Safar Ala Rasulullah SAW

Safar Ala Rasulullah SAW

Adab-Adab Bepergian Jauh (Safar), Traveler Muslim Harus Tahu!
Ilustrasi travel bag (Ils: Freepik)

Suaramuslim.net – Mudik lebaran, selalu identik dengan safar. Jika kita sering mendengar tentang bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan salat. Lalu bagaimana tata cara Rasulullah dalam melakukan perjalanan atau safar? Simak uraian berikut ini.

Berpergian atau safar adalah hal yang juga sudah ada ketika zaman Rasulullah. Bahkan Rasulullah pun sering melakukannya. Hingga suatu ketika Rasulullah melakukan perjalanan, beliau menitipkan kota Makkah kepada Abdullah bin Ummi Maktum untuk dipimpin sementara.

Istikharah untuk Melakukan Perjalanan atau Safar

Dari Jabir bin Abdillah, Rasulullah berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengajari para sahabatnya shalat istikharah dalam segala urusan. Beliau mengajari shalat ini, sebagaimana beliau mengajari surat dalam Al Qur’an.”

Shalat yang dimaksudkan dalam hadits tersebut adalah shalat istikharah. Sebelum safar, Rasulullah tak lupa untuk meminta petunjuk pada Allah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai waktu safar, kendaraan yang digunakan, arah jalan hingga teman perjalanan.

Kemudian, pilihlah hari Kamis sebagai hari untuk safar. Karena Rasulullah pun melakukan perjalanan di hari Kamis. Dari hadits Kaab bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa, “Nabi Muhammad keluar menuju Perang Tabuk di hari Kamis, dan beliau hanya berpergian di hari Kamis.”(HR. Bukhari)

Sebelum melakukan safar, bekali diri dengan wasilah dari orang yang shalih. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah seraya berkata “Wahai Rasulullah, saya hendak berpergian, maka wasiatilah saya,” ucapnya.

Rasulullah pun bersabda pada pria tersebut “Tetaplah dalam ketaqwaan pada Allah dan bertakbirlah di tempat-tempat yang tinggi.” Ketika pria itu berpaling, Rasulullah berdoa untuknya, “Ya Allah perdekatkanlah jauhnya perjalanan dia dan mudahkanlah baginya.”

Sebelum safar, selesaikan perkara persengketaan seperti utang pada orang lain, dan jangan lupa memberi nafkah bagi keluarga yang ditinggalkan. Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisiNya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat. Dan dialah yang menurunkan hujan, mengetahui apa yang ada di dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengertahui dengan pasti apa yang diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”(QS. Al Luqman : 31)

Ketika bersafar, Rasulullah tidak pernah sendiri. Ia selalu melakukan safar dengan beberapa sahabat. Sebuah hadits menjelaskan, “Satu pengendara (musafir) adalah syaitan, dua pengendara adalah syaithan dan tiga pengendara barulah disebut sebagai rombongan musafir.”

Yang dimaksud syaitan adalah jika musafir tersebut kurang dari tiga orang, musafir tersebut sukanya membantah dan tidak taat. Namun larangan di sini bukanlah karena haram melainkan larangan berupa masalah adab.

Terakhir, mulailah dengan shalat dua rakaat di masjid ketika sudah sampai di kampung halaman. Diriwayatkan dari Ka’ab bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi apabila datang dari sebuah perjalanan, maka beliau memulainya dengan datang ke masjid lalu shalat dua rakaat di sana.”(Shahih Abi Daud no 2411)

Demikianlah safar ala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tentunya jika sebagai muslim meneladani beliau dari hal terkecil sekalipun, maka sesuatunya akan bernilai berkah dan ibadah, tak terkecuali perkara safar. (muf/smn)

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment