Suaramuslim.net – Pengukuran atas dampak dari pendayagunaan zakat sangat diperlukan. Terlebih zakat merupakan dana umat yang dititip-kelolakan para muzaki dalam meringankan beban hidup kaum papa. Pada 2017, Data Badan Pusat Statistik menyebutkan, penduduk miskin di Indonesia masih sangat tinggi yaitu mencapai 27,77 juta orang. Studi oleh Firdaus et.al (2012) menyatakan zakat di Indonesia mencapai Rp 217 Triliun, tetapi realisasi penghimpunan zakat baru mencapai 3-5%. Hal tersebut menyatakan adanya kesenjangan yang lebar antara potensi dan realisasi penghimpunan zakat. Ini perlu kajian seberapa zakat telah mengentaskan kemiskinan di Indonesia.
Beberapa faktor yang menyebabkan antara lain, belum maksimalnya upaya penghimpunan zakat dan belum teryakinkannya muslim menunaikan zakat. Selain itu banyak muzaki yang menunaikan zakat secara langsung kepada mustahik atau melalui bukan lembaga resmi.
Nah, apakah pendayagunaan zakat telah menjawab tantangan pengentasan kemiskinan di Indonesia?
Menurut Pusat Kajian Strategis Badan Amil Zakat Nasional, ada tiga variabel yang digunakan untuk mengukur pendayagunaan zakat. Di antaranya Indeks kesejahteraan CIBEST (mengukur kesejahteraan material dan spiritual), Indeks Modifikasi IPM (mengukur pada sektor pendidikan dan kesehatan), Indeks Kemandirian (mengukur keberlanjutan mustahik pascaprogram).
Dampak pendayagunaan zakat yang tersebar di 28 provinsi di Indonesia telah berdampak baik dan positif, dengan nilai rata-rata 0.71. Nilai rata-rata itu didapatkan dari indeks CIBEST 0.79, Indeks IPM o.71, dan indeks Kemandirian, 0.59. Dari data tersebut disimpulkan bahwa yang perlu didorong lebih baik lagi adalah terkait kemandirian mustahik pascaprogram.
Pada sektor kesejahteraan material dan spiritual (CIBEST), 12 provinsi menunjukkan nilai indeks 1 yang berarti sangat baik. Dampak positif tersebut diperoleh dari baiknya bentuk dan mekanisme program pendayagunaan zakat, respon mustahik yang mau bekerja sama dan menginginkan perubahan pada diri mereka, serta pendampingan dan monitoring secara berkesinambungan.
Pendayagunaan zakat juga menunjukkan dampaknya di sektor pendidikan dan kesehatan (IPM) di negeri ini. Terbukti, 25 dari 28 provinsi yang diamati oleh Pusat Kajian Strategis BAZNAS menunjukkan nilai indeks 0.71 yang berarti baik. Program di bidang pendidikan meliputi pemberian beasiswa yang terdiri dari biaya pendidikan, satu keluarga satu sarjana, bantuan buku pelajaran dan buku tulis, dan lain lain. Pada bidang kesehatan, penyaluran zakat berupa pelayanan kesehatan dan pemberian obat secara berkala, pemberian akses untuk mendapatkan layanan kesehatan, bantuan biaya operasi, pemberdayaan lingkungan bersih, serta program-program lainnya.
Kemudian pada sektor kemandirian mustahik, 11 provinsi telah mencapai nilai 0.75 (baik). Namun 17 provinsi lainnya masih perlu didorong untuk tidak bergantung pada pemberian zakat. Penilaian kemandirian mustahik ini didasarkan pada kepemilikan usaha yang stabil dan kepemilikan tabungan oleh para mustahik.
Hasil catatan lapangan menunjukkan bahwa sebagian mustahik belum memiliki semangat kemandirian yang diharapkan walaupun telah didukung dan dibantu. Beberapa analisis muncul terkait perilaku tersebut diantaranya program yang tidak memberikan pendampingan yang cukup, bersifat teknis namun tidak memasukkan motivasi dan penyiapan mental mustahik, atau program produktif bersifat formal yang masih bersifat karitas.
Mengingat nilai indeks kemandirian merupakan penentu dan menjadi ujung dari penyaluran zakat itu sendiri, mustahik perlu terus didorong untuk mandiri. Tentunya, pemantauan dan pengawasan sangat dibutuhkan untuk memastikan mustahik tidak lagi bergantung pada pemberian dana zakat atau sumbangan lainnya.
Laporan pendayagunaan zakat yang diterbitkan oleh BAZNAS diharapkan mampu menambah kepercayaan muzaki sekalian. Bahwa zakat yang para muzaki titip-kelolakan telah disampaikan dan dimanfaatkan dengan baik oleh BAZNAS maupun lembaga-lembaga amil zakat resmi lainnya.
Kepercayaan dan kesadaran para muzaki untuk menunaikan zakat juga dapat ditularkan ke para wajib zakat lainnya. Apalagi dengan banyaknya pilihan lembaga amil zakat yang sudah memiliki platform online, zakat bisa ditunaikan kapan pun dengan mudah.
Selain mengharap lembaga amil zakat terus memperbaiki program layanan dan pendampingan mustahik, syukur alhamdulillah jika muzaki juga turut serta memberi dukungan dengan memantau dan mendampingi mustahik. Atau berkontribusi dengan melaporkan kondisi masyarakat terdekat yang membutuhkan. Agar kemudian para mustahik dapat menjadi muzaki dengan harkat dan martabat hidup yang lebih baik. Hingga dapat bermanfaat bagi lingkungan di sekitarnya bahkan umat di seluruh dunia.
(sumber : Dampak Zakat Terhadap Kesejahteraan Mustahik di Indonesia, Puskas BAZNAS 2017)
Kontributor: Fauziza Yonas Sukma Putri
Editor: Oki Aryono