Suaramuslim.net – Hijrah merupakan salah satu risalah penting dalam Islam. Bahkan penanggalan Islam dimulai dari hitungan momentum hijrahnya Nabi dari Mekkah ke Madinah.
Pertanyannya kenapa fenomena hijrah menjadi memontem penting dalam sejarah Islam? Hal ini karena hijrah memberikan arahan tentang langkah memulai perubahan dari realitas yang buruk menuju realitas yang lebih baik.
Sebagaimana definisi hijrah secara bahasa adalah berpindah, berpisah. Sementara secara istilah, menurut Ragib al-Isfahani, pakar leksiografi Al-Qur’an berpendapat bahwa sebagai istilah kata hijrah biasanya mengacu kepada tiga pengertian, yaitu:
- Meninggalkan negeri yang berpenduduk kafir menuju negeri yang berpenduduk muslim, seperti hijrah Rasulullah SAW dari Mekkah ke Madinah.
- Meninggalkan syahwat, akhlak yang buruk dan dosa-dosa menuju kebaikan yang diperintahkan oleh Allah SWT.
- Mujahadah an-nafs atau menundukkan hawa nafsu untuk mencapai kemanusiaan yang hakiki.
Dalam konteks ini maka yang tepat adalah pengertian yang kedua dan ketiga. Yaitu suatu jiwa berniat untuk melakukan perubahan perbaikan diri dari dunia “hitam” menuju dunia “putih” (bukan karena ubanan lho).
Perubahan diri dari realitas hidup yang awalnya serba borju, hura-hura, foya-foya, senang-senang seakan tanpa batas, berubah menuju realitas hidup anak muda yang serba baik, suka ke masjid, hadir majelis taklim, menjadi aktivis dakwah dan segala perubahan kebaikan lainnya. Inilah sejatinya hijrah itu.
Hijrah menjadi jalan perubahan diri untuk menjadi pribadi yang terbaik, penjaga moral akhlak generasi. Dalam hijrah yang demikian, setidaknya memberikan beberapa tanda pada diri:
Pertama, keberanian sikap untuk keluar dari realitas masa lalu dengan segala akses dan pola hubungannya. Kemudian berpindah atau hijrah pada kehidupan religius mendekat pada Allah dengan mendengarkan suara hati nurani yang fitrah.
Islam secara fitrah mengajarkan pada kita untuk berani keluar dan menolak kemungkaran. Sebagaimana yang terungkap dalam kalimat tauhid seorang muslim:
لا إله إلا الله
“Tiada tuhan selain Allah”
Kalimat yang diawali dengan kata tidak atau penolakan atas segala bentuk tuhan ataupun yang dianggap dipertuhankan baik berupa materi ataupun lainnya maka semua itu harus ditolak dan ditinggal jauh-jauh kemudian dikembalikan kepada asal mulanya yaitu hanya Allah yang Esa yang layak untuk disembah dan diakui sebagai Penguasa satu-satunya dan tiada duanya yang layak untuk dipertuhankan.
Kedua, mereka yang berani hijrah adalah para anak muda yang memiliki semangat berkomitmen untuk meneguhkan nilai-nilai kebaikan yang telah tersibghah atas dirinya.
Nilai yang saat ini telah diyakini kembali menjadi jalan hidup yang dipilihnya. Jika sebelumnya mungkin dipenuhi oleh nuansa kegelapan jauh dari nilai-nilai kebaikan maka sekarang telah memahami untuk kembali pada jalan fitrah dirinya. Karena semenjak awal penciptaan manusia telah berada dalam keadaan yang fitrah sebagaimana disebutkan:
مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلاَّ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
“Tiadalah anak yang terlahir kecuali dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani dan Majusi.” (Al-Bukhari).
Fitrah artinya suci, bersih dalam pengertian memiliki kecenderungan untuk selalu berada dalam kebaikan yang sejak awal detik kehidupan telah menjadi bagian integral dalam diri manusia.
Berhijrah pada kebaikan sejatinya adalah kembali pada fitrah dirinya yang memang sejak awal telah fitrah dan mungkin pernah khilaf dalam perjalanan sejarah yang kemudian menjauh dari jalan kefitrahan itu. Orang yang berhijrah sejatinya adalah kembali pada rumahnya sendiri.
Pada saat seseorang telah memilih jalan kembali maka di sana ada komitmen untuk melakukan perubahan dan meniti jalan kebaikan. Guru saya, Abi Ihya Ulumiddin mengatakan bahwa:
إذا عرفت فلزم
“Apabila kalian sudah mengetahui maka Anda harus menetapinya.”
Jika kita telah berniat untuk melakukan perubahan menuju kebaikan maka tentulah kita akan menetapi untuk terus berada dalam jalan kebaikan yang telah dipilih itu.
Sehingga orang yang sedang berhijrah maka dia telah bersedia menetapi jalan kebaikan untuk mewarnai kehidupan selanjutnya.
Ketiga, hijrah itu perjuangan menuju perubahan.
Dalam sebuah perjuangan membutuhkan energi besar untuk keluar dari kerangkeng nafsu masa lalu. Sebab di sana ada teman, lingkungan, fasilitas, kesenangan, jaringan. Ibarat seseorang yang merasa ketindihan sesuatu saat hendak bangun tidur maka terasa berat dan menyesakkan. Jika tidak ada kesungguhan untuk secara sungguh-sungguh melepaskan diri dari hal itu maka tentu akan terus terpuruk dalam keadaan demikian.
Untuk itu bagi para pelaku hijrah hal ini merupakan sebuah perjuangan yang berat. Sebab bisa jadi dalam lingkungan yang baru belum juga tentu dengan mudah diterima sebab orang di lingkungan yang baru masih terbangun persepsi masa lalunya. Sementara orang di lingkungan masa lalunya mungkin mencemooh dan ingin menariknya kembali dalam kubangan hitam itu.
Di sinilah perjuangan sesungguhnya yang sangat berat bagi seorang yang sedang hijrah. Untuk itu keberanian melangkahkan kaki menuju jalan hijrah adalah langkah yang luar biasa. Dengan berbagai hal tersebut di atas.
Keempat, orang yang sedang hijrah sebenarnya sedang merajut sebuah mimpi indah masa depan yang ingin diwujudkannya.
Mimpi yang menggerakkan semua hati insan untuk bersemangat melakukan tindakan-tindakan besar bermakna dan bernilai kepahlawanan. Semua itu karena dilandasi atas suatu mimpi dan harapan serta keyakinan kuat bahwa ada masa depan yang menunggu, di sana semua amal dimintai pertanggungjawaban.
Sebuah hari saat setiap insan mendapatkan balasan atas setiap tindakannya sekecil apapun yang berujung pada kebahagiaan surga dan kesengsaraan neraka.
Keyakinan ini hanya dapat dipahami oleh mereka yang memiliki hati yang tercerahkan, hati yang telah tersibghah kebaikan.
وَقَالُوا كُونُوا هُودًا أَوْ نَصَارَىٰ تَهْتَدُوا ۗ قُلْ بَلْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا ۖ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Dan mereka berkata: “Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk”. Katakanlah: “Tidak, melainkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. Dan bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang musyrik.” (Al-Baqarah: 135).
Selamat bagi kalian yang telah tersibghah dari Allah yang terpanggil untuk kembali. Selamat meniti jalan ilahi, jalan yang memanggil diri atas kefitrahannya.
20 Agustus 2020
Informasi yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis, pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net