Suaramuslim.net – Amanat dari pendiri negeri adalah “bangunlah jiwanya, bangunlah badannya”. Bangunlah jiwanya terlebih dahulu. Bimbinglah jiwa-jiwa anak negeri ini menuju manusia adil dan beradab, baru kemudian bangunlah badannya. Membangun jiwa dengan pendidikan dan dakwah. Sebagaimana mendidik balita, maka harus ada tahapan dakwah dalam Islam. Karena yang didakwahi itu harus sampai ke hati manusia. Maka harus hati-hati. Inilah tahapan dakwah dalam Islam.
- Memberi keteladanan sebelum berdakwah
Pepatah Inggris berbunyi actions speak louder than words ‘Perbuatan menjelaskan lebih kuat daripada perkataan.’ Maka, akhlak yang mulia para penyeru dakwah akan lebih membekas kuat pada manusia di sekitarnya. Ada nasihat dari seorang pendidik, “Jadilah pribadi yang harum dengan akhlakmu yang mulia. Maka, engkau seolah bunga yang indah dan harum. Lebah, kupu-kupu dan manusia akan menghampirimu.”
Di banyak kisah perjalanan hidupnya, Rasulullah Muhammad saw telah menunjukkan luhurnya akhlak. Sehingga, tak ada celah bagi penentang dakwah untuk mendiskreditkan beliau dan misi dakwahnya.
Suatu ketika sebelum masa kenabian, Rasul saw. pernah membuat kesepakatan dengan seseorang untuk bertemu. Waktu dan tempat telah ditentukan. Tiba pada waktunya, Rasul saw sudah di tempat yang ditentukan. Setelah menunggu sekian lama, orang itu tak kunjung datang. Keesokan harinya, orang itu baru teringat dengan janjinya. Ia pun bergegas menuju lokasi dan mendapati Rasul saw masih di sana. Dia meminta maaf atas kelalaiannya. Rasul saw berkata, “Sesungguhnya, engkau telah membuatku khawatir.” Inilah yang dipuji Allah, “Dan sesungguhnya, engkau (Muhammad) benar-benar memiliki akhlak yang agung.” (QS Al Qalam 4).
Karena keteladanan inilah, kemudian membekas kepada orang-orang yang hatinya jernih melihat kebenaran misi dakwah lalu menerima seruan Islam. Hanya orang yang berhati kotor penuh kebencian sajalah yang membutakan dirinya akan kemuliaan akhlak para penyeru kebaikan.
Maka, keteladanan dan akhlak yang mulia adalah dakwah itu sendiri. Tanpa akhlak yang mulia, tak akan berpengaruh pada jiwa-jiwa manusia. Inilah tahap pertama pada tahapan dakwah dalam Islam.
“Karena rahmat Allah-lah kamu bisa berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap kasar dan berhati bengis, pasti mereka akan menjauhkan diri darimu.” (QS Ali Imran 159).
- Mengikat hati sebelum menjelaskan
Yang dituju dalam dakwah adalah hati manusia. Jika tesentuh hatinya, insyallah cahaya hidayah akan menuntun kehidupannya. Maka, para pengusung misi dakwah harus mampu mengikat hati masyarakat objek dakwahnya.
Salah satu cara paling ampuh untuk mengikat hati manusia adalah dengan mudah memberi, bisa memberi harta benda, memberi perhatian atau memberi pertolongan lainnya. Rasul pernah bersabda, “Ber-zuhud-lah kamu di dunia, niscaya Allah akan menyukaimu. Dan ber-zuhud-lah kamu terhadap apa yang ada di tangan orang lain, niscaya orang banyak akan menyukaimu” (HR Hakim). Zuhud bermakna bersikap rida terhadap ketetapan Allah yang terjadi.
Banyak riwayat bahwa Rasulullah saw dimintai sesuatu –demi untuk masuk Islam- kecuali Rasulullah berikan. Maka datang seseorang (dalam riwayat yang lain, orang ini meminta kepada Nabi saw. kambing sepenuh lembah di antara dua gunung) maka Nabi memberikan kepadanya kambing sepenuh lembah, lalu ia pun kembali kepada kaumnya dan berkata, “Wahai kaumku, masuklah kalian ke dalam Islam, sesungguhnya Muhammad memberi tanpa takut kemiskinan sama sekali” (HR Muslim, no 2312).
- Mengenalkan sebelum memberi beban
Pada hakikatnya, ajaran Islam itu menuntut ketaatan dan sejumlah kewajiban. Maka, mendakwahkan Islam sama dengan memberi beban tugas sebagai manusia paripurna. Namun, sebelum memberi beban, para pendakwah harus mengenalkan dulu apa saja yang akan mereka dapat jika mereka menjalankan kewajiban. Di situlah muncul istilah pahala dan dosa, keutamaan dan kemudharatan, dst.
Allah banyak mengenalkan apa saja balasan bagi yang berbuat baik, dengan mengabarkan keadaan surga. “Perumpamaan taman surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa; di sana ada sungai-sungai yang airnya tidak payau, dan sungai-sungai air susu yang tidak berubah rasanya, dan sungai-sungai khamr [anggur yang tidak memabukkan] yang lezat rasanya bagi peminumnya, dan sungai-sungai madu yang murni….” (QS Muhammad 15).
Begitu juga sebaliknya, terhadap pelaku keburukan. Semua dikenalkan pada akhir kesudahannya agar manusia memahami sebab akibat selama beramal di dunia ini. Agar tak ada lagi alasan untuk tidak berbuat atau membantah di akhirat kelak. Inilah salah satu tahapan dakwah dalam Islam.
- Bertahap dalam pembebanan
Sebagaimana melatih balita, maka para pendakwah itu harus bertahap dalam memberi beban syariat agama kepada objek dakwah. Karena demikianlah Allah dan Rasul mengajarkan. Inilah salah satu tahapan dakwah dalam Islam.
Mari kita tinjau pelarangan minuman keras (miras) di zaman Nabi saw. Zat-zat yang memabukkan (minuman keras) dilarang secara bertahap, tidak langsung. Awalnya Allah menjelaskan bahwa minuman/zat itu lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya.
Berikutnya, ada perintah janganlah salat jika dalam keadaan mabuk miras. Selama berjalannya waktu dan ada kesiapan mental, Allah melarang secara tegas semua jenis zat yang memabukkan.
- Memudahkan, bukan menyulitkan
Pada hakikatnya, agama ini tidak dimaksudkan untuk mempersulit manusia. Allah sudah berjanji dan janji Allah tak akan meleset, “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” (QS Al Baqarah 185).
Dalam Islam, ada perintah dan larangan. Dan semua perintah itu dikerjakan sesuai kemampuan. Misalnya jika sakit, boleh salat dalam kondisi duduk, dst. Namun untuk larangan, harus tegas sejak awal. Karena sejatinya perintah dan larangan agama itu demi kebaikan manusia juga.
- Yang pokok sebelum yang cabang
Dalam syariat Islam, ada hal-hal yang bersifat pokok dan ada yang cabang. Pada aspek yang pokok lebih urgen untuk ditanamkan pada pemahaman objek dakwah. Seperti penjelasan tentang rukun Islam dan rukun iman.
Salat lima waktu itu hal pokok. Namun ada hal-hal cabang di dalam bacaan salat dan gerakannya yang bersifat cabang. Seperti meletakkan kedua tangan saat salat. Di sini ada perbedaan. Ada yang agak ke atas, tengah, dan bawah. Ini hanyalah hal cabang. Tidak terlalu diperuncing perbedaan ini. Karena hal yang pokok sudah jelas: salatlah. Jika sudah melaksanakan salat dengan baik, maka hal yang cabang tak perlu dipermasalahkan agar tetap menjaga persaudaraan muslim. Karena, persatuan Islam itu salah hal pokok dalam Islam.
- Membesarkan hati sebelum memberi ancaman
Sejatinya hidayah dan taqwa itu letaknya di hati. Nabi saw mengatakan at taqwa hahuna, sampai diulang dua kali sambil menunjuk dada beliau. Karena itu, dakwah itu harus menyentuh hati jika ingin efektif. Maka penyeru kebaikan dan pejuang dakwah harus membesarkan hati objek dakwahnya.
Ketika masih berdakwah di Mekkah, Nabi saw sering membesarkan hati para sahabatnya meskipun mendapat intimidasi dari kaum musyrik. Ketika Yassir bin Amir dan istrinya Summayyah serta anak mereka Ammar disiksa di Mekkah, Nabi saw membesarkan hati mereka, ”Wahai keluarga Yassir, bersabarlah. Bergembiralah kamu. Sesungguhnya surga telah dipersiapkan sebagai tempat kembali keluargamu.” Mendengar seruan Nabi tersebut, keluarga Yasir menjadi tenteram jiwanya dan kian tabah dalam menghadapi ujian.
- Memahamkan bukan mendikte
Agar menghasilkan pemahaman yang utuh dan pengamalan yang tepat, maka para pendakwah harus memberi pengertian yang baik. Sebab jika hanya dengan mendikte, maka bisa objek dakwah cepat bosan atau mudah melemah semangatnya jika terbentur masalah di kemudian hari.
- Mendidik bukan menelanjangi
Anas bin Malik sejak usia kanak-kanak menjadi pelayan di rumah Nabi saw. Selama 10 tahun bersama Rasulullah saw, Anas mengungkapkan, “Demi Allah, saya telah berkhidmat kepada beliau selama sepuluh tahun, dan beliau belum pernah sekalipun memukulku, belum pernah mencelaku, dan belum pernah bermuka masam kepadaku.”