan akuntabilitas. Struktur yang sederhana dan tegas, seperti Tabung Haji, membangun efisiensi sekaligus kepercayaan jamaah.

Etika digital

Sistem digital bukan sekadar untuk cepat, tetapi harus transparan, aman, dan berbasis syariah. Data jamaah harus terkelola dengan baik, membangun legitimasi Kemenhaj. Malaysia dan Arab Saudi membuktikan, teknologi berpijak pada tata kelola moral mampu mempercepat layanan tanpa mengurangi nilai spiritual.

Kontinuitas kepemimpinan

Reformasi birokrasi butuh stabilitas. Dinamika politik jangka pendek kerap menghentikan program yang sudah berjalan. Malaysia menunjukkan manajemen yang stabil dan terlindung dari tekanan politik menjaga kredibilitas lembaga dan kualitas layanan.

Kolaborasi internasional

Forum trilateral Indonesia-Malaysia-Arab Saudi dapat memfasilitasi pertukaran praktik terbaik, inovasi digital, dan manajemen logistik haji. Belajar dari pengalaman negara lain mempercepat adaptasi dan memperkuat posisi Indonesia di tata kelola haji global.

Tata kelola moral

Aparatur Kemenhaj harus memiliki kompetensi administratif sekaligus kepekaan spiritual. Pelatihan yang memadukan manajemen birokrasi dan etika keagamaan memastikan kebijakan dan inovasi digital berjalan tidak hanya efisien, tetapi bermakna secara moral dan spiritual. Reformasi administratif tanpa dimensi moral hanyalah mekanisme kosong; reformasi yang berpijak pada iman dan tanggung jawab moral adalah fondasi yang tahan lama.

Kajian ini menegaskan satu hal: tata kelola haji tidak bisa hanya meniru good governance sekuler. Ia harus berpadu dengan nilai moral dan spiritual. Transparansi, partisipasi, dan efisiensi harus lahir dari kerangka etika yang kuat.

Indonesia memiliki kesempatan emas: membangun model tata kelola yang efisien, berintegritas, dan spiritual — sebuah “governance with barakah.”

Kemenhaj bukan hanya menjalankan urusan administrasi, tetapi mengelola amanah sucijutaan jamaah. Setiap keputusan birokrasi, setiap sistem digital, setiap pelatihan aparatur menjadi bagian dari ibadah kolektif.

Dengan belajar dari Malaysia tentang korporatisme berbasis syariah, dari Arab Saudi tentang digitalisasi skala besar, dan dari pengalaman sendiri tentang pluralisme kelembagaan, Indonesia bisa menyusun tata kelola haji yang modern sekaligus bermakna secara spiritual.

Ini adalah momen berharga: reformasi birokrasi dan keberkahan spiritual berjalan berdampingan. Jika Kemenhaj mampu menempatkan integritas, profesionalisme, dan iman di garis depan, pelayanan haji Indonesia tidak hanya efektif, tetapi juga menghadirkan keberkahan bagi setiap jamaah yang menapaki tanah suci.

Itulah cuplikan dari hasil kajian kami yang mendalam, yang sengaja kami sarikan dalam format artikel opini popular agar mudah dibaca dan dipahami. Hasil kajian dalam bentuk naskah akademik tentu menjadi dokumen kami untuk suatu saat bisa dibahas lebih mendalam dengan pihak kemenhaj atau pihak lain yang berkepentingan. Semoga bermanfaat.

Ulul Albab
Kabid Litbang DPP Amphuri

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.