Suaramuslim.net – Perang Al Ahzab atau nama lainnya adalah khandaq, terjadi di ujung tahun ke-5 H (626 M) tepatnya di bulan Syawwal.
Dalam perang ini yang kemudian dilanjutkan menghukumi siapapun yang telibat dalam perang koalisi musyrikin Quraisy dengan orang dalam kota Madinah yang berkhianat yang dilakukan kelompok besar Yahudi dari Banu Quraidzhah.
Saat itu yang menjadi hakim ditunjuk untuk mengadili Bani Quraidzah adalah sahabat Anshor yang dikenal dekat juga oleh warga Yahudi yaitu Sa’ad bin Mu’az.
Hasil keputusannya adalah bahwa yang terlibat langsung memanggul senjata dari kalangan pria Bani Quraidzhah harus dibunuh dan kaum wanitanya ditawan. Harta benda, tanah dan kebun kebun diserahkan kepada kaum muslim.
Ini yang dimaksud oleh Firman Allah Surat Al Ahzab 26-27;
{وَأَنزلَ الَّذِينَ ظَاهَرُوهُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ مِنْ صَيَاصِيهِمْ وَقَذَفَ فِي قُلُوبِهِمُ الرُّعْبَ فَرِيقًا تَقْتُلُونَ وَتَأْسِرُونَ فَرِيقًا (26) وَأَوْرَثَكُمْ أَرْضَهُمْ وَدِيَارَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ وَأَرْضًا لَمْ تَطَئُوهَا وَكَانَ اللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرًا (27) }
Dan Dia menurunkan orang-orang Ahli Kitab (Bani Quraizah) yang membantu golongan-golongan yang bersekutu dari benteng-benteng mereka, dan Dia memasukkan rasa takut ke dalam hati mereka. Sebagian mereka kamu bunuh dan sebagian yang lain kamu tawan. Dan Dia mewariskan kepada kamu tanah-tanah, rumah-rumah, dan harta benda mereka, dan (begitu pula) tanah yang belum kamu injak. Dan adalah Allah Mahakuasa terhadap segala sesuatu.
Begitu rampasan perang dibagikan kepada para sahabat yang berperang dan apalagi sebelumnya mendapatkan harta Yahudi Bani Nadhir yang berkhianat (4 H /625 M) maka dengan demikian para sahabat Nabi Muhammad semakin berlimpahnya harta mereka.
Hal ini berpengaruh juga kepada gaya hidup dari para istri mereka, sekarang menggunakan perhiasan-perhiasan di tangan mereka.
Hal itu juga dilihat oleh istri-istri Nabi Muhammad, sehingga terbesit di hati mereka keinginan memiliki gaya hidup seperti itu.
Saat hal itu diutarakan kepada Rasulullah (selaku suami, pemimpin keluarga), beliau terdiam sedih dengan permintaan para istrinya itu. Bahkan sempat Nabi Muhammad mengasingkan diri dari banyak orang selama sebulan hingga turun ayat 28-29 dari Al Ahzab ini;
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِيُّ قُل لِّأَزۡوَٰجِكَ إِن كُنتُنَّ تُرِدۡنَ ٱلۡحَيَوٰةَ ٱلدُّنۡيَا وَزِينَتَهَا فَتَعَالَيۡنَ أُمَتِّعۡكُنَّ وَأُسَرِّحۡكُنَّ سَرَاحٗا جَمِيلٗا ٢٨ وَإِن كُنتُنَّ تُرِدۡنَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَٱلدَّارَ ٱلۡأٓخِرَةَ فَإِنَّ ٱللَّهَ أَعَدَّ لِلۡمُحۡسِنَٰتِ مِنكُنَّ أَجۡرًا عَظِيمٗا ٢٩
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu: “Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut’ah (bekal yang cukup) dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik di antaramu pahala yang besar.”
Aisyah adalah istri pertama yang ditawarkan ayat ini.
Ada pelajaran yang indah untuk menjadi teladan kehidupan kita di masa ini dan akan datang.
- Istri-istri Nabi Muhammad juga manusia. Namun karena menjadi istri Nabi yang tidak hanya sebagai pemimpin keluarga tapi sekaligus pemimpin umat, maka sudahlah tentu keinginan itu harus ditahan supaya memberi contoh kepada masyarakatnya.
- Permintaan itu membuat Nabi Muhammad sedih dan menolak memenuhinya bukan karena beliau tidak mampu tapi lebih sebagai pilihan hidup (bukan nasib) untuk memberikan pengajaran bahwa kehidupan akherat jauh lebih mulia di sisi Allah.
- Nabi mengajarkan kepada istri-istrinya dan keluarga lainnya untuk menjadi manusia mulia dengan tetap dasar takwa bukan performa gaya hidup kemewahan dunia.
Dan jika mereka hidup berdasarkan ketakwaan maka akan mendapatkan kemuliaan yang berlipat di sisi Allah.
Perhatikan ayat lanjutannya di ayat 30-31;
يٰنِسَآءَ النَّبِىِّ مَنۡ يَّاۡتِ مِنۡكُنَّ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ يُّضٰعَفۡ لَهَا الۡعَذَابُ ضِعۡفَيۡنِ ؕ وَكَانَ ذٰ لِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيۡرًا ٣٠
وَمَنۡ يَّقۡنُتۡ مِنۡكُنَّ لِلّٰهِ وَرَسُوۡلِهٖ وَتَعۡمَلۡ صَالِحًـا نُّؤۡتِهَـآ اَجۡرَهَا مَرَّتَيۡنِۙ وَاَعۡتَدۡنَا لَهَا رِزۡقًا كَرِيۡمًا ٣١
Wahai istri-istri Nabi! Barangsiapa di antara kamu yang mengerjakan perbuatan keji yang nyata, niscaya azabnya akan dilipatgandakan dua kali lipat kepadanya. Dan yang demikian itu, mudah bagi Allah.
Dan barangsiapa di antara kamu (istri-istri Nabi) tetap taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengerjakan kebajikan, niscaya Kami berikan pahala kepadanya dua kali lipat dan Kami sediakan rezeki yang mulia baginya.
- Hidup bersahaja dapat diraih dengan mensyukuri yang ada.
Ulama memahami syukur dari sifat Allah (Syakiran) dalam Q.S. An Nisa 147 adalah sebagai sifat yang banyak sekali memberi dan sedikit menerima.
Jika sifat syukur itu ada pada diri kita maka manusia yang bersyukur adalah manusia yang sudah selesai dengan dirinya, yaitu manusia yang selalu berpikir dan senang berbagi kepada sesamanya.
Bagaimana cara menjadi orang yang bersyukur supaya memiliki gaya hidup bersahaja?
- I’tiraafan (pengakuan di hati)
Pengakuan yang tulus bahwa semua yang ada dan dirasa atau tidak adalah nikmat yang datangnya dari Allah.
- Tahaddutsan bin ni’mah (ungkap kebaikan nikmat itu dengan lisan positif)
Ungkapkan ini nikmat itu secara positif bukan negatif.
- Tashrif fi mardhotillah (Menggunakan nikmat pada yang diridai Allah)
Semua nikmat harusnya digunakan kepada hal hal yang positif dan disenangi Allah. Mata, gunakanlah dengannya memandang yang halal. Mulut, gunakanlah dengannya bicara yang positif. Tangan, kaki, dan seterusnya untuk semata ibadah kepada Allah.
Tidak mengapa menjadi kaya di dunia ini asal dengan kekayaannya itu ia senang berbagi. Inilah orang yang bersyukur yang sudah selesai dengan kehidupan untuk dirinya.
Nabi Muhammad bersabda;
فَقَالَ إِنَّ الْأَكْثَرِينَ هُمْ الْأَقَلُّونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَّا مَنْ قَالَ هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ شِمَالِهِ وَمِنْ خَلْفِهِ وَقَلِيلٌ مَا هُمْ
Artinya;
“Sesungguhnya orang yang paling banyak hartanya adalah orang yang paling sedikit hartanya pada hari kiamat, kecuali mereka yang membagikannya seperti ini, ini, dan ini; sambil berisyarat ke arah kanan, kiri dan belakang. Tetapi sungguh sedikit mereka yang seperti itu.” (Shahih al-Bukhari kitab ar-riqaq bab qaulin-Nabi saw ma uhibbu li anna li mitsla Uhud dzahaban no. 6444).
Wallahu A’lam.