Suaramuslim.net – Menabung untuk ibadah haji, tentu akan menjadi salah satu pilihan untuk mempersiapkan dana yang tidak bisa dibilang sedikit. Karena jumlahnya yang banyak, dan sifatnya yang mengendap, apakah tabungan haji juga dikenakan wajib zakat? Berikut ulasannya.
Ustadz Ammi Nur Baits, Dewan Pembina konsultasisyariah.com pernah ditanyai mengenai dana haji yang mengendap bertahun-tahun di dalam rekening bank. Ia kemudian menjelaskan bahwa, di antara syarat wajib zakat adalah harta tersebut dimiliki secara pribadi (milku an-nafs) dan harta tersebut dimiliki secara sempurna (milku at-tam). Karena itu, ketika ada harta yang sudah berpindah kepemilikan, maka harta itu tidak wajib dizakati.
“Ketika nasabah mendaftar haji, ada beberapa tahapan yang dia lakukan, calon haji (calhaj) membuka rekening haji di bank, kemudian calhaj mentransfer/pindah buku senilai 25 juta ke rekening Kemenag, lalu calhaj datang ke kantor Depag dan menyerahkan semua berkas terkait, termasuk bukti transfer dari bank dan akhirnya Calhaj mendapatkan nomor porsi haji,” paparnya pada konsultasisyariah.com
Dana Tabungan, Milik Siapa?
Kemudian, ia menambahkan, berdasarkan tahapan di atas, pada hakikatnya terjadi transaksi jual beli layanan perjalanan haji. Calhaj sebagai konsumen, sementara pemerintah sebagai penjual. Sehingga ketika calhaj sudah mentransfer 25 juta dan dia mendapatkan porsi haji, maka terjadilah perpindahan hak milik. Uang 25 juta menjadi hak milik Kemenag, dan porsi haji menjadi hak calhaj. Dan selanjutnya, calhaj akan diberangkatkan pada waktu sesuai urutan yang ada. Dan mereka bisa mengakses, untuk mengetahui perkembangan nomor urutan itu. Karena itu, ketika calhaj mentransfer BPH (Biaya perjalanan haji) ke rekening Kemenag, statusnya bukan lagi uang titipan (wadiah). Tapi sudah terjadi jual beli.
Meskipun porsi haji bisa dibatalkan. Namun itu melalui tahapan prosedur. Di antaranya dia harus datang ke kantor Kemenag tempat pendaftaran haji, dengan membawa beberapa berkas, di antaranya surat permohonan pembatalan bermaterai Rp. 6.000 yang ditujukan kepada Kepala Kankemenag kabupaten atau kota dengan menyebutkan alasan pembatalan.
Prosedur ini menunjukkan, bahwa pembatalan itu bukan menarik kembali uang titipan, tapi membatalkan akad yang dulu pernah dilakukan ketika daftar haji. Karena akad jual beli sifatnya lazim, mengikat kedua belah pihak, sehingga ketika ada satu pihak yang ingin membatalkan, harus atas persetujuan pihak kedua. Jika pihak kedua menerima, tidak jadi masalah, dan itulah iqalah. Dan surat permohonan itu, statusnya adalah permohonan persetujuan kepada pihak kedua, dalam hal ini kemenag untuk membatalkan transaksi tersebut.
“Oleh karena itu, mengingat sudah terjadi perpindahan hak milik, maka dana yang sudah ditransfer di rekening haji, tidak wajib dizakati,” tegasnya. Meskipun nilainya di atas satu nishab dan mengendap bertahun-tahun. Karena dana itu bukan lagi milik calhaj.
Kemudian ia mencontohkan, “Misalnya, si A beserta 1 istri dan 8 anaknya menyetorkan dana 250 juta dan si A mendapat porsi haji untuk keberangkatan 20 tahun ke depan, sehingga dana itu mengendap selama belasan tahun, si A tidak wajib mengeluarkan zakatnya,” terangnya lagi.
“Pada intinya, setiap harta yang sudah terjadi perpindahan hak milik, maka tidak wajib dizakati,” tutupmya. (muf/smn)