Senandung Rabu, Biru Ku Merindu

Senandung Rabu, Biru Ku Merindu

Senandung Rabu, Biru Ku Merindu
Emak-emak Rabu Biru di Surabaya. (Foto: Neneng)

Suaramuslim.net – Senang sekali rasanya saat itu, mendapat sebuah undangan bergabung di WhatsApp Grup (WAG) sekaligus undangan untuk hadir pada pertemuan di sebuah mall di kawasan Surabaya Barat. Masih segar di ingatanku, hari Rabu, 10 Oktober 2018.

Itulah pertama kali aku hadir dan berkenalan dengan Rabu Biru (tentu sudah mendapat izin sang bojo) undangan tersebut datang dari seseorang yang sekaligus guru saya, yang memahami kalau saya InsyaAllah termasuk HORAS (Himpunan Orang ber Akal Sehat).

Tak ada yang kebetulan karena semua atas izin Allah.

Rasa bangga dan bersyukur karena diberi kesempatan bertemu dan bersilaturahmi baik langsung maupun melalui WAG dengan emak-emak hebat, luar biasa yang semakin menambah wawasan perpolitikan dalam beberapa bulan terakhir ini, mewarnai hari-hari kehidupan saya yang notabene adalah seorang PNS murni (pegawai non-stop) -baca: ibu rumah tangga-

Gelombang Rabu Biru

Alhamdulillah, kini di setiap Rabu ada nuansa baru selalu kurindu, yang membuatku serasa mempunyai keluarga baru, semangat baru, dengan nuansa biru yang menyejukkan.

Kita bertemu, diskusi ringan, saling berbagi ilmu, itulah “senandung Rabu” kita dengan frekuensi yang sama menjadikan sebuah oase yang membangkitkan semangat baru bagiku, yang selama ini mencari dan butuh “wadah” untuk bisa mengekspresikan segala gundah di hati melihat fenomena yang terjadi di sekitar lingkungan.

Diperjalankan Allah pada sebuah gelombang yang sama, gelombang yang akan membawa pada perubahan baru InsyaAllah. Meski saya adalah bagian kecil, sekecil-kecilnya dari pergerakan para emak hebat yang telah berjuang meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya bahkan materi demi sebuah perubahan yang lebih baik di negeri ini.

Selama ikut Rabu Biru, aku hanya akan hadir pada event tertentu yang waktunya pas dan sesuai dengan jam penjemputan ananda serta urusan “dalam negeri” teratasi. Jadi meski aku bukan peserta aktif, tapi hubungan silaturahmi tetap terjalin, enjoy dan saling memberi support serta update informasi yang terbaru, terhangat.

Semua berjalan baik, semua berjuang sesuai porsi dan kapasitas masing-masing. Keseruan selalu terjadi ketika kita bertemu, pasti tidak terlewatkan yang khas dari para emak yang seakan menjadi virus bagi orang terdekatnya bahkan tidak heran anak-anak pun mengikuti kebiasaan emaknya yaitu ke mana pun, di mana pun dan dengan siapa pun selalu membawa “pistol” salam 2 jari  yang sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan.

Spontanitasnya para emak, ber selfi-ria dengan yel-yel yang diteriakkan, seiring, sejalan dan sejiwa dengan apa yang diperjuangkan para emak yang menjadi kekuatan. Tanpa paksaan, semua muncul atas kesadaran diri, dari hati, semua karena cinta, cinta kita terhadap NKRI.

Bagiku, ini pengalaman yang luar biasa selama hidup, telah beberapa kali mengalami episode pemilu, baru sekaranglah hati tergerak dan mulai sadar politik serta agak melek dengan yang namanya kebangsaan.

Sebagai emak dengan anak berusia 9 tahun, tentu bukan tanpa alasan aku bergabung di komunitas Rabu Biru ini. Selain pengen sinau ben nambah pinter ketularan para emak yang hebat juga menambah ghirah dalam ukhuwah serta dakwah setiap para pejuang yang menyengat semangat untuk menebar manfaat. Karena, sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat.

Maka, tidak jarang postingan di WA story maupun IG mulai dari aktifitas bersama para emak di Rabu Biru, beberapa info yang terkait dengan PAS, beberapa qoutes dan video para ustaz serta tidak ketinggalan foto pribadi pun saya share sebagai bagian dari identitas diri. Bahwa hidup harus berani menentukan pilihan, dengan harapan ini menjadi virus juga khususnya untuk lingkungan terkecil saya, keluarga. Agar mereka tidak golput!

Sebuah Pembelajaran Politik

Setiap pengalaman adalah pelajaran. Dan apa yang terjadi padaku ini semoga menjadi bahan pembelajaran bagi kita semua.

Beberapa waktu yang lalu, aku dihadapkan pada sebuah persoalan yang sungguh, di luar dugaan!

Suami yang seorang PNS, sudah tentu dituntut kenetralannya. Tapi, aku ingin bertanya apakah ada di dalam UU nya seorang istri PNS harus netral?

Aku merasa bertanggung jawab dalam tumbuh kembangnya ananda sebagai amanah dari-Nya, untuk menanamkan nilai-nilai akidah, akhlak, syariah, termasuk demokrasi sejak dini, untuk mengenal politik, ben melek, dan tidak merasa “tabu” dengan hal tersebut, sebagai bagian dari cinta bangsa ini. Sebagai warga negara yang mempunyai hak berpendapat, dan bebas dengan pilihannya. Hanya karena terdapat foto salam 2 jariku yang diposting di IG, maka itu menjadi masalah bagi mereka para penguasa!

Betapa terbatasnya gerak langkahku dalam era ini, bersuamikan seorang PNS.

Awalnya aku berpikir, karena aku bukan PNS maka, aku menolak menjadi netral, sebab netral bukan pilihan bagiku. (Meskipun suamiku mensupport karena beliau begitu menanamkan kebebasan demokrasi di rumah).

Keberagaman memang selayaknya kita pahami sebagai bentuk dari kekuasaan Ilahi. Tetapi jika urusan internal keluarga yang ingin menanamkan serta menumbuhkan demokrasi yang sejuk ini, menjadi urusan bagi para penguasa di negeri yang kita cintai ini, maka sungguh bagiku ini bukan pembelajaran politik yang cerdas apalagi dalam kehidupan bernegara dan berdemokrasi.

Semoga apa yang terjadi ini, menjadi peluang pahala dan ridha Nya, sebagai bentuk kasih sayang Allah untuk selalu dalam koridor Allah.

Merindu Senandung Rabu Biru

Mak.

Perjuangan belum usai…

Aku akan tetap bangga berada di antara mereka. Aku bangga menjadi bagian dari mereka. Menjadi satu barisan dengan mereka, meski bukan dari barisan terdepan, meski barisanku yang paling jauh sekalipun.

Aku bangga Mak! Karena dengan ini aku telah menorehkan sejarah minimal di memori anakku. Kelak ketika mereka dewasa, ini akan tertanam bahwa pada sebuah zaman ada gerakan “The Power Of Emak-Emak” yang berjuang demi generasi penerus bangsa yang lebih baik dan bermartabat, demi seluruh anak-anak bangsa yang hidup setelah kita tiada.

Mak.

Tetap berjuang…

Tetap semangat dan memberi manfaat untuk anak cucu kita.

Aku tetap akan merindumu, Mak…

Merindu biru yang sejuk, merindu senandung-senandungmu. Menyuarakan keindahan bukanlah suatu kesalahan, sebab di situ ada kebaikan. Kebaikan yang benar, akan memunculkan aura surga dalam “rumah kita.” Berperanlah, sekecil apa pun. Layaknya semut yang meneteskan air saat nabi Ibrahim dibakar, (bukan jadi cicak).

Semoga Allah memampukan peran emak-emak Indonesia sebagai al ummu madrasatul ula sebagai pilar keluarga, dan sebagai garda terdepan bangsa.

Perjuangan belum usai, Mak.

Semoga para pemimpin kita tidak salah dalam menjawab setiap ujian dari Allah.

Mak.

Senandungkan Rabu-mu dan Biru kan selalu merindumu…*

Sememi, Surabaya, 10 Februari 2019

Penulis: Neneng Sri Mulyaniar Rachman

*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment