Surat Pendek Ini Setara dengan Sepertiga Al-Quran

Surat Pendek Ini Setara dengan Sepertiga Al-Quran

Surat Pendek atau Surat al-ikhlas

Suaramuslim.net – Dalam Al-Qur’an, terdapat surat yang hanya terdiri dari 4 ayat, namun setara dengan sepertiga Al-Qur’an. Surat itu adalah Al-Ikhlas. Tulisan ini memuat penjelasan tentang dahsyatnya surat ke-112 itu.

Imam Al Bukhari meriwayatkan dari Abi Sa’id al-Khudri, bahwasanya ada orang yang mendengar seorang membaca “Qul huwallahu ahad,” dan diulang-ulang. Pada keesokan harinya, ia mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan melaporkannya, seakan ia menganggap remeh amalan orang tersebut. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, itu (surat Al-Ikhlas) sebanding dengan sepertiga Al-Qur’an.”

Hadits lain yang menceritakan kesetaraan surat Al-Ikhlas dengan sepertiga Al-Qur’an, diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abud Darda’ bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah seseorang dari kamu tidak mampu membaca sepertiga Al-Qur’an dalam satu malam?” Para sahabat bertanya, “Bagaimana seseorang (mampu) membaca sepertiga Al-Qur’an (di dalam satu malam)?” Beliau bersabda, “Qul huwallaahu ahad sebanding dengan sepertiga Al-Qur’an.”

Sedangkan penjelasan tentang nilai surat Al-Ikhlas tersebut, Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, ”Maksudnya, bahwa Al-Qur`an diturunkan menjadi tiga bagian. Sepertiga bagian berisi hukum-hukum, sepertiga lagi berisi janji dan ancaman, dan sepertiga bagiannya yang lain terdiri dari nama dan sifat Allah dan surat ini mengumpulkan antara nama dan sifat-sifat (Allah).”

Makna Ayat dan Tafsir Surat Al-Ikhlas

Ayat pertama surat Al-Ikhlas, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ

yang artinya, “Katakanlah, Dialah yang Maha Esa.”

Imam Ibnu Katsir dalam kitabnya mengatakan bahwa, “Yakni: Dia yang pertama dan Esa, tidak ada tandingan dan pembantu, tidak ada yang setara dan tidak ada yang menyerupai-Nya, dan tidak ada yang sebanding (dengan-Nya). Kata ini tidak digunakan untuk menetapkan pada siapapun selain pada Allah subhanahu wa ta’ala, karena Dia Maha Sempurna dalam seluruh sifat-sifat-Nya dan perbuatan-perbuatan-Nya.

Kemudian di ayat kedua, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman

اللَّهُ الصَّمَدُ

yang sering diartikan dengan “Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.”

Beberapa ulama menafsirkan tentang kata “Ash-Shomad”. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu dalam riwayat ‘Ikrimah menafsirkan dengan Rabb yang segala sesuatu  menghadap kepada-Nya dalam memenuhi semua kebutuhan dan permintaan. Sementara itu Ash-Shomad menurut pendapat ar-Rabi’ bin Anas adalah yang tidak bernak dan tidak pula diperanakkan. Ash-Shomad juga diartikan “Yang tak berongga,” oleh Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, S’id bin Musayyib, Mujahid, Abdullah bin Buraidah, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, ‘Atha bin Abi Rabbah, ‘Athiyah al-‘Aufi, Adh-Dhahhak, As-Suddi. Yang tidak memakan makanan dan tidak minum minuman. Ini pendapat asy-Sya’bi. Cahaya yang bersinar. Ini pendapat Abdullah bin Buraidah. Imam Thabrani rahimahullah membenarkan semua pendapat ulama tentang pengertian Ash-Shomad, menurutnya semuamya merupakan sifat Allah azza wa jalla. “Dia adalah tempat menghadap di dalam memenuhi semua kebutuhan. Dia adalah yang kekuasan-Nya sempurna. Doa adalah Ash-Shomad, yang tidak berongga, Dia tidak makan dan minum. Dia adalah yang Maha Kekal setelah makhluk-Nya (binasa).”

Di ayat ketiga surat Al Ikhlas, Allah berfirman

 َلمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ

Yang artinya, “Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan.” Syaikh Musa’id ath-Thayyar hafizhahullah berkata, “Yaitu: (Allah) ini yang berhak diibadahi. Dia tidak dilahirkan sehingga akan binasa. Dia juga bukan suatu yang baru yang didahului oleh tidak ada lalu menjadi ada. Bahkan Dia adalah al-Awwal yang tidak ada sesuatupun sebelum-Nya, dan al-Akhir yang tidak ada sesuatupun setelah-Nya.”

Sementara di ayat terakhir, Allah ta’ala berfirman,

وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ

Yang artinya, “Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”

Syaikh Al-‘Utsaimin rahimahullah mengatakan bahwa tidak ada seorangpun yang menyamai-Nya dalam seluruh sifat-sifat-Nya.  Sementara Syaikh Musa’id ath-Thayyar berkata, “Dan tidak ada tandingan yang menyamai-Nya dalam nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya.”

Tidak Berarti Lebih Utama dari Surat Lainnya

Meski demikian, bukan serta merta menjadikan surat Al Ikhlas lebih utama dari surat lainnya di Al-Qur’an. Syaikhul-Islam rahimahullah juga berkata, ”Apabila (qul huwallahu ahad) sebanding dengan sepertiga Al Qur`an, bukan berarti ia lebih utama dari Al Fatihah, serta tidak pula mencukupkan diri membaca Al Qur`an dengan membacanya sebanyak tiga kali saja. Akan tetapi, apabila dibaca (qul huwallahu Ahad) terpisah sebanyak tiga kali atau lebih dari itu, maka pembacanya mendapatkan pahala yang sebanding dengan sepertiga Al Qur`an, namun perbandingan sesuatu bukanlah dari jenisnya.” (Agl/smn)

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment