Sya’ban: Bulan yang Sering Dilalaikan Orang

Sya’ban: Bulan yang Sering Dilalaikan Orang

Sya’ban Bulan yang Sering Dilalaikan Orang
Ilustrasi seseorang beribadah pada petang hari. (Ils: Md Nazmul Nabid/Dribbble)

Suaramuslim.net – Sya’ban itu adalah;

1. Bulan yang tidak boleh dilalaikan, maka itu harus diramaikan dengan amal salih.

2. Pada bulan Sya’ban, umur ditentukan.

Maksudnya penentuan ini ditampakkan dan diperjelaskan, sebab jika tidak demikian, pekerjaan Allah tidak terbatas oleh masa dan tempat.

“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya. Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS As Syura: 11)

Dalam hadis riwayat Aisyah sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa dalam seluruh Sya’ban. Aisyah ra berkata: Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, bulan yang paling engkau sukai untuk berpuasa adalah bulan Sya’ban?” Beliau bersabda:

إِنَّ اللهَ يَكْتُبُ فِيْهِ عَلَى كُلِّ نَفْسٍ مَيِّـتَةٍ تِلْكَ السَّـنَةِ فَأُحِبُّ أَنْ يَأْتِيَنِيْ أَجَلِيْ وَأَنَا صَائِمٌ

“Sesungguhnya pada bulan ini Allah menulis setiap orang yang akan meninggal pada tahun itu. Maka aku suka jika ajalku datang dalam keadaan aku sedang berpuasa.” (HR Abu Ya’la. Hadis gharib dengan isnad hasan).

Demikian teks yang tertera dalam at Targhib wat Tarhib juga yang tertera dalam Musnad Abu Ya’la 8/312 dengan nomor 4911. Yang pasti, terjadi tahrif/perubahan dalam teks hadis:

فَأُحِبُّ أَنْ يَأْتِيَنِيْ أَجَلِيْ وَأَنَا صَائِمٌ

Karena yang benar adalah:

فَأُحِبُّ أنْ يُرْفَعَ – يُكْتَبَ – عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

“…Maka aku suka jika amalku diangkat -ditulis- dalam keadaan aku sedang berpuasa.”

Inilah teks yang tertera dalam berbagai riwayat sahih tentang masalah ini selain hadis ini seperti halnya sabda beliau shallallahu alaihi wa sallam:

شَهْرٌ تٌرْفَعُ فِيْهِ اْلأَعْمَالُ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي َوأَنَا صَائِمٌ

“Bulan di situ amal-amal diangkat dan aku suka jika amalku diangkat saat aku sedang berpuasa.”

Inilah yang sejalan dengan rentetan sabda Nabi dan diperjelas lagi dalam riwayat al Khathib dalam at Tarikh dengan sanad sampai kepada Aisyah ra yang di dalamnya juga terdapat teks:

وَأُحِبُّ أَنْ يُكْتَبَ أَجَلِي وَأَنَا فِى عِبَادَةِ رَبِّي

“… Dan aku suka ajalku ditulis saat aku sedang berada dalam beribadah kepada Tuhanku.”

3. Puasa

Dari A’isyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan:

لَمْ يَكُنِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ

“Belum pernah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa satu bulan yang lebih banyak daripada puasa bulan Sya’ban. Terkadang hampir beliau berpuasa Sya’ban sebulan penuh.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).

4. Bulan dilaporkannya amal-amal salih

Dari Usamah bin Zaid, beliau bertanya:

ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

“Wahai Rasulullah, saya belum pernah melihat Anda berpuasa dalam satu bulan sebagaimana Anda berpuasa di bulan Sya’ban. Nabi bersabda, “ini adalah bulan yang sering dilalaikan banyak orang, bulan antara Rajab dan Ramadhan. Ini adalah bulan di mana amal-amal diangkat menuju Rabb semesta alam. Dan saya ingin ketika amal saya diangkat, saya dalam kondisi berpuasa.” (HR. An Nasa’i dan Ahmad).

5. Malam Nisfu Sya’ban

Dari Abu Musa Al Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إن الله ليطلع ليلة النصف من شعبان فيغفر لجميع خلقه إلا لمشرك أو مشاحن

“Sesungguhnya Allah melihat pada malam pertengahan Sya’ban. Maka Dia mengampuni semua makhluknya, kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.” (HR Ibnu Majah, At Thabrani)

Karena itu perbanyak istighfar dan amal salih di malam tersebut. Malam Nishfu Sya’ban adalah pertengahan bulan Sya’ban, yaitu tanggal 14 malam 15 Sya’ban.

Apakah Harus Kumpul Bareng?

1. Para tabi’in dari kalangan penduduk negeri Syam mengagungkan Malam Nishfu Sya’ban dan bersungguh-sungguh dalam beribadah pada malam itu, seperti Khalid bin Ma’dan, Makhul Asy-Syami dan Luqman bin Amir rahimahumullah.

Bahkan mereka menganjurkan menghidupkan Malam Nishfu Sya’ban secara berjamaah di masjid-masjid dengan mengenakan pakaian terbaik, memakai parfum, memakai celak, dan salat pada malam itu.

2. Adapun Al-Imam Al-Auza’i rahimahullah seorang tabi’in yang juga merupakan imam besar penduduk negeri Syam tidak menyukai berkumpul di masjid-masjid pada Malam Nishfu Sya’ban untuk beribadah, berkisah dan berdoa. Beliau lebih cenderung untuk menghidupkan malam itu dengan beribadah sendiri-sendiri, tidak berjamaah.

3. Para tabi’in dari kalangan penduduk Hijaz (Makkah dan Madinah) seperti Atho’, Ibnu Abi Mulaikah, Abdurrahman bin Zaid bin Aslam rahimahumullah berpendapat bahwa menghidupkan Malam Nishfu Sya’ban secara khusus untuk beribadah adalah bid’ah.

So… Ini adalah ikhtilaf di kalangan ulama…

Wallahu A’lam

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment