Satu Partai untuk Umat Islam Indonesia?

Satu Partai untuk Umat Islam Indonesia?

Iman Sebagai Dasar Persatuan
Ilustrasi M. Natsir. (Ils: Suaramuslim.net/Rian Oktanto)

Suaramuslim.net – Apabila proses taalluful qulub, mempertemukan hati dengan hati sudah sampai ke tingkat yang cukup kuat, maka organisasi-organisasi Islam yang kecil-kecil dan masih muda umumnya yang belum terlampau parah kemasukan penyakit ananiyah (individualisme) itu akan dapat, atas dasar musyawarah, menggabungkan diri dengan organisasi-organisasi yang sejenis. Sehingga jumlahnya berkurang, dan usaha perbaikan umat dapat dilakukan lebih efisien. Ini akan mudah tercapai di bidang sosial dan pendidikan kebudayaan.

Satu Partai untuk umat Islam Indonesia?

Desak-desakan seringkali dikemukakan sejak dulu sampai sekarang dari pihak yang berkuasa untuk “menyederhanakan partai-partai.” Dalam hal ini disarankan supaya hanya diberi izin satu partai Islam untuk umat Islam Indonesia. Ini pasti akan dirasakan sebagai satu tekanan dan paksaan dari penguasa. Yang mungkin bisa dihasilkan cara itu ialah semacam Ho-ko-kai di zaman fasis Jepang dulu. Ini bukan berarti kemajuan tetapi kemunduran seperempat abad.

Kalau yang dimaksudkan dengan apa yang disebut “penyederhanaan partai” itu ialah supaya dalam parlemen pilihan rakyat jangan terlampau banyak fraksi, itu dapat dicapai dengan cara yang lebih mudah, dengan tidak menekan hak berkumpul dan berserikat dengan secara paksa, yaitu dengan mengubah sistem pemilihan proporsional (pertimbangan) dengan sistem personal untuk satu daerah pemilihan (konstituen).

Organisasi umat yang diridhai Allah

Satu pikiran timbul dari kekesalan hati setengah orang, melihat “cekcoknya” organisasi Islam (tua-muda) sekarang ini ialah ide supaya organisasi itu, baik politik maupun sosial dan lain-lainnya, dibubarkan saja, mereka ini mengemukakan sebagai dalil, bahwa “di zaman Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, juga tidak ada parpol-parpol atau ormas-ormas.”

Tampak sepintas lalu, pikiran semacam itu bisa juga menarik mereka yang sama-sama kesal, dan sama-sama tidak menampak jalan. Tetapi kalau dianalisa secara teliti pemikiran ini tidak dapat dipertahankan.

Mengharamkan sesuatu, semata-mata oleh karena barang itu tidak ada di zaman Rasulullah adalah satu cara yang tidak betul. Umpamanya: Ada syariat Islam supaya menuntut ilmu dan menyebarkan ilmu, Rasulullah beserta para sahabat menyampaikan ajaran-ajaran Islam di masjid-masjid dan di rumah-rumah. Di zaman Rasulullah tidak ada pesantren, tidak ada madrasah-madrasah dan fakultas-fakultas yang bertujuan sama, seperti yang ada sekarang ini. Apakah pesantren-pesantren, madrasah-madrasah dan fakultas-fakultas itu diharamkan pula? Tentu tidak!

Islam adalah perpaduan antara tiga hal: akidah, syariah, dan nizham (tata hidup bermasyarakat). Syariah ditegakkan atas dasar akidah. Dan atas dasar akidah dan syariah ditegakkan pula nizham al-mujtama’ (aturan hidup bermasyarakat).

Islam tidak membolehkan adanya anarki, Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam memerintahkan untuk menegakkan dan mempertahankan ketiga unsur ini, supaya menegakkan Jama’atul Muslimin. Sebab Islam adalah agama jamaah yang menggunakan aturan (nizham). Bukan agama orang-perorangan yang bertebaran.

Maka organisasi Islam di Indonesia ini didirikan dengan tujuan untuk menanamkan akidah, menyampaikan syariah dan melaksanakannya dan menegakkan nizham itu.

Organisasi Islam ini bukan tujuan, tetapi alat. Tetapi alat itu perlu! Yang perlu dijaga, dan yang perlu diperbaiki ialah “nawaitu” para pemimpin dan anggota-anggota organisasi Islam itu tetap bersih. Wijhah (tujuan akhir) mereka tetap: keridhaan Ilahi semata-mata. Dan mutu ibadah, muamalah dan akhlak mereka bertambah tinggi, jangan sampai merosot di tengah jalan. Agar terbangun satu rumah seperti yang dilukiskan oleh Al-Quran:

مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ ۖ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا ۖ سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ۚ

Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud…” (Al-Fath: 29).

Umat yang demikian itu yang tidak ditegakkan secara dadakan, tetapi melalui proses didikan latihan, ujian, lahir dan batin, setaraf demi setaraf.

Firman Allah menggambarkan:

كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَىٰ عَلَىٰ سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ ۗ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

“… Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. (Al-Fath: 29).

Mereka menebar benih, menanam, memupuk, bersiang, melindungi dari gangguan kedinginan atau kepanasan, itulah tugas organisasi dan para pemimpinnya.

Sumber: Mempersatukan Ummat – M. Natsir

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment