Suaramuslim.net – Biasanya manusia itu senang meminjamkan duitnya jika dikembalikan tepat waktu dan berlebih. Maka mestinya manusia lebih bersemangat untuk meminjamkan hartanya kepada Allah, karena pasti akan mendapatkan kembalian yang besar. Pinjaman kepada Allah dengan cara bersedekah di jalan-Nya.
Allah berfirman dalam Surat Al-Baqarah 245.
مَّن ذَا ٱلَّذِي يُقۡرِضُ ٱللَّهَ قَرۡضًا حَسَنٗا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥٓ أَضۡعَافٗا كَثِيرَةٗۚ وَٱللَّهُ يَقۡبِضُ وَيَبۡصُۜطُ وَإِلَيۡهِ تُرۡجَعُونَ
“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya lah kamu dikembalikan.”
Ibnu Abu Hatim mengatakan terkait ayat di atas.
Dari Abdullah ibnu Mas’ud yang menceritakan bahwa ketika ayat berikut diturunkan, yaitu firman-Nya: Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (membelanjakan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya. (Al-Baqarah: 245) Maka Abud Dahdah Al-Ansari berkata:
“Wahai Rasulullah, apakah memang Allah menginginkan pinjaman dari kami?” Nabi menjawab, “Benar, Abud Dahdah.”
Abud Dahdah berkata, “Wahai Rasulullah, ulurkanlah tanganmu.” Maka Rasulullah mengulurkan tangannya kepada Abud Dahdah.
Lalu Abud Dahdah berkata, “Sesungguhnya aku meminjamkan kepada Tuhanku kebun milikku.”
Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa di dalam kebun milik Abud Dahdah terdapat enam ratus pohon kurma, sedangkan istri dan anak-anaknya tinggal di dalam kebun itu. Maka Abud Dahdah datang ke kebunnya dan memanggil istrinya, “Hai Ummu Dahdah.”
Ummu Dahdah menjawab, “Labbaik.” Abud Dahdah berkata, “Keluarlah kamu, sesungguhnya aku telah meminjamkan kebun ini kepada Tuhanku.” (Hadis ini dinukil oleh Abu Fida Ismail yang terkenal dengan nama Ibnu Katsir).
So… Meminjamkan harta kita kepada Allah adalah dengan menginfaqkan sebagian dari harta kita di jalan-Nya.
Infaq atau sedekah bisa meliputi infaq wajib yaitu zakat mal, atau infaq sunnah. Dan siapa pun yang melakukan keduanya itu sama saja seperti memberikan pinjaman kepada Allah.
Semestinya infaq wajib lebih didahulukan baru kemudian diikuti yang sunah agar lebih sempurna pinjaman yang kita anugerahkan kepada Allah.
Sebagaimana ayat di atas, siapa yang memberikan pinjaman kepada Allah, maka akan mendapatkan ‘balen’ yang berlipat-lipat.
Kualitas pribadi seseorang dengan semangatnya untuk meminjami Allah dengan hartanya atau menginfaqkan hartanya di jalan Allah itu ada tiga macam (menurut guru kami Abi KH Ihya Ulumiddin).
Beliau menyatakan;
Perbedaan antara sakho, jud dan itsar
Sakho adalah memberikan sedikit dan menyisakan lebih banyak
Al-Jud memberikan lebih banyak dan menyisakan lebih sedikit
Al-Itsar memberikan seluruhnya tanpa menyisakan sedikitpun
Namun jiwa yang memiliki sifat loman baik itu sakho, juud atau itsar adalah sifat yang harus ada pada diri seorang muslim, agar bisa memberikan pinjaman kepada Allah.
Para sahabat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam juga memiliki sifat-sifat di atas.
- Sayidina Abdurrahman bin Auf
Konglomerat Islam di zaman Nabi, yang selalu bersedekah untuk kepentingan Islam.
Beliau pernah menyumbang untuk biaya perang Tabuk sebanyak 200 uqiyah emas. 1 uqiyah emas senilai 31,7475 gram emas, atau setara dengan 7,4 dinar emas. Jika harga 1 dinar emas sekarang adalah sebesar Rp2.370.000, berarti 200 uqiyah itu nilainya setara Rp3,5 miliar.
Beliau menyantuni veteran perang Badar yang masih hidup sebesar 400 dinar/orang, untuk 100 orang, itu berarti 40 ribu dinar, yang setara dengan Rp94 miliar. Banyak lagi sedekah Abdurrahman bin Auf yang tercatat dalam sejarah.
Namun ketika Abdurrahman bin Auf wafat (32 H/652 M), dan sebelum wafatnya pada usia 72 tahun, beliau masih meninggalkan harta kekayaan yang sangat banyak: 1.000 ekor unta, 100 ekor kuda, 3.000 ekor kambing, dan setiap istrinya mendapatkan warisan 80.000 dinar. Padahal, warisan untuk setiap istrinya hanya 1/4 dari 1/8 bagian. Sesuai syari’at Islam, istri mendapatkan bagian 1/8 karena ada anak, lalu 1/8 ini dibagi 4 karena ada 4 istri.
Kekayaan yang ditinggalkan Abdurrahman saat itu berjumlah 2.560.000 dinar, atau setara dengan Rp4 triliun. 1 dinar setara dengan 4,25 gram emas = 2.560.000 x 4,25 gram x Rp365.722 = 3.979.055.360.000 atau hampir Rp4 triliun. (Dr. M. Syafii Antonio).
- Sayidina Utsman bin Affan
Dalam sebuah riwayat beliau juga ikut menyumbang untuk perang Tabuk. Dana yang disumbangkan 1.000 dinar, 1.000 onta, dan 70 ekor kuda.
Membeli sumur Raumah dari Yahudi, atas tawaran Nabi Muhammad. Tapi Yahudi memberi sarat, mau menjual sumur itu kepada Utsman seharga 12.000 dirham dengan kepemilikan bersama dengan Yahudi. Yaitu sehari milik Utsman sehari berikutnya milik Yahudi.
Pada hari milik Utsman, beliau mempersilakan masyarakat mengambil air. Maka masyarakat Madinah mengambil air sebanyak-banyaknya untuk persediaan hari berikutnya. Sudah dipastikan hari sumur milik Yahudi jadi sepi. Akhirnya Yahudi itu mendatangi Utsman dan menjual kepemilikan secara penuh seharga 8.000 dirham.
Ubaidillah bin Utbah memberitakan, ketika terbunuh, Utsman masih memiliki harta, yaitu: 30.500.000 dirham (setara dengan Rp2,05875 triliun) dan 100.000 dinar (setara dengan Rp237 miliar).
- Sayidina Abu Bakar
Menyerahkan semua hartanya dalam perang Tabuk sementara Sayidina Umar menyerahkan setengah hartanya.
So, sifat loman atau dermawan dengan minimal sifat sakho’ ada dalam diri kita, karena hal itu juga dianjurkan oleh Nabi Muhammad.
Dari Adi bin Hatim, bahwa Nabi bersabda, “Jagalah diri kalian dari api neraka, sekalipun dengan menyedekahkan sepotong kurma.” (Muttafaq alaih).
Aplikasi dari hadis itu adalah mencoba untuk berinfaq sebagai semangat meminjami Allah meski hanya dengan 10 ribu rupiah setiap Jumat misalnya. Atau 50 ribu rupiah setiap bulannya, yang penting istiqamah.
Sehingga jika kita memiliki sifat sakho’, juud apalagi itsar, kita akan mendapatkan hal-hal sebagai berikut di antaranya;
- Kembalian pinjaman dari Allah yang berlipat ganda.
- Mendapatkan ‘payung’ untuk menaungi dari panasnya di padang mahsyar.
Pada waktu kepanasan itu banyak manusia mencari payung untuk bisa sekadar bernaung. Ternyata sedekah itu akan menjadi salah satu payung yang didapat di hari itu.
Uqbah bin Amir berkata, “Saya mendengar Rasulullah bersabda;
“Setiap orang berada di bawah naungan sedekahnya hingga manusia diadili oleh pengadilan Allah” atau beliau bersabda; “Hingga ditetapkan keputusan di antara manusia.” (Ibnu Khuzaimah, sanad sahih berdasarkan sanad Muslim).
Abu Al-Khair, salah satu perawi hadis berkata; “Tidak berlalu satu hari pun melainkan ia pasti bersedekah dengan sesuatu meski hanya dengan sepotong kue atau sebutir bawang.”
- Akan menjadi tameng diri dari api neraka.
- Mendapatkan doa yang menyenangkan dari malaikat.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Nabi Muhammad shallallahu alahi wa sallam bersabda: “Tidak ada satu Subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat. Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”, sedangkan yang satu lagi berdoa: “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya).” (Al-Bukhari, 5/270).
Itulah kenapa orang yang durhaka ketika mati pun minta hidup lagi agar supaya bisa sedekah baik yang wajib maupun sunnah. Allah berfirman:
وَأَنفِقُواْ مِن مَّا رَزَقۡنَٰكُم مِّن قَبۡلِ أَن يَأۡتِيَ أَحَدَكُمُ ٱلۡمَوۡتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوۡلَآ أَخَّرۡتَنِيٓ إِلَىٰٓ أَجَلٖ قَرِيبٖ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ ٱلصَّٰلِحِينَ
“Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu; lalu dia berkata (menyesali), “Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)-ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang saleh.” (Al-Munafiqun: 10).
Orang itu minta dikembalikan lagi kepada kehidupan dunia agar bisa berzakat dan sedekah sunah, karena mengetahui betapa besar pahala zakat dan sedekah itu sebagai bentuk muamalahnya kepada Allah. Wallahu a’lam.