YOGYAKARTA (Suaramuslim.net) – Presiden RI Ir H Joko Widodo atas nama pemerintah telah memberikan penghargaan berupa Gelar Pahlawan Nasional kepada Prof KH Kahar Muzakkir, selain kepada para tokoh lainnya.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir mengatakan, gelar tersebut membuktikan pengakuan atas jasa dan pengabdian terhadap tokoh kemerdekaan yang juga tokoh Muhammadiyah kelahiran
Kotagede Yogyakarta tersebut.
“Karenanya Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan terima kasih kepada pemerintah atas penganugerahan gelar Pahlawan Nasional. Kepada semua pihak yang telah ikut mendukung dan membantu proses pengusulan Prof Kahar untuk Pahlawan Nasional seperti Wapres Jusuf Kalla, almarhum AM Fatwa, Mensesneg Prof Pratikno, Mensekab Promono Anung, Menteri Sosial, Menhan Riyamizard Riyacudu, Jimly Ash-Siddieqy, Azyumardi Azra, Gubernur DIY Hamengkubuwono X, Rektor UII, anggota Dewan Gelar, dan para tokoh lainnya diucapkan terima kasih. Atas semua kontribusinya disampaikan jazakumullah khairan katsiran,” ungkap Haedar pada Sabtu (9/11), seperti yang dilansir dari laman Muhammadiyah.or.id.
“Dengan demikian menjadi lengkap paket tiga tokoh kemerdekaan dari Muhammadiyah yang ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional,” lanjut Haedar.
“Bahwa pada periode ini tiga tokoh pejuang Indonesia dan tokoh-tokoh penting Muhammadiyah yang diusulkan dan diikhtiarkan Pimpinan Pusat yang melibatkan sejumlah pihak telah berhasil diberikan gelar Pahlwan Nasional,” ucapnya.
Berturut-turut Ki Bagus Hadikusumo pada bulan November tahun 2015, Mr Kasman Singodimedjo tahun 2018, dan tahun 2019 ini Prof Kahar Muzakkir.
“Alhamdulilah semua proses administratif telah dilakukan disertai ikhtiar silaturahim, lobi, dan komunikasi yang didukung semua pihak telah berakhir baik dan menggembirakan untuk mengenang jasa tiga tokoh nasional yang berjasa besar bagi Republik ini. Ketiganya tentu tidak menuntut gelar pahlawan, tetapi pemerintah dan semua komponen bangsa patut dan penting menghargai pengorbanan dan jejak perjuangan para tokoh bangsa itu,” jelas Haedar.
Haedar juga mengatakan, para pejuang kemerdekaan dan siapa pun yang berjasa bagi negara sebelum dan sesudah Indonesia merdeka tentu sangatlah banyak, ada yang tercatat dan mungkin masih terdapat mereka yang luput dari perhatian pemerintah. Semuanya penting untuk menjadi contoh teladan bagi generasi dan elite bangsa untuk berkhidmat sepenuh hati bagi kepentingan bangsa dan negara.
“Indonesia akan menjadi negara dan bangsa yang berkemajuan sebagaimana dicita-citakan para pendiri negeri ini manakala para elite, pejabat, dan warga bangsa semuanya mau berkorban mengutamakan kepentingan Indonesia di atas kepentingan diri, kelompok, institusi, kroni, dan golongan sendiri,” tutur Haedar.
Kecewa dan tidak puas terhadap keadaan itu normal dan semua pihak harus introspeksi diri. Pemerintah, DPR, parpol, lembaga-lembaga negara yang lainnya, dan segenap komponen bangsa harus koreksi diri dan terbuka pada kritik dan perbaikan yang serius atas masalah-masalah bangsa untuk dicarikan pemecahan secara benar dan signifikan.
“Hidup bernegara dan berbangsa jangan merasa benar sendiri dan merasa paling Indonesia, semuanya memiliki kelebihan dan kekurangan, karenanya harus mau berbagi dan bersinergi satu sama lain,” kata Haedar.
Haedar berharap Pemerintah dengan semua institusi lainnya juga harus menghargai dan bersinergi dengan organisasi masyarakat agar Indonesia semakin kuat.
“Jauhi sikap saling menegasikan, menganggap diri paling bersih sambil terbiasa merendahkan orang lain, apalagi saling bermusuhan yang dapat memperlemah bangsa ini. Ujaran dan pernyataan melambangkan jiwa dan pikiran, karenanya semua pihak penting mengedepankan keadaban, kecerdasan, dan kehormatan dalam berbangsa,” kata Haedar.
“Kritik merupakan hal positif, yang dikritik tidak perlu alergi, sebab negara tanpa kritik bisa menjadi monolitik dan terbuka kemungkinan terjerumus pada salah langkah. Namun kritik juga perlu objektif dan yang mengkritik tidak perlu merasa benar sendiri dan apologi,” ucap Haedar.
Seringlah setiap pihak bermuhasabah diri, siapa tahu di balik kelebihan diri atau institusi ada banyak kekurangan, sebaliknya di balik kekurangan ada banyak kelebihan tanpa apriori. Kalau telunjuk sering menuding ke pihak lain, hati-hati dengan kelemahan sendiri, sudahkan berbuat yang terbaik dan nyata bagi kemajuan bangsa tanpa banyak kata dan citra.
“Belajarlah saling mendengar dan berbagi untuk membangun negeri. Bersamaan dengan itu, semua pihak harus mengedepankan jiwa ikhlas, cerdas, adil, dan bijak dalam ber-Indonesia layaknya sikap para negarawan sebagaimana ditunjukkan Ki Bagus, Mr Kasman, dan Prof Kahar yang berjiwa memberi sekaligus memberi solusi,” pungkas Haedar.
Reporter: Teguh Imami
Editor: Muhammad Nashir