Sambil Meneteskan Air Mata, Penjual Nasi Kuning Ini Bercerita Perjuangan Berangkat Haji

Sambil Meneteskan Air Mata, Penjual Nasi Kuning Ini Bercerita Perjuangan Berangkat Haji

Ibu Tipa, seorang janda berusia 50 tahun asal Kabupaten Probolinggo Jawa Timur, foto: Dok. Istimewa

SURABAYA (Suaramuslim.net) – Keberuntungan berpihak pada Tipa Iya Santono yang kerap dipanggil Ibu Tipa, seorang janda berusia 50 tahun asal Kabupaten Probolinggo Jawa Timur. Pedagang nasi kuning di Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Khoir Probolinggo ini bisa menunaikan rukun Islam kelima, yaitu haji di tanah suci Makkah.

Pencapain Ibu Tipa bukan tanpa sebab, ia rela berjualan nasi kuning dengan penghasilan pas-pasan dan hidup penuh sederhana bersama almarhum suaminya.

Janda tua yang tergabung dalam kloter 14 dan akan diterbangkan ke tanah suci pada Kamis (11/7) pukul 06.30 ini rela bangun pagi-pagi sekali untuk memulai berjualan di MI Miftahul Khoir. Nasi kuning dengan lauk tempe dan tahu yang ia jual ke siswa-siswi madrasah turut menjadi saksi bisu perjuangannya dalam meniti asa.

“Jam 06.00 WIB itu nak, saya sudah berangkat ke sekolah, jualan ala kadarnya. Yang beli ya anak sekolah itu. Ya lumayan, tapi yang jual juga banyak. Alhamdulillah rezeki tidak pernah tertukar nak,” ungkap Ibu Tipa sambil mengenang masa lalu.

Keuntungan yang diperoleh dari berjualan pun tidak seberapa. perharinya Ibu Tipa hanya meraup untung sebesar 20.000. Sedangkan almarhum suaminya yang bernama Miskat hanyalah seorang pemulung kardus. Penghasilan dari almarhum Miskat tentu tidak seberapa, namun keduanya mampu membuktikan bahwa usaha tidak pernah menghianati hasil.

Pertama kali mendaftar haji, Ibu Tipa dan almarhum suami menyetorkan uang sebanyak 5.000.000 kepada Saiful Bahri (pemilik KBIH). Uang itu ia kumpulkan bersama almarhum suami sudah bertahun-tahun. Dan ahirnya memberanikan diri mendaftar haji.

Namun amat disayangkan tahun 2018 ketika almarhum Miskat tiba giliran untuk berhaji, sesampainya di Embarkasi Surabaya, ia dikembalikan ke Probolinggo karena sakit. Selang beberapa hari, suaminya pun meninggal dunia. Hajinya pun dibadalkan oleh pihak KBIH.

Dengan mata berkaca-kaca, Ibu Tipa berusaha mengingat perjuangan almarhum suaminya dalam menabung untuk haji. Masih melekat dalam kenangannya betapa besar pengorbanan almarhum suaminya untuk berhaji.

“Bapak itu nak, sering nahan lapar kalau kerja. Dak mau makan di luar, di warung, dak mau nak. Bapak itu mau kelaparan, makannya pas di rumah. Alasannya katanya eman uangnya, mending untuk nabung haji,” kenang Ibu Tipa.

Ibu Tipa masih berusaha bercerita betapa kuat perjuangan almarhum suaminya dalam menabung untuk haji.

“Kalau kami punya uang hanya 20.000, bapak rela pergi ke rumah Pak Saiful melewati tiga kecamatan dan pakai sepeda ontel yang di belakangnya ada kardusnya nak. Uang 20.000 itu juga kadang recehan 1000, 2000,” imbuh Ibu Tipa sambil menahan air mata.

Jari jemarinya yang kasar menunjukkan betapa keras terpaan hidup dan perjuangan Ibu Tipa untuk berhaji. Ia mengaku selama menabung untuk haji tidak pernah putus asa, bahkan menyerah. Hal itu tidak pernah terpikirkan oleh Ibu Tipa. Perhiasannya yang diperuntukkan kebutuhan tak terduga kerap ia korbankan demi menabung untuk haji.

“Sering nak, cincin sama gelang saya jual untuk bisa nabung di bank. Dak sedih saya nak, saya malah sedih kalau dak bisa nabung ke bank untuk haji ini,” ungkap wanita yang semenjak menikah berjualan nasi kuning ini.

Sembari berzikir menggerakkan tasbih, Ibu Tipa berusaha bercerita rahasia ia dan almarhum suaminya begitu kuat ingin berhaji.

Janda tua yang belum dikaruniai anak ini mengaku sepertiga malam merupakan waktu yang sangat berarti. Di waktu-waktu itulah ia dan almarhum suami memanjatkan doa, mengadu kepada Allah SWT. Nyatanya hal itulah yang membuat Ibu Tipa kuat dengan segenap kenyataan yang ada.

“Jam 03.00 WIB itu bangun nak, mandi terus salat tahajud, dilanjut sampai Subuh. Ya Allah ya Rabbi, senangnya nak, damai hati itu nak. Di waktu-waktu itulah, langit terbuka untuk doa-doa kita,” sambung Ibu Pita meneteskan air mata.

Keberhasilan Ibu Tipa, menggugah hati Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari. Bupati wanita ini mendatangi kediaman Ibu Tipa beberapa hari sebelum Ibu Tipa diberangkatkan ke Embarkasi Surabaya.

Wanita kelahiran 1983 itu terenyuh mendengar perjuangan Ibu Tipa. Ia dan jajarannya lantas seolah-olah tertampar dengan kisah Ibu Tipa.

“Waktu tetangga saya tahu kalau saya berangkat haji ini pada kagum. Bupatipun datang karena penasaran.

Ahirnya datang sendiri bupatinya, kata bupati itu, pak camat dan banyak orang yang mampu di luar sana, tak haji, tapi ibu yang kondisi seperti ini bisa berhaji,” ujar Ibu Tipa menirukan kata-kata Bupati.

Saat ditanya, doa apakah yang ingin dipanjatkan kepada Allah SWT ketika beribadah haji. Jawaban Ibu Tipa tidak banyak. Ia mengaku hanya butuh sangu (bekal) untuk pulang ke rahmatullah.

“Orang hidup itu pasti pulang nak, pulang ke rahmatullah, kita butuh sangukan, sangu itulah yang saya siapkan nak,” imbuhnya kembali meneteskan air mata.

Reporter: Teguh Imami
Editor: Muhammad Nashir

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment