Tugas Pokok Suami dan Istri (1)

Tugas Pokok Suami dan Istri (1)

Tugas Pokok Suami dan Istri (1)

Suaramuslim.net – Inspirasi firman Allah QS An-Nisa ayat 34

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang salih ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri di balik pembelakangan suaminya oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kalian khawatiri nusuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah diri dari tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaati kalian, maka janganlah kalian mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”.

Mari kita gali inspirasi ayat tersebut agar menjadi panduan dalam hidup kita.

Kata ‘ar rijal’ dalam ayat tersebut dipahami oleh mayoritas ulama sebagai para suami. Adapun ‘qowwam’ berasal dari ‘qoma’ atau ‘qo-im’, yang memiliki makna menjalankan dengan sempurna dan berkesinambungan. Ada pun jika diikuti dengan ‘ala’, maka memiliki makna bertanggung jawab dengan sempurna dan berkesinambungan. Memang akhirnya diterjemahkan secara mudah dengan pemimpin.

Maka dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa lelaki/suami memiliki fungsi sebagai pemimpin yang bertanggung jawab secara penuh kepada keluarganya.
Allah menetapkan suami sebagai pemimpin karena dua alasan sebagai berikut;

1. Karena Allah melebihkan sebagian mereka dengan sebagian yang lainnya

Ayat tersebut menjelaskan bahwa suami medapatkan kelebihan yang berfungsi bagi dirinya menjadikannya sebagai seorang pemimpin. Karena memang ada sebuah ungkapan bahwa ‘bentuk itu diciptakan untuk menyesuaikan fungsi atau fungsi itu dapat menciptakan bentuk’.

Karena itulah lelaki diciptakan berbeda dan ada kelebihannya untuk menyesuaikan fungsi kepemimpinan.

Kelebihan itu diantaranya adalah;

a. Fisik yang lebih kuat.

Karena memang dengan fisik yang lebih kuat menghasilkan kepemimpinan yang bertanggung jawab dalam hal perlindungan atau protektif pada keluarga. Karena itu lelaki atau suami sebagai pelindung istri adalah lebih dominan dalam kepemimpinannya.

b. Penggunaan rasio/akal yang lebih dominan.

Dengan bentuk dominasi akal pada lelaki, membuatnya lebih bijak atau penuh akurasi dalam menyelesaikan masalah. Misal: ketika ada pencuri di rumah, lelaki cepat berpikir dengan berhitung strategisnya untuk mengatasi pencuri tersebut.

Berbeda dengan lelaki, istri/perempuan yang lebih dominan pada perasaan, sehingga fungsi seorang istri atau ibu lebih kepada pengasuhan dan pendidikan terhadap keluarga.

Hal ini bukan kelemahan lho, tapi kelebihannya karena hanya perempuan yang bisa menegakkan pengasuhan dan pendidikan di rumah tangganya. Sehingga menjadi tugas pokok mereka, yaitu dalam wilayah domestik (pengasuhan dan pendidikan dalam keluarga).

Itulah ada ungkapan;

الأم مدرسة الأولى

Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya.

Atau

الأم مدرسة إذا أعددتَها
أعددتَ شَعْباً طَيِّبَ الأعراق

Ibu adalah sebuah madrasah (tempat pendidikan) yang jika kamu menyiapkannya;
Berarti kamu menyiapkan (lahirnya) sebuah masyarakat yang baik budi pekertinya.

Kepekaan perasaan itulah membuat kaum hawa berasa lebih dekat dengan anak-anaknya. Karena wanita/istri/ibu ini banyak perbendaharaan kata untuk bisa lebih dekat dengan keluarganya. Dalam sebuah riset, kaum hawa dikenal lebih cerewet dibanding pria. Dalam sehari saja wanita bisa berbicara 20 ribu kata, sedangkan pria hanya 7 ribu kata.

Itulah kenapa wanita juga senang dengan permainan kata-kata romantis dan menghasilkan kata romantis lebih banyak dari pria.

Seorang istri lebih merasa nyaman dengan permainan kata-kata yang menyentuh rasa jiwanya. Itulah yang dilakukan Nabi Muhammad kepada Aisyah yang memanggilnya dengan ‘Ya Humaira/wahai pemilik wajah yang kemerahan’.

2. Karena lelaki yang berkewajiban memberikan nafkah lahir kepada keluarga

Istilah kewajiban memberi nafkah ini bisa dilihat dari kalimat yang digunakan ayat ini dengan bentuk kata past tense (masa lampau), “telah menafkahkan”. Hal ini menunjukkan bahwa memberi nafkah kepada wanita telah menjadi suatu kewajiban bagi lelaki, serta kenyataan umum dalam masyarakat umat manusia sejak dahulu hingga kini. Sedemikian lumrah hal tesebut, sehingga langsung digambarkan dengan bentuk kata kerja masa lalu yang menunjukkan terjadinya sejak dahulu.

Kewajiban memberikan nafkah lahir inilah yang menyebabkan seorang lelaki menjadi pemimpin bagi keluarganya. Dan ini adalah tugas pokoknya.

Karena itu bagi istri yang bekerja di luar rumah untuk mencari nafkah keluarga, bukan kewajiban dan tugas pokonya, meski hal itu dibolehkan dengan berbagai syarat. Bekerjanya seorang istri di luar rumah jika diniati menambah nafkah bagi keluarganya, maka bisa menjadi sedekahnya.

Dalam sebuah riwayat disebutkan, Zainab Ats-Tsaqafiyyah radhiyallahu ‘anha berkata:

كُنْتُ فِي الْمَسْجِدِ فَرَأَيْتُ‏‎ ‎النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم،‏‎ ‎فَقَالَ: تَصَدَّقْنَ وَلَوْ مِنْ‏‎ ‎حُلِيِّكُنَّ. وَكَانتْ زَيْنَبُ‏‎ ‎تُنْفِقُ عَلَى عَبْدِ اللهِ‏‎ ‎وَأَيْتَامٍ فِي حِجْرِهَا.‏‎ ‎فَقَالَتْ لِعَبْدِ اللهِ: سَلْ‏‎ ‎رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم،‏‎ ‎أَيَجْزِي عَنِّي أَنْ أُنْفِقَ‏‎ ‎عَلَيْكَ وَعَلَى أَيْتَامِي فِي‎ ‎حِجْرِيْ مِنَ الصَّدَقَةِ؟‎ ‎فَقَالَ: سَلِي أَنْتِ رَسُوْلَ‏‎ ‎اللهِ صلى الله عليه وسلم.‏‎ ‎فَانْطَلَقْتُ إِلَى النَّبِيِّ‏‎ ‎صلى الله عليه وسلم فَوَجَدْتُ‏‎ ‎امْرَأَةً مِنَ الْأَنْصَارِ عَلَى‎ ‎الْبَابِ، حَاجَتُهَا مِثْلُ‏‎ ‎حَاجَتِيْ. فَمَرَّ عَلَيْنَا‎ ‎بِلاَلٌ، فَقُلْنَا: سَلِ‏‎ ‎النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم‎ ‎أَيَجْزِي عَنِّي أَنْ أُنْفِقَ‏‎ ‎عَلَى زَوْجِي وَأَيْتاَمٍ لِي فِي‎ ‎حِجْرِي. وَقُلْنَا: لاَ تُخْبِرْ‏‎ ‎بِنَا. فَدَخَلَ فَسَأَلَهُ،‏‎ ‎فَقَالَ: مَنْ هُمَا؟ قَالَ:‏‎ ‎زَيْنَبُ. قَالَ: أَيُّ‏‎ ‎الزَّياَنِبِ؟ قَالَ: امْرَأَةُ‏‎ ‎عَبْدِ اللهِ. قَالَ: نَعَمْ،‏‎ ‎وَلَهَا أَجْرُ الْقَرَابَةِ‏‎ ‎وَأَجْرُ الصَّدَقَةِ

“Aku pernah berada dalam masjid, ketika itu aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Bersedekahlah kalian (para wanita) walau pun dengan perhiasan kalian.’ Sementara Zainab biasa memberikan infak kepada Abdullah dan anak-anak yatim yang berada dalam pengasuhannya. Zainab berkata kepada Abdullah, ‘Tanyakan kepada Rasulullah, apakah boleh bagiku memberikan infak kepadamu dan kepada anak-anak yatim yang dalam asuhanku?’ Abdullah berkata, ‘Kamu saja yang bertanya kepada Rasulullah.’ Aku pun pergi ke tempat Nabi. Di depan pintu aku menjumpai seorang wanita dari kalangan Anshar, keperluannya (permasalahannya) sama dengan keperluanku. Ketika itu Bilal melewati kami, maka kami pun memanggilnya dan meminta kepadanya, ‘Tanyakan kepada Nabi, apakah boleh bagiku memberikan infak kepada suamiku dan kepada anak-anak yatimku yang dalam asuhanku?’ Kami juga berpesan, ‘Jangan engkau beritahu kepada Nabi siapa kami berdua’. Bilal pun masuk ke tempat Nabi dan bertanya kepada beliau. Setelahnya Rasulullah bertanya, ‘Siapa dua wanita yang bertanya itu?’ Bilal menjawab, ‘Zainab.’ ‘Zainab yang mana?’ tanya Rasulullah. Bilal menjawab, ‘Istri Abdullah.’ ‘Iya, boleh dan ia akan mendapatkan pahala karena menyambung hubungan kekerabatan dan pahala sedekah’.” (HR. Al-Bukhari No. 1466 dan Muslim No. 2315).

So, itulah dua alasan kenapa “ar rijal” (para suami) menjadi pemimpin bagi para istrinya dan keluarganya.

Lanjutan artikel baca di Tugas Pokok Suami dan Istri (2)

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment