Suaramuslim.net – Senyum simpul harapan. Buah manis bagi anak-anak yang tidak sepele pengaruh pada kejiwaannya. Senyuman “memaksa” anak bahagia, sebahagia saat mereka bisa tertawa. Bahagia mampu menarik harapan. Sebagaimana magnet bertemu dengan besi. Daya tarik begitu kuat. Tidak heran orang yang bahagia lebih mudah sukses. “Senyum menarik sukses” sebuah kalimat tidak berlebihan.
Hidup dan kehidupan terasa nyambung dengan bibir selalu tersenyum. Kehidupan kadang lunak kadang keras. Agar kehidupan bisa hidup, saat lunak butuh yang mengeraskan, agar tidak lalai. Dan itu dengan wajah tersenyum. Saat keras butuh yang melunakkan agar tidak takut. Dan senyum mampu penawar rasa takut yang mujarab.
Dalam pergaulan kepada anak-anak, orang tua atau kaum dewasa nampak keengganan untuk terenyum beberapa detik. Saat bertemu, mereka begitu cerewet, seakan di bibir begitu berat.
Sengaja tersenyum dengan dipaksa lebih baik daripada tidak ada sama sekali, meski agak garing senyum seperti ini. Anak-anak masih kurang dalam memahami tipe senyum. Sehingga tetap paksa tersenyum seperti akan selfie kepada anak-anak membuat semangat untuk mendekat lebih tinggi.
Jika sampai taraf tidak disengaja atau reflek tersenyum saat bertemu dengan anak-anak maka itu sebuah modal berharga bagi yang ingin menguasai dunia anak-anak. Sebuah dunia yang penuh dengan bermain dan permainan. Dan orang tua atau kaum dewasa harus kembali untuk menjadi anak-anak. Supaya mampu berkeanakan lagi.
Ada baiknya menengok ke belakang tentang teladan dari manusia paling mulia, Rasulullah saw. Kisah berikut terdapat di kitab Durratun Nasihin karya Syeikh Usman bin Hasan Ahmad Syakir al Kubawi. Bagaimana beliau memperlakukan anak-anak. Bagaimana membuat anak-anak terasa dalam perlindungan seutuhnya dari ketiadaan. Bagaimana membuat anak-anak merasa hidup lebih panjang.
Suatu hari ada anak gadis lagi yatim yang terlihat murung di hari raya Idul Fitri. Anak tersebut paling berbeda sendiri karena yang lain sedang bergembira. Beliau melihat hal demikian muncul rasa iba. Didekati dan diusap kepalanya. Anak tersebut tetap menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam dengan lembut bertanya perihal ayahnya dan anak tersebut menceritakan ayahnya yang ikut berperang dengan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salamdan gugur. Kemudian anak tersebut melanjutkan cerita jika tiap hari raya ayahnya membelikan baju manis berwarna hijau. Dan hari raya tahun lalu adalah pertemuan terakhir.
Mendengar cerita itu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam tersenyum dan memberikan secuil harapan dengan menjadikan dirinya sebagai ayah, Ali sebagai paman, Aisyah sebagai ibunda dan Fatimah sebagai kakak. Anak tersebut tanpa bilang apa-apa ikut ajakan Rasulullah dan keluarganya, memperlakukan anak tersebut secara istimewa.
Rambutnya disisir, diberikan baju baru dan wewangian. Kebahagian menyelimuti anak tersebut bersamaan dengan kesedihan yang sedikit terlupakan. Tentu saja harapan yang diulurkan kepadanya membuat dirinya bisa melupakan sejenak tentang ayahnya yang telah meninggal.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam paham betul posisi anak-anak dan cara memperlakukan mereka. Senyum sebagai awal perjumpaan yang manis dan kata-kata yang keluar dari lisannya memberikan berjuta harapan. Tentu saja ada penyesuaian dalam umur dan pemahaman.
Psikolog Vera Itabiliana mengatakan, jika senyuman, bisa mengaktifkan otak bagian emosi, salah satunya dengan meningkatkan positif berpikir. Dari berpikir yang positif menumbuhkan semangat akan hidup. Jika diberikan kepada anak-anak bisa membuat anak cerah dalam menatap ke depannya. Bentangan kebahagiaan terhampar begitu luas.
Sapaan pertama dengan salam diikuti senyuman juga membuat doa yang terkandung dalam salam akan lebih terasa manfaat bagi telinga yang mendengar. Tidak hanya untuk anak-anak, juga orang dewasa juga merasa demikian.
Dalam kisah yang lain, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam pernah bertemu dengan seorang anak yang sedang murung karena burung piaraannya mati. Dan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam dengan banyak kesibukan dalam urusan keumatan masih menyempatkan menyapa anak tersebut. Tidak cukup hanya itu, beliau juga menyempatkan untuk bertanya tentang keadaan diri anak tersebut dan meminta menceritakan soal kematian burung tersebut. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam dengan perkataan lembut dan penuh hiburan kepada anak tersebut.
Kepedulian yang tampak dengan tulus tersebut membuat anak-anak menjadi mudah menerima orang dewasa. Baik itu dalam nasihat maupun dalam perbincangan kecil sekalipun. Apalagi dalam rangka untuk menghibur anak tersebut.
Dalam kasus seperti ini tentu anak akan merasa diperhatikan dan kepercayaan diri tumbuh dengan baik. Tidak masalah seberapa ukuran yang ada atau seberapa tinggi anak tersebut bisa mendapatkan pengaruh dari pendekatan yang diawali dengan senyuman ini.
Senyum seperti apa yang baik dan terasa manfaat bagi anak? Duchenne smile, sebuah senyuman yang tidak hanya bibir saja yang ikut tersenyum. Mata, pipi dan alispun ikut tersenyum. Hati anak yang lembut lagi bersih akan mudah menangkap senyuman seperti ini.
Seyogianya, orang tua atau siapapun yang ingin mengembangkan pergaulannya dengan anak-anak ini perlu meniru cara senyum ini. Yang notabene sudah dipraktikkan oleh Rasul sendiri.
Khusus bagi guru yang berada di tingkat dasar, belajar untuk tersenyum merupakan kebutuhan akan kemampuan yang perlu dikembangkan dalam menghadapi anak-anak. Karena usia dasar adalah pengolahan karakter. Dan akan berhasil dengan adanya sebuah senyum yang tulus.
Senyuman dan kata-kata dari hati menetaskan harapan untuk lebih hidup.*
Kontributor: Muslih Marju
Editor: Oki Aryono
*Guru SD Inovatif Aisyiyah Kedungwaru, Tulungagung
*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net