Siasat Sunan Bonang Mengislamkan Penduduk Jawa

Siasat Sunan Bonang Mengislamkan Penduduk Jawa

https://suaramuslim.net/sunan-ampel-dan-dakwahnya-melalui-pernikahan/
Ilustrasi Sunan Bonang. (Ils: pewartanusantara.com)

Suaramuslim.net – Apabila bekunjung ke masjid Agung Tuban, jangan lupa menoleh ke sisi sebelah kiri. Di sana terdapat makam Sunan Bonang. Makam Sunan Bonang dikelilingi tembok dengan empat buah pintu gerbang untuk masuk ke kompleks makam.

Pintu gerbang di makam Sunan Bonang berupa gapura paduraksa. Pintu gerbang di sebelah Selatan berbentuk Semar Tinandu dengan atap berhias ornamen bunga-bunga dengan dinding di kanan dan kirinya dihiasi piring-piring dan mangkok keramik Cina.

Kelahiran Sunan Bonang

Menurut Agus Sunyoto dalam Atlas Wali Songo Sunan Bonang adalah putra keempat Sunan Ampel dari perkawinan dengan Nyai Ageng Manila Putri Arya Teja Bupati Tuban.

Adik Sunan Bonang sendiri Raden Qosim yang kelak menjadi anggota Wali Songo dan dikenal dengan sebutan Sunan Drajat.

Sunan Bonang lahir dengan nama kecil Mahdum Ibrahim. Menurut perhitungan B.J.O Schrieke dalam Het Book van Bonang (1916), Sunan Bonang diperkirakan lahir sekitar tahun 1465 Masehi dan tidak bisa lebih awal dari tahun kelahirannya, pada waktu Sunan Ampel wafat Sunan Bonang baru berusia dua tahun.

Hal ini pula yang diamini oleh Widji Saksono dalam Mengislamkan Tanah Jawa, berita babad-babad, beliau masih hidup beberapa lama sejak kejatuhan Majapahit pada 1478 M. Oleh karena itu, kita dapat menentukan bahwa Sunan Bonang wafat sekitar tahun 1525 M.

Ilmu Sunan Bonang

Ihwal kelimuan, Sunan Bonang belajar sendiri langsung dari ayahnya, Sunan Ampel. Ia belajar bersama santri-santri Sunan Ampel yang lain seperti Sunan Giri, Raden Patah, dan Raden Kusen.

Selain dari Sunan Ampel, Sunan Bonang juga menuntut ilmu kepada Syekh Maulana Ishak.  Yaitu sewaktu bersama-sama dengan Sunan Giri ke Malaka dalam perjalanan haji ke tanah suci Mekkah.

Sunan Bonang dikenal sebagai seorang penyebar Islam yang menguasai ilmu fikih, ushuluddin, tasawuf, seni, sastra, arsitektur dan ilmu silat dengan kesaktian dan kedigdayaan yang menakjubkan.

Dakwah melalui karya

Dakwahnya melalui pendekatan yang lebih mengarah kepada hal-hal yang bersifat seni budaya sebagaimana hal serupa dilakukan Sunan Kalijaga, muridnya.

Selain dikenal sering berdakwah dengan menjadi dalang yang memainkan wayang, Sunan Bonang juga piawai menggubah tembang-tembang macapat. Terutama tentang tembang jenis macapat yang sangat populer saat itu. Sejumlah tembang macapat diketahui digubah oleh Sunan Bonang.

Namun, dakwah Sunan Bonang tidak selamanya mulus. Di daerah Kediri, Sunan Bonang pernah merusak arca yang dipuja penduduk dan mengubah aliran air Sungai Brantas dan untuk mengutuk penduduk suatu desa gara-gara kesalahan satu orang warga.

Sebagai akibat pendekatan dakwahnya yang keras itu, dalam Babad Daha Kediri dikisahkan bagaimana Sunan Bonang menghadapi resistensi dari penduduk Kediri berupa konflik dalam bentuk perdebatan maupun pertarungan fisik dengan Ki Buto Locaya dan Nyai Plencing yang kiranya musuh Sunan Bonang itu menunjuk pada tokoh penganut ajaran Bhairawa-Bhairawi di daerah Kediri.

Rupanya, setelah kurang berhasil melakukan dakwah di Kediri menurut naskah Hikayat Hasanuddin Sunan Bonang pergi ke Demak atas panggilan “Pangeran Ratu” untuk menjadi imam Masjid Demak. Yang dimaksud “Pangeran Ratu,” adalah sebutan bagi Raden Patah, yaitu Kakak ipar Sunan Bonang.

Namun, tidak lama kemudian, jabatan sebagai imam Masjid Demak ditinggalkannya. Jabatannya kemudian digantikan oleh seorang bernama Ibrahim yang digelari Pangeran Karang Kemuning, seorang alim berasal dari negeri atas angin.

Sunan Bonang dikisahkan sebagai seorang penyebar dakwah Islam yang ulet dan gigi yang selalu selalu mampu memanfaatkan peluang untuk mengajak orang jadi muslim.

Serat Kandhaning Ringgit Purwo menuturkan, bagaimana Sunan Bonang yang menempatkan Ki Pandan Arang di Pulau Tirang untuk mengembangkan Islam, telah menjadi sebab bagi masuk Islamnya sejumlah penduduk terutama para Ajar (pendeta) di pulau tersebut.

Menurut catatan Sadjarah Dalem, Sunan Bonang dikisahkan hidup tidak menikah atau membujang sampai wafatnya.

Penjelasan ini sama dengan Carita Lasem yang menggambarkan Sunan Bonang sejak tinggal di Lasem sampai tinggal di Tuban tidak memiliki seorang istri. Dalam Babad Tanah Jawi pun tidak disebut adanya istri dan putra dari Sunan Bonang.

Teguh Imami
Alumni Ilmu Sejarah FIB Unair Surabaya

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment