Suaramuslim.net – Manusia menjadi mulia disebabkan ilmu. Di saat awal penciptaan, Allah telah memuliakan manusia melalui ilmu. Itulah yang membedakannya dengan makhluk ciptaan yang lainnya sehingga Allah meminta kepada malaikat untuk bersujud pada saat itu.
Sebagaimana dalam sejarah awal penciptaan, Allah memberitahukan kepada para malaikat tentang rencana-Nya mencipta manusia. Kemudian malaikat protes atas rencana tersebut. Namun Allah Maha Mengetahui atas rencana-Nya. Kelebihan dan keunggulan penciptaan manusia adalah karena anugerah ilmu yang diberikan Allah. Sebagaimana dijelaskan Allah dalam firman-Nya:
وَعَلَّمَ ءَادَمَ ٱلۡأَسۡمَآءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمۡ عَلَى ٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ فَقَالَ أَنۢبِـُٔونِي بِأَسۡمَآءِ هَٰٓؤُلَآءِ إِن كُنتُمۡ صَٰدِقِينَ
“Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya, kemudian Dia perlihatkan kepada para malaikat, seraya berfirman, “Sebutkan kepada-Ku nama semua (benda) ini, jika kamu yang benar!” (Al-Baqarah: 31).
Dengan anugerah ilmu itulah, manusia menjadi mulia derajatnya dalam pandangan Allah dan manusia. Allah memuliakannya dalam Firman-Nya:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا قِيلَ لَكُمۡ تَفَسَّحُواْ فِي ٱلۡمَجَٰلِسِ فَٱفۡسَحُواْ يَفۡسَحِ ٱللَّهُ لَكُمۡۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُواْ فَٱنشُزُواْ يَرۡفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَٰتٖۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, “Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan. (Al-Mujadilah: 11).
Hal ini memberikan satu pemahaman bahwa kemuliaan manusia disebabkan ilmu dan manusia akan mulia di hadapan Allah serta di tengah-tengah kemanusiaan apabila memiliki ilmu. Tentu ilmu yang dimaksud adalah ilmu yang memberikan manfaat kepada diri, masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Inilah yang disebut ilmu nafi’, ilmu yang bermanfaat.
Ilmu yang bermanfaat
Kriteria ilmu yang bermanfaat adalah ilmu pengetahuan yang mampu semakin mendekatkan diri umat manusia kepada keagungan Sang Penciptanya.
Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang disebarkan dan diajarkan kepada orang lain sehingga orang lain mendapatkan pemanfaatan darinya berupa terbebaskan dari kebodohan ketidaktahuan dan kesesatan sehingga dapat memilih dan memilah mana yang baik dan mana yang buruk serta mengetahui mana yang boleh dan mana yang tidak.
Demikianlah rasulullah mengajarkan kepada umatnya agar menyampaikan ilmu walaupun satu ayat:
بَلِّغُوا عَنِّى وَلَوْ آيَةً
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat.” (Al-Bukhari).
Bahkan Allah melarang dengan sangat tegas bahkan melaknat seseorang yang memiliki ilmu namun menyembunyikannya dari pengetahuan publik:
إِنَّ ٱلَّذِينَ يَكۡتُمُونَ مَآ أَنزَلۡنَا مِنَ ٱلۡبَيِّنَٰتِ وَٱلۡهُدَىٰ مِنۢ بَعۡدِ مَا بَيَّنَّٰهُ لِلنَّاسِ فِي ٱلۡكِتَٰبِ أُوْلَٰٓئِكَ يَلۡعَنُهُمُ ٱللَّهُ وَيَلۡعَنُهُمُ ٱللَّٰعِنُونَ
“Sungguh, orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan dan petunjuk, setelah Kami jelaskan kepada manusia dalam Kitab (Al-Qur’an), mereka itulah yang dilaknat Allah dan dilaknat (pula) oleh mereka yang melaknat.” (Al-Baqarah: 159).
Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang dipraktikkan dalam tindakan nyata, memberikan arahan terhadap cara bersikap dan menangani masalah, serta menjadi rujukan dalam setiap perubahan yang akan dilakukan.
Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang nyata-nyata hadir dalam realitas dan menjadi landasan dalam setiap tindakan serta pengambilan keputusan.
Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang mampu menjadi jalan keluar dari berbagai persoalan masyarakat. Seorang berilmu harus mampu menyatu dalam masyarakat, memberikan arahan dan bimbingan terhadap masyarakat dan menjadikan ilmunya sebagai landasan membangun perubahan kebaikan bagi masyarakat serta solusi atas berbagai persoalan yang mereka hadapi. Sehingga ilmu yang dikuasainya mampu menyejahterakan masyarakatnya.
Namun dalam realitasnya ilmu dan teori berhenti hanya di ruang-ruang kelas, hasil riset hanya berhenti di ruang-ruang dokumen perpustakaan atau hanya berwujud tulisan-tulisan elitis yang hanya dapat diakses oleh kalangan tertentu. Pengabdian masyarakat terkadang hanya sekadar formalitas belaka tanpa pendampingan berjangka panjang yang membangun kemandirian sosial.
Hilirisasi hasil kajian, temuan dan teknologi yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan, perguruan tinggi adalah suatu keniscayaan, yang harusnya terus menjadi motivasi pada semua kalangan terdidik untuk terus memberikan inspirasi perubahan pada masyarakat. Karena sesungguhnya puncak dari ilmu adalah manakala ilmu tersebut mampu memberikan kemanfaatan yang besar bagi masyarakat.
Seorang yang berilmu apabila hanya berkutat pada dirinya sendiri atau ilmu itu sendiri tanpa bersentuhan dengan problematika masyarakat dan solusi atas apa yang mereka hadapi, maka hal tersebut hanya sekadar memuaskan akal rasionalitas semata dan ilmu semakin jauh dari nilai kemanfaatannya.
Jadi, ilmu yang bermanfaat sejatinya adalah bentuk tanggungjawab sosial dari kalangan terdidik untuk menyebarkan ilmu sehingga mampu mengubah kondisi sosial masyarakat. Apakah keberadaan kita sebagai seorang yang berilmu telah mampu menjadi inspirasi perubahan bagi masyarakat di sekitar kita?